30 •[Papah]

17.2K 994 9
                                    

Cahaya mentari menyemprot sela-sela gorden kamar Alana. Alana terbangun dan sadar bahwa ia ketiduran setelah pulang tadi malam. Bahkan ia belum sempat menganti bajunya. Matanya sembab dan wajahnya kusam sisa nangis tadi malam. Untung hari ini hari minggu jadi ia tak perlu buru-buru mandi.

Tokk... tokk...

Ketukan pintu kamarnya membuat Alana menyahut, "Siapa?" Tanyanya sambil sesekali menguap.

"Al, gue mau ngomong sesuatu sama lo di luar. Cepet mandi, gue tunggu di bawah!" Pekik Elskan.

Alana dengan malas turun dari tempat tidur untuk mandi. Ia harus menahan perutnya yang keroncongan karena belum makan semalam.

Setelah rapih, Alana segera turun ke bawah untuk mengecek sarapan hari ini. Meja makan yang kosong membuat Alana cemberut, "Bi, kok nggak ada sarapan?" Teriak Alana agar kedengaran Bi Siti yang sedang membersihkan ruang tengah.

Namun Bi Siti tak menyahut ataupun menghampiri, yang ada Elskan yang datang, "Kita sarapan di luar, karena gue mau jelasin sesuatu!"

"Jelasin apa? Pasti soal Melvin, ya?!" Kata Alana curiga.

"Ikut aja, karena besok gue harus balik ke Paris!" Timpal Elskan berjalan lebih dulu ke luar rumah. Alana hanya mengikuti tanpa bertanya lagi.

Mereka tiba di sebuah taman. Elskan menyuruhnya turun dari mobil dan mengajaknya duduk di atas tikar yang sudah di gelar di atas rerumputan di bawah pohon. Tak lupa Elskan membawa tas yang ternyata berisi makanan.

"Ngapain ke sini?" tanya Alana.

"Piknik! Inikan yang lo mau?" Alana diam menatap Elskan bingung. Elskan memberikan kotak makan yang berisi roti sandwich untuk Alana, "Makan nih!"

Alana langsung membuka dan melahapnya, rasa lapar di perutnya sudah tak tahan lagi. "Sekarang mau jelasin apa?" tanya Alana dengan mulut penuh roti.

"Lo kangen sama Mamah, ya?! Kangen kita kumpul bareng kalo Papah libur. Gue bisa rasain itu, terutama gue yang harus jauh dari kalian! Kayak yang lo tau, di sana gue juga kesepian kayak lo! Tiap hari gue pulang kuliah tante Citra sama Om Nicole belum pulang kerja, kadang gue lebih milih main sama temen gue sebelum pulang kuliah. Tapi, walaupun banyak temen di sekitar gue, gue masih ngerasa kesepian, dan mereka itu cuma kayak orang asing yang nggak ngerti gue!"

Alana diam mencoba menjadi pendengar yang baik.

"Dan soal papah, dia punya alasan kenapa dia berkerja keras, dan lo harus ngerti itu. Karena dia mau menyekolahkan anak-anaknya sampai tinggi, dia mau liat anak-anaknya kuliah sampai lulus memakai baju toga dan bisa mendapatkan perkerjaan yang layak, bukan kayak dia dulu!" Tutur Elskan menatap orang yang berlalu lalang dengan tatapan kosong.

"Kayak dulu?!"

"Saat itu umur lo 2 tahun, dan umur gue 7 tahun. Yang gue inget, hidup kita itu dulu susah, bahkan untuk makan sehari-hari aja nggak cukup, jadi terkadang Papah sama Mamah selalu ngalah untuk nggak makan supaya kita bisa makan! Papah kerja serabutan ke sana-sini supaya gue bisa tetep sekolah!..."

Alana tak menyadari hal itu sama sekali karena saat itu ia baru berumur 2 tahun, sehingga belum bisa mengingat apapun.

"...Papah terus kerja ke sana-kemari banting tulang pulang malem kadang basah kuyup karena hujan, bawa uang recehan untuk makan besok. Dia terus kerja sampai akhirnya dia di terima berkerja sebagai pesuruh di sebuah pabrik, dan karena kerjanya rajin dan jujur, Papah terus naik pangkat sampai sekarang. Jadi semua itu Papah mulai dari nol!"

Sebulir air mata jatuh ke pelupuk mata Alana, "Kenapa Papah nggak pernah cerita?!"

"Dia nggak mau lo tau masa lalu kita yang buruk, dan itu sebabnya dia nggak mau angkat tangan begitu aja soal kerjaannya" Tambah Elskan.

CARE [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang