"Don't cry, it's oke."
Dan masih banyak lagi dinda mengeluarkan pertanyaan yang bagiku tidak penting dan bagiku tak harus ku jawab.
"Lo harus cerita!" Ucap dinda dengan tegas. Aku hanya mengangguk dan menghapus air mataku.
Aku memilih tidak mengikuti pelajaran jam 1 sampai istirahat karna mataku sangat bengkak. Aku memilih pergi ke uks sekalian tidur sejenak karna mataku sangat berat sehabis menangis. Dinda sudah berjanji kepadaku saat istirahat ia akan menjemputku di UKS.
"Eh lo ngapain di sini? Sakit?" Tanya seseorang ketika aku hampir saja memejamkan mata. Aku membuka mataku yang terasa sangat berat.
"Eh... enggak gue cuma pusing." Lelaki itu hanya mengangguk mengerti. Ia mendekat ke arah kasur dan aku membenarkan posisiku dari tidur menjadi duduk.
"Mangkanya jangan males malesan kalau di suruh makan." Ia mengusap rambutku lembut. Aku hanya tersenyum tipis.
"Lo sendiri ngapain di sini?" Ucapku dengan senyum yang masih terlukis di wajahku.
"Gue tadi ke sini buat ngambil perban sih." Ia menjawab dengan amat lembut.
"Ha? buat apa vin?" Aku heran ketika vino mengucapkan kata 'perban'. Ya yang bicara dengan ku dari tadi adalah Vino.
"Tadi tangan gue kena pecahan kaca di ruang osis pas lagi beresin berkas." Ia melihat ke arah tangannya yang telah di perban.
"Lo masih bisa senyum senyum saat tangan lo sakit? Gila lo!" Aku heran nih orang terbuat dari apa, tangan udah di perban gitu masih bisa senyum kayak gak ada beban.
"Gue cowok. Cowok gak boleh lemah apalagi cuma luka kayak gini." Ia mencubit pipiku.
Vino memang selalu bersikap lebih kepadaku, tapi entah kali ini aku malah merasa nyaman di dekatnya tidak seperti biasanya. Aku sangat ingin selalu berada di dekatnya dan ketika aku bersamanya ia selalu bisa membuatku tertawa dan tersenyum melupakan beban yang sedang ku alami.
"Hei berduan di tempat sepi gak baik loh." Tiba tiba dinda sudah berdiri di ambang pintu UKS.
"Apaan sih din, udah ah ayo ke kantin." Aku langsung berdiri dan pergi meninggalkan Vino yang masih berdiri dengan senyum yang terlukis di wajahnya.
Aku dan dinda berjalan melewati koridor kelas yang sudah ramai dilalui para siswa karna jam istirahat.
Aku berhenti berjalan ketika melihat alpha yang sedang berjalan berlawanan arah dariku. Kali ini ia tidak memberikan senyuman sedikitpun kepadaku. Jangankan senyum, menoleh ke arahku saja tidak.
Perih. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin meneteskan air mata kembali.
"Put..." lamunanku buyar ketika dinda menyenggolku. Aku hanya tersenyum menampilkan gigi putihku ke arahnya.
"lo kenapa sama alpha?" Tanya nya dengan nada sendu.
"Gue gak bisa cerita sekarang. Mungkin besok atau lusa atau minggu depan atau bulan depan atau mungkin tahun depan, intinya ketika gue udah tenang dan siap untuk cerita." Badmood tidak membuatku menjadi diam dan tidak banyak bicara seperti orang biasanya. Aku akan bersifat seperti biasa dan selalu tersenyum kepada siapa pun.
"Oke gue tunggu penjelasan dari lo. Gue akan selalu inget kalau lo hutang penjelasan ke gue." Dinda menatapku kesal dan aku hanya menganggu dan menahan tawa karna ekspresi wajah dinda yang kesal.
Aku dan dinda kembali berjalan ke kantin. Jangan tanya lagi semua seantero sekolah masih bertanya tanya tentang hubungan ku dan alpha bagaimana. Semua siswa sudah bergosip ria tentangku. Hal yang sudah biasa bagiku. Ini resiko berpacaran dengan most wanted.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME AND YOU
Teen Fiction*** Aku putri, sekarang aku kelas XI. Hidupku berjalan dengan baik sebelum adanya kesepakatan di antara orang tuaku dan orang tuanya. Orang tua Alpha, kakak kelas yang most wanted di sekolah baruku. Ya orang tuaku menjodohkanku dengannya, dengan al...