Instinct -1

21K 1.7K 97
                                    

Koridor penuh sesak dengan para manusia yang saling berjubel untuk lari lebih dulu sampai di kantin. Sasa menghela napas malas melihat pemandangan seperti ini setiap hari sejak dia resmi menjadi murid SMA Cendrawasih sejak dua minggu yang lalu. Pemandangan memuakkan yang membuat matanya saja bisa merasakan lelah apalagi kalau ia harus ikut menerobos.

"Kebiasaan! Bisa nggak kebagian meja kita." umpat Airin kesal.

Sasa menaikkan kedua bahunya, "Nggak ada pilihan lain, kita makan gado-gado aja depan sekolah." Sasa memberi usul.

"Tapi di sana isinya kebanyakan anak kelas dua belas." Lea cemberut kesal mengingat dia pernah di tolak mentah-mentah oleh seorang kakak kelas. Ia masih merasa malu kalau bertemu dengan mereka karena mereka pasti ingat puisi yang dia baca di tengah lapangan ketika MOS.

"Terus kita mau ke mana? Kantin? Ya kali lo mau dempet-dempetan sama para manusia itu. Eh tapi kalo lo sih biasanya nggak papa. Cuman noh si Feby pasti rame gara-gara tangannya kena keringet orang lain." celetuk Airin seraya melirik Feby yang sibuk dengan bedak wardah yang tidak pernah ketinggalan di sakunya.

Feby merasa ada yang baru saja menyebut namanya ketika dia sibuk menambal bedak yang luntur dan bando pita pink di kepalanya yang sedikit berantakan. Feby melirik Airin dan mengangkat alisnya dengan tatapan bertanya.

"Lo manggil Kendall Jenner?" tanya Feby dengan jari telunjuk menunjuk dirinya sendiri.

Airin, Lea, dan Sasa menggeleng secara bersamaan. Ketiganya tahu kalau Feby dijawab dengan anggukan pasti hidungnya akan mekar lebar karena merasa dirinya benar-benar Kendall Jenner.

"Ck, kalo ngefans ngomong kali, Kendall nggak sombong kok," ucap Feby percaya diri.

Airin menghela napas dan menarik tangan Sasa. "Udahlah, nggak makan kita kalo ngurusin Feby."

Sasa tertawa pelan mendengar perkataan Airin, tangannya lalu menarik Lea dan Lea menarik Feby yang masih saja sibuk dandan dengan bedak wardah. Keputusan Airin untuk makan gado-gado di warung depan sekolah membuat Lea mau tidak mau harus ikut dan seperti biasa, ia akan bersembunyi di belakang Sasa atau Airin agar anak-anak kelas dua belas tidak mengetahui kehadirannya dan kembali melemparkan bully-an untuknya.

Sesampainya di warung gado-gado yang ruangannya terbilang cukup sempit, keempatnya menghela napas. Hanya ada beberapa meja dan kursi lonjong untuk di duduki dua orang. Anehnya, hari ini warung ini terlihat penuh sesak tidak seperti biasanya yang hanya di isi anak-anak kelas dua belas yang bosan makan di kantin.

Airin menggeleng melihat semua meja penuh dengan anak kelas sepuluh dan sebelas. "Nggak ada anak kelas dua belas tapi malah penuh sama anak kelas sepuluh sama sebelas." gumam Airin.

"Ini hari laper kali ya? Nggak kantin, nggak sini pada penuh semua." sambung Feby dengan nada kemayu khasnya yang selalu membuat Airin berdecak sebal mendengarnya.

Sasa menemukan satu bangku kosong, bangku lonjong yang muat untuk dua orang. Ia melirik kearah Airin, Lea, dan Feby. Dalam hitungan detik, ketiga temannya sudah berlari duluan berebut bangku itu yang akhirnya mereka bagi bertiga dengan posisi Feby berada di tengah dengan senyum penuh kemenangan.

"Lah, kok jadi gue yang nggak kebagian, sih?" Sasa menekuk wajahnya kesal melihat ketiga temannya nyengir dan menaikkan bahunya.

Lea menjenjangkan lehernya agar bisa melihat tempat kosong untuk Sasa duduk. Setelah beberapa detik mencari, Lea menemukan satu kursi plastik kosong dan hanya di isi seorang laki-laki di sana.

"Itu ada kosong. Sana gih!" Lea menunjuk kursi yang tadi tertangkap penglihatannya.

Sasa kembali berdecak kesal dan melengos pergi begitu saja tanpa memperdulikan cengiran ketiga temannya. Rencana makan bersama tiba-tiba batal hanya karena tempat yang penuh.

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang