Lima belas menit yang lalu, bel pulang sekolah berbunyi dengan nyaring di tengah suasana hening gedung sekolah. Dan berhasil membuat keributan serta kelas-kelas yang terbuka mengeluarkan semua orang di dalamnya yang rata-rata menunjukkan wajah bahagia karena pelajaran memuakkan dari guru membosankan akhirnya selesai.
Saat ini sekolah sudah sepi, hanya menyisakan para anggota OSIS yang tengah menggelar rapat. Sasa duduk di salah satu bangku semen berbentuk persegi di pinggir lapangan. Sesekali, matanya melirik jam tangan mungil berwarna pink yang melingkar erat di pergelangan tangannya.
"Mama lama ih jemputnya," desisnya kesal.
Airin, Lea, dan Feby sudah pulang duluan sejak lima menit yang lalu. Mau tidak mau, dia harus menunggu sendirian di sini.
Sasa meraih ponsel di dalam sakunya, membuka chat line dan membaca pesan dari Raffi tadi pagi yang belum sempat ia baca.
Raffi: Gimana sekolah barunya? Lo suka? Sori baru ngabarin sekarang dan nanya-nanya✌ biasalah, anak OSIS banyak tugas. Hehe...
Seulas senyum manis terlihat menghiasi wajah Sasa ketika membaca pesan dari Raffi. Raffi adalah sahabatnya ketika di Jogja, kakak kelas kesayangan tepatnya. Orang yang selalu mengantar jemput Sasa setiap berangkat dan pulang sekolah.
Jemari Sasa bergerak lincah diatas layar ponsel untuk membalas pesan Raffi. Sudah dua minggu tidak bertemu dan Sasa mulai merindukannya.
Sasa : Alhamdulillah, gue suka sama sekolah barunya😁 btw, gue kangen sama lo, Kak, huhu.... Biasanya pulang pergi sama lo, sekarang gue harus nunggu Mama yang jemputnya ngaret banget:(
Belum ada balasan lagi dari Raffi, Sasa menghela napas. Mengalihkan pandangannya ke segala arah untuk mengusir rasa bosan. Kedua matanya sedikit menyipit ketika melihat Iqbaal baru saja menaikkan resleting jaket dan mengenakan helm. Nalurinya tiba-tiba memberikan isyarat agar ia menghampiri Iqbaal saat ini.
Dengan cepat, Sasa berlari menghampiri Iqbaal yang kini menstarter motornya. Tangannya melambai-lambai sebagai kode untuk Iqbaal. Sayangnya, Iqbaal tetap saja cuek dan tidak meliriknya sedikitpun.
"Gue nebeng dong, komplek Melati nomor lima belas." ucap Sasa persis seperti berkata pada tukang ojek depan komplek.
Tanpa persetujuan Iqbaal, Sasa naik ke atas motor Kawasaki milik Iqbaal dan duduk manis di sana. Bahkan, tampang bodohnya terlihat menyebalkan.
"Siapa sih lo? Turun dari motor gue sekarang!" nada suara Iqbaal meninggi. Ia tidak suka ada yang lancang menaiki motornya tanpa izin darinya.
Sasa melepaskan napas berat dan mencengkram kedua bahu Iqbaal, "Mama gue belum jemput nih, anterin gue pulang ya? Ya, ya, ya, please!" Sasa memohon.
"Nggak! Turun lo!" Iqbaal membentak lebih sadis. Tapi sepertinya Sasa tidak terpengaruh.
Sasa tersenyum penuh arti, matanya sedikit menyipit, dan dagunya di letakkan di bahu Iqbaal. "Ganteng, anterin gue dong. Nanti gue kasih tulisan telolet deh." rayunya.
"Telolet, lo tuh lelet!" Iqbaal turun dari motornya, lalu menarik Sasa turun secara kasar, bahkan hampir membuat Sasa terjatuh karena kaki Sasa terpeleset.
"Ih, pelan-pelan dong!" dengus Sasa kesal.
"Pulang sendiri!" ucap Iqbaal ketus. Laki-laki itu lalu pergi begitu saja meninggalkan Sasa yang menatapnya dengan wajah cemberut.
"Tega banget sih lo sama cecan kayak gue! Gue sumpahin lo falling in love sama gue!" teriak Sasa keras-keras agar Iqbaal mendengar perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...