Instinct -17

11.8K 1.3K 94
                                    

Sasa menenggak habis air mineralnya, setelah itu bersendawa tanpa bisa dia tahan. Sasa memperlihatkan cengiran lebarnya di depan Iqbaal yang dia tahu akan membuat Iqbaal ilfeel.

Sasa mengeluarkan uang dari sakunya. "Nih, Bang Mus uangnya."

Iqbaal meletakkan piring kosongnya dan menarik tangan Sasa untuk turun. "Gue aja yang bayar," kata Iqbaal sambil menyerahkan uang pada Bang Mus.

Sasa diam dengan mulut sedikit terbuka karena Iqbaal mau membayar nasi goreng malam ini. Biasanya, Iqbaal akan langsung pulang dan membiarkannya membayar sendiri.

Iqbaal yang merasa diperhatikan membalas tatapan Sasa datar. Dia sudah menduga kalau reaksi yang Sasa tunjukkan akan selebay ini. Dan Iqbaal sudah mulai terbiasa dengan segala kelebayan serta kealayan seorang Ayunda Salshabila.

"Bunny habis lewat mana tadi?" tanya Sasa, masih dengan posisinya.

"Maksudnya?" alis Iqbaal bertaut bingung.

"Kok tumben baik sama Honey? Udah mulai suka ya sama gue? Udah peka sama perasaan lo yang sebenernya suka sama gue dari pertama kita ketemu?" Sasa menatap Iqbaal percaya diri.

Iqbaal berdecak dan menggeleng malas. "Ada ya ciptaan Tuhan yang kayak lo? Alay, lebay, idiot, nggak jelas, nggak waras, aneh, can-" Iqbaal tidak melanjutkan kalimatnya yang hampir... keceplosan.

"Tik." Sasa melanjutkan kalimat Iqbaal yang terpotong. Ia tersenyum senang sampai matanya segaris karena Iqbaal mengatakan dia cantik.

"Lo mau bilang gue cantik, kan? Iya, gue tau kok kalo gue itu cantik. Tapi, lo tenang aja, gue tetep sayangnya sama lo, kok." kata Sasa lebih percaya diri lagi.

"Bisa nggak lo berhenti kepedean?"

"Mending kepedean daripada sok malu-malu, udah nggak jaman."

Iqbaal mengalihkan pandangannya kejendela rumah dan melihat Raffi di sana. Helaan napas terdengar dari mulut Iqbaal melihat Raffi mengawasinya seperti itu. Sepertinya, Raffi benar-benar menyukai Sasa.

"Eh, kita jalan-jalan bentar, yuk!" Sasa beranjak dari duduknya dan menarik tangan Iqbaal untuk berdiri.

"Mau kemana sih?" tanya Iqbaal malas.

"Jalan aja... berdua," jawab Sasa dan berbisik di akhir kalimat. "Biar romantis."

Sasa tidak menunggu persetujuan Iqbaal. Dia menarik tangan Iqbaal dengan lembut dan mengajaknya berkeliling komplek. Jarang-jarang dia bisa jalan berdua dengan Iqbaal seperti ini.

Mumpung Iqbaal lagi jinak.

Sasa menyimpan kedua tangannya di belakang punggung. Matanya sesekali melirik kearah Iqbaal yang tengah melipat tangannya di dada. Sasa merasa ada yang menggelitik perutnya dan membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum.

Iqbaal berusaha tidak menatap Sasa yang terus menatapnya sejak tadi. Ia tidak mau terlibat kontak mata dengan gadis itu yang entah sejak kapan membuatnya merasakan sesuatu yang aneh setiap mata itu bertemu dengan matanya. Iqbaal mulai berpikir kalau sumpah yang sering Sasa ucapkan mulai dia rasakan dampaknya.

Iqbaal cepat-cepat menggeleng dan mengusir jauh pikirannya itu. Itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi.

Lama-lama Iqbaal risih juga ditatap terus seperti itu. "Kenapa sih, ngeliatin gue gitu banget?" tanya Iqbaal ketus.

Sasa menggeleng dan terkikik sampai membuat Iqbaal berdecak kesal. "Lo tau nggak sih, orang yang berusaha keras menyembunyikan rasa sakit hatinya dengan cara diam dan nggak peduli sama siapapun itu orang bodoh?"

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang