Instinct -28

10K 1.3K 206
                                    

"Terjadi pembengkakan di tenggorokannya yang lumayan parah dan membuatnya tidak bernapas ketika sampai di rumah sakit."

Sasa duduk termenung di samping brankar Iqbaal dan tidak melepaskan genggaman tangannya dengan laki-laki itu sejak dia diperbolehkan masuk. Kata-kata dokter satu jam yang lalu sempat membuatnya panik, terlebih saat mendengar dokter itu mengatakan Iqbaal sempat tidak bernapas selama beberapa menit.

Entah untuk keberapa kalinya, Sasa kembali mengangkat tangan Iqbaal yang bebas infus dan menciumnya beberapa kali sebelum menempelkannya di pipi. Ia merasa lebih tenang setelah mencium tangan Iqbaal dan merasakan suhu tubuhnya yang lebih hangat daripada satu jam yang lalu.

Ia masih sibuk dengan aktivitasnya ketika pintu terbuka dan seseorang masuk tanpa suara. Sasa menghela napas, wajah tenangnya berubah datar menahan marah. Dia tahu siapa yang kini berdiri tepat di belakangnya.

"Puas kan, Kak, udah bikin Iqbaal sekarat?" tanya Sasa dingin.

"Maksud lo apa? Gue nggak ngerti." jawab Raffi tanpa dosa.

Sasa tersenyum miring mendengar Raffi balik bertanya padanya. Ia benar-benar bingung. Kemana Raffi yang dia kenal dulu? Yang selalu baik, penyayang, dan mudah simpatik terhadap orang lain. Sasa merasa sudah kehilangan sosok itu saat berhadapan dengan Raffi.

"Lebih baik lo keluar. Jangan ganggu Iqbaalnya gue," ucap Sasa dingin.

Raffi menghela napas dan bersindekap dada. Laki-laki itu yakin kalau Danu pasti sudah memberitahu Sasa yang sebenarnya. Raffi tersenyum sinis, ada dendam baru yang dia alamatkan untuk Danu karena Danu mengingkari janjinya.

"Ini udah sore, mending gue anterin lo pulang. Iqbaal biar dijagain Kak Rike." Raffi baru saja ingin menyentuh bahu Sasa saat gadis itu menghindar. Melihat sikap Sasa yang berubah padanya, membuat Raffi merasa semakin sakit hati.

"Mending gue pulang naik kendaraan semut dibanding pulang sama calon pembunuh kayak lo." ketus Sasa sembari melirik tajam Raffi dari ekor matanya. Dia benar-benar membenci Raffi yang sekarang. Raffi yang sudah berubah jahat, tidak lagi lembut dan penuh kasih sayang.

Cinta memang membutakan mata setiap orang yang dia hinggapi. Kadang, saking butanya orang itu sampai tidak sadar kalau dia rela melukai orang lain demi kebahagiaannya sendiri.

Andai Sasa tahu, Raffi tengah menahan emosinya mati-matian. Tangannya terkepal diam-diam yang menandakan bahwa kebenciannya pada sosok Iqbaal semakin meningkat.

Dengan kecewa karena sikap Sasa yang dingin padanya. Raffi melangkah keluar dari kamar perawatan Iqbaal. Hatinya luar biasa sakit mendapat perlakuan seperti itu dari gadis yang sejak lama dicintainya. Rasanya seperti dirobek paksa lalu dilindas sampai hancur menjadi butiran debu.

Lebay sih.

***

Airin menunjukkan boneka kecil berbentuk unicorn ke hadapan Aldi, meminta pendapat laki-laki yang saat ini menemaninya itu.

"Kira-kira, Sasa suka nggak?" tanya Airin.

Aldi menatap unicorn itu lamat-lamat, lalu menganggukkan kepalanya. "Suka pasti, ini kan lucu." komentar Aldi.

Airin tersenyum penuh dan memilih boneka unicorn itu sebagai kado ulang tahun Sasa besok. Gadis itu lalu pergi mencari kotak kado serta kartu ucapan yang bertema unicorn.

Sedangkan Aldi, berjalan menuju rak yang lain untuk mencari sesuatu. Langkahnya berhenti saat dia melihat toko aksesoris di seberang toko boneka. Tanpa pamit pada Airin, laki-laki itu pergi ke toko aksesoris.

Awalnya, Aldi bingung ingin mencari apa di sini. Sampai pandangannya terarah pada kalung-kalung yang bergantung rapi di dinding. Senyumnya mengembang dan meraih salah satu kalung yang sejak tadi mencuri perhatiannya.

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang