Asap rokok menyembur dari bibir Iqbaal setelah laki-laki itu menghisapnya. Rasa sakit di kepalanya sudah sedikit mereda dan ia selalu memilih rokok untuk menjadi obat alternatif ketika ia bosan dengan obat-obatan yang biasa dia minum.
Malam ini terasa begitu dingin karena sore tadi hujan mengguyur dengan deras dan menyisakan hawa dingin. Iqbaal melirik ke pintu kamarnya yang tidak terkunci, takut Ibunya masuk dan memergokinya tengah menghisap rokok di balkon.
Tidak ada yang tahu kalau di tengah rasa sakitnya Iqbaal juga menyembunyikan kebiasaannya merokok dan tidak ada satupun orang yang tahu tentang kebiasaannya ini yang bisa memperburuk kondisinya dari hari ke hari.
"Bang yang pedes ya! Enam sendok sambelnya."
Iqbaal melirik ke jalanan yang masih basah di bawah saat mendengar suara melengking Sasa yang sudah sangat dia hafal meskipun baru mengenal.
"Nggak kepedesan, Neng?" penjual nasi goreng itu bertanya dengan alis bertaut.
"Sebenernya saya tuh sepuluh sendok bang, cuma takut Abang rugi aja." jawab Sasa.
Iqbaal menggeleng samar, untuk apa juga dia memperhatikan Sasa. Iqbaal beranjak dan meraih gitar lalu memetik senar gitar dan menyanyikan sebuah lagu untuk mengusir jenuh.
Bintang terlihat terang saat dirimu datang...
Cinta yang dulu hilang kini kembali pulang...Suaranya yang lembut terdengar begitu merdu di telinga, membuat siapa saja betah mendengarkannya.
Sasa yang sedang memperhatikan sepasang semut bergotong royong membawa sebongkah gula di gerobak Si Abang nasi goreng lantas menoleh ketika telinganya yang begitu tajam mendengar merdunya suara seseorang sedang bernyanyi.
Mata cantiknya tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan siapa orang yang bernyanyi. Senyum lebar langsung terbit ketika melihat Iqbaal sedang duduk di balkon dengan gitar dipangkuannya.
"Bang." Sasa memanggil Abang nasi goreng. "Itu pacar saya," katanya sambil menunjuk ke arah Iqbaal.
Abang nasi goreng yang biasa dipanggil Bang Mus itu ikutan melirik ke arah balkon kamar Iqbaal.
"Waras pacarnya, Neng?" tanya Bang Mus dengan alis bertaut.
"Ya waras lah Bang!" sungut Sasa dengan wajah tidak suka mendengar pertanyaan Bang Mus.
"Kok mau sama Neng?" tanya Bang Mus lagi dengan wajah tanpa dosa.
Sasa menatap Bang Mus dengan mulut ternganga. Sejenak ia terdiam dan mencerna ucapan Bang Mus.
"Ya mau lah 'kan saya cantik." jawab Sasa.
Bang Mus hanya menunduk dan menahan tawanya, kemudian kembali menyibukkan diri dengan menyelesaikan pesanan Sasa yang sudah siap dibungkus.
"Bang, pesen satu lagi yang super spesial pake hati, pake cinta, pake kasih sayang, pake lope-lope sekebon biar pacar saya dimabuk cinta." celetuk Sasa tiba-tiba.
Bang Mus menautkan alisnya. "Pacarnya jatuh cinta sama saya?" tanya Bang Mus. Alisnya bertaut tanda ia bingung.
"Dih! Sama saya dong masa sama Bang Mus? Abang homo ya?" tembak Sasa dengan jari telunjuknya menunjuk tepat di hidung Bang Mus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...