Raffi masuk ke kamar Iqbaal dan mendapati Iqbaal tengah tidur nyenyak di kasurnya. Dengan hati girang, dia melompat keatas tempat tidur lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh Iqbaal.
"Baal, gue mau curhat." Raffi berbisik sambil cekikikan.
Iqbaal berdecak kesal dan menarik kembali selimutnya sampai menutupi seluruh tubuh dan kepalanya. Dia baru saja tidur dan Raffi mengganggu tidur nyenyaknya. Sekarang, kepala Iqbaal terasa pusing karena dibangunkan paksa.
"Lo nggak boleh tidur sebelum dengerin gue curhat!" Raffi kembali menarik selimut Iqbaal sampai Iqbaal menggeram kesal karena ulahnya.
"Ngantuk gue ngantuk!" tegas Iqbaal dan menarik kembali selimutnya.
Raffi kesal dan kemudian menendang Iqbaal sampai jatuh dari kasur disertai dengan suara "Gedebuk" yang terdengar jelas. Raffi tertawa melihat Iqbaal mengaduh sakit karena ulahhnya.
"Rese banget lo, Om! Sakit tau!" suara Iqbaal naik satu oktaf dan mencoba bangun dari posisinya.
"Makanya, kalo gue bilang dengerin gue curhat itu dengerin." Raffi mengulurkan tangannya membantu Iqbaal bangun dan naik kekasur.
Iqbaal menepis tangan Raffi dengan kesal. Tidurnya yang nyenyak dan tenang sudah hilang karena ulah Raffi yang menyebalkan. Dengan sisa kantuk yang masih menguasainya, Iqbaal duduk bersandar pada kepala kasur. Matanya setengah terpejam dan sesekali menguap.
"Lo dengerin gue ya," Raffi menatap Iqbaal untuk memastikan apakah Iqbaal benar-benar bangun atau justru kembali tidur.
"Hmm." hanya itu jawaban Iqbaal yang langsung membuat senyum Raffi merekah.
"Gue tadi ke kafe sama Sasa, habis dari kafe kita nonton, habis nonton kita makan bareng." cerita Raffi disertai senyum lebar. Lebih lebar daripada tadi.
Iqbaal menatap Raffi malas, tangan kanannya terangkat menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Iqbaal masih menunggu Raffi bicara lebih, tapi yang dia lihat Raffi hanya diam dengan senyum lebar super menyebalkan.
"Udah? Cuma itu doang?" tanya Iqbaal dengan salah satu alis terangkat.
Raffi mengangguk. "Iya."
"Basi!" Iqbaal kembali tidur dan meninggalkan Raffi.
"Yee, dari pada elo masih aja gagal move on dari Naya. Padahal, Naya udah meninggal bertahun-tahun lalu."
Mata Iqbaal terbuka sempurna, rasa kantuknya hilang begitu saja mendengar perkataan Raffi. Hatinya tiba-tiba berdenyut sakit karena mengingat gadis itu lagi.
"Lebih baik, sekarang lo keluar dulu, Raff, gue mau tidur," Iqbaal memejamkan mata untuk kembali tidur. Pura-pura tidur tepatnya.
Raffi menyesal sudah mengatakan itu pada Iqbaal. Dia pikir, Iqbaal sudah tidak terpengaruh lagi dengan apapun yang menyangkut gadis itu.
"Sorry Baal, gue nggak maksud kayak gitu." sesal Raffi. Kepalanya menunduk sebagai pertanda kalau dia benar-benar menyesali perkataannya.
"Nggak papa, udah deh sekarang lo keluar, gue ngantuk mau tidur." Iqbaal kembali mengusir Raffi tanpa menoleh sedikitpun pada Raffi. Iqbaal hanya sedang tidak mau membahas atau mendengar apapun. Mood-nya sudah hancur karena perkataan Raffi tadi.
Raffi akhirnya menyerah dan menghela napas. Dia tidak mau memperburuk mood Iqbaal yang sudah jelek. Jadi, dia memilih untuk keluar dan membiarkan Iqbaal kembali istirahat.
Raffi berjalan menuju meja makan. Senyumnya merekah melihat makanan tersaji dengan rapi di sana. Raffi melangkah cepat menuju meja makan dan mendapati Rike yang baru kembali dari dapur setelah mengambil air minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...