Sasa mematung di depan pintu kamar Iqbaal. Jantungnya masih berdegup kencang setelah Iqbaal mengusirnya dan membanting pintu dengan keras. Ia tidak menyangka kalau pertanyaannya tadi bisa membuat Iqbaal semarah ini. Memangnya, siapa gadis bernama Naya? Apa hubungannya dengan Iqbaal?
Atau Naya ini yang pernah diceritakan sebagai pacar Iqbaal di SMP dan meninggal karena kecelakaan waktu perjalanan liburan?
Sasa mengangkat tangannya dan bersiap mengetuk pintu. Ia harus minta maaf karena membuat Iqbaal marah.
"Sasa?"
Sasa menoleh ketika telinganya mendengar seseorang menyerukan namanya. Matanya membulat melihat laki-laki yang kini berjalan mendekat kearahnya. "Kak Raffi?"
Raffi tersenyum lebar dan segera mendekat. Matanya berbinar karena bisa bertemu dengan Sasa, bahkan tanpa rencana. Bertemu tanpa sengaja dan di rumah Iqbaal.
Tapi Raffi juga sedikit bingung dengan keberadaan Sasa di sini. Apa Sasa temannya Iqbaal? Atau...
"Kak Raffi kok di sini?" Sasa langsung memeluk Raffi erat. "Gue kangen banget sama lo, Kak." tanpa sadar sebulir air mata turun, tapi dengan cepat Sasa menepisnya.
Raffi membalas pelukan Sasa lebih erat. Rasa rindunya menguap bertemu dengan Sasa. Setelah beberapa detik, Raffi merenggangkan pelukannya dan menatap dalam kedua mata Sasa. Gadis itu terlihat semakin cantik saja.
"Lo apa kabar?" tanya Raffi, menarik gemas hidung Sasa yang tidak terlalu mancung.
Sasa tertawa pelan. "Baik, Kakak sendiri gimana? Kok bisa di sini? Kakak di Jakarta berapa lama? Sekolah Kakak di Jogja gimana? Udah punya gebetan? Atau udah punya pacar?" tanya (namakamu) bertubi-tubi.
Raffi tertawa renyah mendengar rentetan pertanyaan yang dilontarkan Sasa. Gadis itu masih belum berubah. Tetap saja cerewet dan menggemaskan.
"Lo masih cerewet aja." Raffi mengacak gemas rambut Sasa. "Gue bakal jawab semua pertanyaan lo nanti pas kita hangout berdua. Okay?"
"Kapan?" tanya Sasa cepat.
"Besok habis pulang sekolah gue yang jemput," jawab Raffi.
Sasa mengangguk dengan cepat dan kembali memeluk Raffi. Dia merindukan Raffi yang sudah hampir satu bulan tidak bertemu dengannya.
Bagi Sasa pelukannya itu wajar sebagai Kakak-Adik. Tapi tidak dengan Raffi. Laki-laki itu tersenyum lembut dengan mata terpejam dan membalas pelukan Sasa, adik kecil 'kesayangan' yang dia rindukan.
***
Iqbaal menatap malas makan malam di hadapannya. Tangannya hanya menggenggam erat sendok dan berusaha menghilangkan nama gadis itu yang masih terngiang di telinganya.
Kadang, Iqbaal bingung dengan dirinya sendiri. Sebegitu cintanya dia pada Naya, sampai sulit sekali untuk melupakan gadis itu.
"Kok nggak dimakan, Baal?" tanya Raffi yang duduk berhadapan dengan Iqbaal.
Iqbaal hanya tersenyum tipis dan mendorong kursi kebelakang. "Ayah, Bunda, aku tidur duluan, ya?" pamit Iqbaal dan segera berlalu.
"Iqbaal kenapa?" tanya Heri menatap satu per satu Rike, Ody, dan Raffi.
Ketiganya kompak menggeleng tidak tahu. Pasalnya, saat turun untuk makan malam Iqbaal sudah terlihat murung. Tidak ada yang tahu apa penyebabnya, dan Raffi juga tidak bertanya pada Sasa padahal gadis itu yang terakhir keluar dari kamar Iqbaal.
"Nanti biar aku aja yang nanya ke Iqbaal," ucap Raffi.
***
Sasa membuka lembar pertama buku diary Iqbaal. Ada sedikit rasa geli karena laki-laki punya diary. Sasa kembali melihat nama itu. Nama seseorang yang membuat Iqbaal marah dan langsung mengusirnya. Sasa penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...