Instinct -19

10.9K 1.4K 80
                                    

"Assalamu'alaikum,"

Sasa mengetuk pintu rumah Iqbaal disertai ucapan salam. Tangannya menenteng bingkisan berisi rainbow cake kesukaan Iqbaal yang dia beli selepas bertemu dengan Pika.

Sasa tahu kalau membawakan Iqbaal rainbow cake bisa membuat Iqbaal kembali teringat pada Naya. Tapi, Sasa akan berusaha mengusir bayangan gadis itu dari benak Iqbaal secara perlahan.

"Assalamualaikum." Sasa kembali mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

"Walaikumsalam."

Sasa menghela napas saat mendengar balasan dari dalam. Dan saat pintu terbuka, senyum Sasa sedikit luntur karena yang membukakan pintu adalah Raffi. Tapi Sasa segera mengembalikan senyum yang hilang dari wajahnya dan melambaikan tangan untuk menyapa Raffi.

"Sasa?" Raffi menyapa dengan senyum lebar. "Ada apa malem-malem gini kerumah?" tanya Raffi dengan nada antusias karena Sasa berkunjung. Ia harap untuknya, bukan untuk Iqbaal.

"Mau jengukin Iqbaal," jawab Sasa singkat.

Gurat kecewa tercetak jelas di wajah Raffi. Laki-laki itu mengusap hidungnya dan menghela napas. Ternyata harapannya hanyalah harapan. Sasa datang malam-malam ke rumah ini untuk menemui Iqbaal.

Bukan dirinya.

"Iqbaal ada di kamarnya," ucap Raffi berat.

"Gue mau ketemu dong sama dia," rengek Sasa dengan wajah cemberut yang gemas.

Raffi mengangguk mengerti, dengan berat hati ia menyingkir dari pintu untuk memberikan ruang pada Sasa. "Ya udah, gue anterin ke kamar Iqbaal."

Sasa mengangguk dan masuk ke rumah Iqbaal melewati Raffi yang diam-diam menghela napas kesal.

"Eh tapi ganggu nggak?" tanya Sasa.

"Enggak," jawab Raffi cepat.

"Masuk aja, Iqbaal baru aja bangun buat minum obat." Raffi lagi-lagi tersenyum penuh pada Sasa.

Sasa mengangguk semangat sembari menatap wajah Raffi. Langkahnya terayun mengekor di belakang punggung Raffi yang berjalan menuju kamar Iqbaal. Jantungnya berdebar membayangkan bagaimana reaksi Iqbaal ketika tahu ia membawa kue kesukaannya yang sudah lama sekali tidak dia makan.

Raffi membuka kamar Iqbaal, lalu menatap Sasa. "Masuk aja," katanya pelan.

"Oke." Sasa menunjukkan jempolnya di depan wajah Raffi disertai senyuman manis yang hanya dibalas anggukan oleh Raffi.

"Gue tinggal, kalo ada apa-apa panggil aja." pesan Raffi sesaat sebelum pergi meninggalkan Sasa di depan kamar Iqbaal yang terbuka.

Sasa diam sejenak ketika Raffi sudah pergi. Ditatapnya kamar pintu kamar Iqbaal yang terbuka, matanya terpejam dan menarik napas panjang untuk menetralkan detak jantungnya yang berpacu sangat cepat.

Dengan keyakinan yang cukup, Sasa masuk perlahan ke dalam kamar Iqbaal yang begitu rapi sebagai kamar laki-laki. Aroma maskulin khas Iqbaal langsung tercium dan membuat senyum seketika merekah di bibir Sasa.

Kamar ini sunyi, begitu menenangkan bagi mereka yang menyukai kesunyian. Tapi terasa kelam bagi mereka yang menyukai keramaian.

Pandangan mata Sasa tiba-tiba saja tertuju pada satu bingkai foto di atas nakas. Foto sepasang remaja yang tidak lain adalah Iqbaal dan Naya.

Di foto itu Naya terlihat begitu natural dan cantik dengan rambut dikuncir dan tangan menggenggam sebuket bunga kerta berwarna merah jambu. Di sampingnya, Iqbaal berdiri dengan tangan memeluk punda Naya malu-malu.

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang