Sasa memasang wajah bosan menunggu Iqbaal di parkiran. Sudah hampir satu jam lebih dia berdiri menunggu Iqbaal yang entah pergi kemana. Bibirnya mengerucut dan ia sudah mempersiapkan sumpah serapah yang mungkin akan membuat kuping Iqbaal panas.
Sasa mendengus dan menghentakkan kaki kanannya kesal. Kepalanya menoleh saat mendengar langkah kaki mendekat.
Mata Sasa langsung menyipit tajam dengan tangan terkepal kuat. Giginya gemerutuk seiring dengan langkah Iqbaal yang semakin mendekat.
Tak! Satu jitakan keras sukses mendarat di kepala Iqbaal yang langsung membuat Iqbaal meringis seraya mengusap-usap kepalanya yang kini terasa nyeri karena jitakan tangan Sasa.
"Apa-apaan sih lo?!" bentak Iqbaal disertai tatapan tajam.
"Lo yang apa-apaan! Lo nggak liat gue udah lumutan, jenggotan, kumisan, ubanan, jamuran, nungguin lo sejam lebih!!" Sasa balas membentak, ia sama sekali tidak takut dengan bentakan dan tatapan tajam yang Iqbaal alamatkan untuknya. Baginya, Iqbaal tetap manis dan gemesin.
Iqbaal mendesah kesal, meraih helm dan segera menarik motornya keluar dari barisan parkir. Alisnya bertaut ketika Sasa naik secara tiba-tiba dan duduk manis di belakang lengkap dengan tangan berpegangan pada pundak.
"Ngapain lo?" tanya Iqbaal datar.
"Ya pulanglah." sungut Sasa.
"Terus ngapain naik ke motor gue? Nggak tau diri banget. Udah ngomel pake jitak, main seenaknya nebeng-"
"Berisik! Kalo lo marah jadi tambah ganteng! Guenya makin cinta!" potong Sasa cepat.
Iqbaal hanya bisa menghela napas pasrah, lalu menstarter motornya dan mulai menarik gas secara perlahan. Meskipun, dalam hati dia kelewat kesal. Tapi, Iqbaal masih punya rasa bersalah karena membiarkan Sasa menunggunya sangat lama di parkiran yang cukup panas.
Lima belas menit, Iqbaal menepikan motornya di depan pagar rumah Sasa secara perlahan. Ia melirik kearah spion, menunggu Sasa turun dan ia bisa melanjutkan kembali perjalanannya yang sisa beberapa meter lagi.
"Thank's ya! Sering-sering boncengin cecan kayak gue biar terhindar dari cewek-cewek genit." kata Sasa di akhiri dengan kekehan pelan yang hanya di balas lirikan sinis dari Iqbaal.
"Udah sana balik! Kalo lama-lama di sini ntar gue suruh nemuin bokap gue?"
Alis Iqbaal bertaut. "Ngapain?"
"Ngelamar gue." Sasa tertawa kencang mendengar jawabannya sendiri yang tentu saja hanya bercanda.
Iqbaal menggeleng dan wajah datar, menyesal rasanya sudah bertanya. Ia juga mulai merasa kalau gadis di depannya ini idiot. Iqbaal kembali menarik gas motornya dan meninggalkan Sasa yang masih tertawa keras di depan pagar rumahnya.
"Idiot." desis Iqbaal.
***
"Lo naksir banget ya sama Iqbaal?" tanya Airin.
Sasa mengangguk mantap, ia merubah posisinya menjadi telentang dan mengarahkan ponselnya ke wajah. Beberapa menit yang lalu, Airin mengajaknya video call karena ingin membicarakan sesuatu.
"Gue nggak tau kenapa ya, setiap liat Iqbaal itu rasanya gemes banget pengen nyubit! Dia kayak boneka di mata gue. Unyu-unyu bikin baper." Sasa memutar matanya lambat, membayangkan betapa manisnya Iqbaal di matanya. Terlebih saat Iqbaal tengah marah. Sasa menyukai ekspresi datar lengkap dengan tatapan sinisnya.
"Kalo menurut gue nih ya, elo mending cari cowok lain aja deh. Yang lebih normal gitu dari Iqbaal."
Mata Sasa langsung membulat tajam menatap layar ponselnya yang di penuhi wajah Airin. "Jadi maksud lo, Iqbaal abnormal gitu?!" tanya Sasa ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...