Instinct -25

9.9K 1.4K 54
                                    

"Udah ganteng belum, Bun?" Iqbaal kembali merapikan kemeja kotak abu-abunya. Ia berdiri tegap di depan Rike yang menatapnya takjub.

"Udah ganteng. Gantengnya udah maxi, nggak bisa ditambah lagi, Sasa pasti jantungan liat kamu hari ini," jawab Rike yang diakhiri dengan kekehan pelan.

"Bunda bisa aja."

Ini sudah dua minggu pasca Iqbaal masuk rumah sakit. Laki-laki itu terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya, dan rencananya bulan depan pen di tangannya akan dilepas.

Hari ini, ia sedang ada janji jalan-jalan dengan Sasa.

Mengingat gadis itu membuat senyum manis tercetak di wajah tampannya. Ia sadar kalau hatinya mulai mencair karena bukti cinta dari Sasa. Selama seminggu di rumah sakit, gadis itu selalu datang. Kadang selepas pulang sekolah sampai jam sembilan, kadang juga jam lima setelah mengerjakan PR.

Seminggu penuh arti bersama Sasa, membuat Iqbaal mengerti tentang cinta yang sesungguhnya. Bukan kata-kata manis atau dengan mengatakan I love you. Cukup selalu ada dan memberikan perhatian dengan tulus, semua itu yang dilakukan Sasa padanya. Gadis itu bahkan sempat tidur di rumah sakit. Tepatnya ketiduran, sambil menggenggam erat tangannya.

Dari genggaman itu, Iqbaal tahu apa yang Sasa rasakan setiap bersamanya.

Sayang dan takut... kehilangan.

"Udah sana pergi, kasian Sasa nanti nungguin." Rike menepuk pelan kedua bahu Iqbaal dengan senyum lebar.

Iqbaal mengangguk, lalu mencium punggung tangan Rike. "Assalamualaikum." pamitnya.

"Wa'alaikumsalam," balas Rike sambil mencium lembut kening Iqbaal.

***

Sasa baru saja menutup pintu rumahnya saat mobil SUV yang biasa digunakan Raffi berhenti di depan pagar rumahnya. Sasa melangkah dengan cepat menghampiri mobil itu dan melihat Iqbaal baru saja turun untuk membukakan pintu.

"Gue pikir pake motor," ujar Sasa sambil menunjukkan helm yang sejak tadi dia tenteng di tangan kirinya.

Iqbaal memperlihatkan luka bekas operasi di tangannya sambil tersenyum. "Masih agak nyeri kalo dipake naik motor."

"Oh iya," Sasa mengangguk mengerti, menyimpan helmnya di dalam pagar.

"Makasih," katanya sesaat setelah masuk mobil dan Iqbaal menutup pintu.

Rencananya, Iqbaal hanya ingin mengajak Sasa jalan-jalan, naik wahana sepeda air yang ada di dekat pantai. Iqbaal sengaja mengajak Sasa kesana, karena dia tahu Sasa suka hal-hal lucu dan cantik.

Dan salah satu tempat favoritnya dulu.

"Bulan depan temenin gue sama Bunda ke rumah sakit, ya, mau lepas pen." Iqbaal melirik Sasa sekilas, lalu kembali fokus pada jalanan yang cukup ramai.

Sasa segera mengangguk sambil memasukkan roti ke dalam mulutnya. "Nggak usah lo minta juga, gue bakal ngintilin." Sasa terkekeh, meraih cokelat silverqueen dan memakannya sampai pipinya menggembung lucu.

Iqbaal melirik Sasa yang tidak berhenti makan sejak ia melajukan mobilnya. Tangan kirinya terangkat, mengacak rambut Sasa gemas. "Makan terus!" Iqbaal tertawa pelan dan kembali fokus pada jalanan.

"Biarin. Katanya, lo suka kalo pipi gue tembem, biar bisa dicubit-cubit," balas Sasa sambil memasukkan lagi potongan cokelat kedalam mulutnya.

"Tapi jangan banyak-banyak makan cokelat, nanti sakit gigi."

"Kan ada lo, gue tinggal cubitin lo aja kalo sakit gigi sambil nangis."

"Ya gue lari."

"Gue kejar."

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang