Instinct -14

11K 1.4K 116
                                    

Saat bel istirahat berdering nyaring Sasa segera mengemasi buku-bukunya dan menyimpannya dalam tas. Ia harus menemui Iqbaal dan memastikan kalau Iqbaal memakan bekal yang dia buatkan tadi.

"Eh! Mau kemana?" tanya Feby cepat saat melihat Sasa buru-buru pergi dari kursinya.

Sasa menoleh dan tersenyum. "Mau ketemu jodoh," jawab Sasa .

Airin menghela napas dan beranjak dari duduknya. Ia sudah hafal dengan sikap Sasa yang sekarang. Biasalah, namanya juga lagi fall in love.

"Kita tunggu di kantin ya," kata Lea, membuat langkah Sasa kembali terhenti.

Sasa menggeleng cepat. "Nggak usah. Gue mau nemenin Iqbaal makan." balasnya.

Sasa melangkah keluar dari kelas. Dia harus cepat menemui Iqbaal dan memastikan kalau Iqbaal memakan bekal buatannya.

Baru saja Sasa turun dari tangga. Kedua matanya sudah menemukan keberadaan Iqbaal. Senyumnya melebar dan tangannya melambai ke atas dengan harapan keberadaannya akan diketahui kedua mata Iqbaal.

"Iqbaal!" Sasa berteriak nyaring.

Dan Iqbaal yang mendengar teriakan itu berhenti dua detik sebelum memutar balik tubuhnya untuk menghindari Sasa. Iqbaal sedang tidak ingin bertemu gadis itu sekarang.

"Stop!" Sasa berdiri tepat di depan Iqbaal dengan tangan direntangkan untuk menghalangi jalan Iqbaal.

Iqbaal mendengus sebal. "Kenapa sih?" tanya Iqbaal tidak santai.

"Bekal dari gue udah dimakan?"

"Belum."

"Kok belum?" alis Sasa bertaut dalam.

"Gue mual kalo makan makanan dari lo." Iqbaal menggaruk alisnya dengan jari telunjuk.

"Alergi gue," jawab Iqbaal ketus.

Bibir Sasa mengerucut mendengar jawaban. Dia tidak sakit hati sih mendengarnya. Cuma kesal karena Iqbaal belum memakan roti buatannya.

Iqbaal mencoba mengalihkan pandangannya dari Sasa. Entah kenapa, dia merasa tidak tega melihat wajah kecewa yang Sasa tunjukkan, terlebih saat Sasa menundukkan kepalanya.

Iqbaal menghela napas dan meraih tangan Sasa. Dia tahu kalau perlakuannya akan membuat Sasa merasa menemukan harapan darinya. Tapi, harus Iqbaal akui kalau dia tidak suka melihat wajah Sasa cemberut seperti itu.

"Ya udah gue makan, ayo!" Iqbaal menarik Sasa menuju kelas.

Sasa tiba-tiba membeku digandeng Iqbaal seperti itu. Kakinya lemas seperti jeli dan jantungnya serasa mau pecah saking cepatnya berdetak. Ini pertama kalinya Iqbaal menggenggam tangannya dengan cara lembut.

Sampai di depan kelas Iqbaal meminta Sasa menunggu di tempat duduk panjang yang terbuat dari semen, sementara ia mengambil kotak bekal yang tadi diberikan Sasa padanya.

Dan Sasa mengangguk.

***

Sasa meraih ponselnya sambil menunggu Iqbaal mengambil bekal. Merapikan sedikit rambutnya, lalu kemudian memotret dirinya yang dirasa sangat cantik. Hatinya berbunga saat ini dan dia kehilangan kata-kata.

"Narsis banget sih," cibir Iqbaal yang baru saja duduk di samping Sasa dan meletakkan kotak makan di tengah-tengah mereka.

Sasa tersenyum lebar dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku. "Namanya juga cecans."

"Cecans kalo diliat dari pucuk monas pake sedotan buntu." ejek Iqbaal dengan nada ketus yang menghina. Sama sekali tidak enak didengar.

Sasa meninju pelan bahu Iqbaal dan tertawa renyah. "Kang lawak lu ya sekarang? Cie udah bisa ngelawak!" godanya sembari menoel pipi Iqbaal.

Instinct [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang