Deru ombak pantai terdengar merdu di telinga Sasa. Gadis itu menatap sunset yang memperlihatkan keindahannya di ujung laut lepas. Tadi, setelah puas bermain sepeda air, Iqbaal mengajaknya ke sini untuk melihat sunset.
"Baal, makasih buat hari ini," Sasa menatap Iqbaal terang-terangan, wajah Iqbaal terlihat lebih indah karena paparan cahaya jingga. Kedua matanya berbinar terang dan membuat perasaan Sasa menghangat.
Iqbaal menghela napas, mengaitkan jari kelingking kirinya dengan jari kelingking Sasa. Tatapannya lembut, memancing Sasa untuk tersenyum lagi dan lagi.
"Gue yang harusnya terima kasih sama lo." Iqbaal memberikan kecupan di kening Sasa secara tiba-tiba dan membuat gadis itu langsung memejamkan mata di tengah rasa terkejutnya
Tidak ada yang menampik lagi perasaan itu. Baik Iqbaal maupun Sasa sama-sama tahu bagaimana perasaan mereka sekarang. Iqbaal bahkan berani memperlakukan Sasa layaknya seorang kekasih yang amat dicintainya, dan mengklaim gadis itu sebagai miliknya meskipun status mereka tidak lebih dari teman.
"Makasih buat semuanya. Arti cinta yang lo tunjukin ke gue buat gue sadar, kalau nggak semua rasa sayang itu berarti cinta." jeda sejenak. "Gue pernah merasa jadi orang paling bodoh di dunia karena mengabaikan lo. Gue pikir, lo sama kayak yang lain, cuma dekat sama gue karena kasihan sama gue yang sekarat karena kanker," ungkap Iqbaal lirih.
Sasa melingkarkan tangannya di lengan Iqbaal dan bersandar sepenuhnya pada Iqbaal. Ia mulai bertanya-tanya tentang sikap Iqbaal hari ini setelah sebelumnya memintanya berhenti dan menjauh. Sikap Iqbaal yang manis seperti ini malah membuatnya tidak pernah berhenti untuk tetap menyukai Iqbaal.
"Kenapa lo selalu minta gue berhenti mencintai lo, tapi sikap lo seolah nggak bolehin gue pergi dari lo?" tanya Sasa tiba-tiba.
Hening. Iqbaal hanya diam memikirkan pertanyaan Sasa barusan. Ia sendiri bingung dengan dirinya, dia ingin Sasa pergi, tapi hatinya kekeh mempertahankan Sasa di sisinya.
"Kita pulang, yuk! Sunsetnya udah habis." Iqbaal melepaskan tangan Sasa dari lengannya dan kembali menggenggam tangan gadis itu seperti sebelumnya.
Sasa menatap Iqbaal kecewa tak mendapat jawaban sesuai harapannya. Helaan napasnya terdengar sampai ketelinga Iqbaal yang membuat laki-laki itu tersenyum tipis.
Setelah sampai di parkiran, Iqbaal membukakan pintu seperti biasa sambil mengulas senyum untuk mengusir wajah kecewa yang ditunjukkan Sasa.
***
Sudah dua puluh menit Danu duduk di teras rumah Sasa, menunggu gadis itu pulang dari acara jalan-jalannya dengan Iqbaal. Mendengar nama Iqbaal, hatinya mencelos cemburu. Apa yang sudah terjadi beberapa minggu lalu bukan sepenuhnya salahnya. Ada campur tangan orang lain yang juga membenci Iqbaal karena dekat dengan Sasa.
Satu hal yang harus orang lain tahu, Danu tidak seberandal yang terlihat. Coba pikir saja, darimana Danu mendapatkan preman-preman itu kalau dia saja orang baru di kota ini.
Menyesal? Sedikit. Yang membuatnya menyesali semua perbuatannya adalah sikap Sasa minggu lalu, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana tatapan kecewa gadis itu untuknya. Dan itu menyakiti hatinya.
Kepala Danu yang semula tertunduk, kini terangkat saat mendengar suara mobil berhenti di depan pagar rumah Sasa. Senyum tipis tercetak di wajahnya yang manis saat melihat Sasa turun dan mengibaskan rambut yang diakhiri dengan tawa.
Gadis itu terlihat melambaikan tangannya saat mobil SUV hitam yang mengantarnya pergi. Danu berdiri, merapikan buket bunga yang dia bawa khusus untuk Sasa.
"Ngapain lo di sini?" tanya Sasa setelah menutup pagar dan berjalan mendekat padanya.
"Aku mau minta maaf." Danu menyerahkan buket bunga yang berada dalam genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instinct [Completed]
Fanfiction"Kanker otak stadium akhir." Ketika mendengar vonis dokter, Iqbaal sudah tahu dunianya akan berubah sepenuhnya. Terlebih ketika ia mencoba bertanya lebih tentang penyakit itu dan penjelasan dokter semakin membuatnya jatuh. Iqbaal mencoba kuat, tapi...