Malam ini, seperti malam-malam biasanya, aku membiarkan jariku menari di atas sebuah layar. Layar yang hanya bisa kusentuh dan kulihat. Tanpa bisa kurasakan.
Tunggu. Apa yang baru saja kukatakan? Tak bisa kurasakan? Ah aku salah. Bahkan cahaya dari layar ini bisa membuat jantungku hampir lepas. Deretan kata yang tertulis di layar ini bisa melukis senyum di bibirku bahkan ketika air mata baru saja membasahi pipiku.
Kau tak pernah tau. Apakah itu benar? Salah. Kau tau semuanya.
Kau kira aku tak tau apa yang sebenarnya coba kau katakan. Kau salah. Aku paham. Bahkan, apa yang bahkan tidak kau inginkan untukku mengerti. Aku mengerti.
Setiap kata yang kautuliskan. Kau memberiku harapan lagi. Ya harapan tanpa ujung.
Berapa kali kau bilang kau membuat ribuan bunga mekar. Dan kau, memvonis dirimu sendiri. Lucu. Kau tetap melakukannya, kau tau?
Setiap malam yang kita lewati. Berulang kali aku katakan. Kita habiskan malam dengan percakapan, meski tanpa suara.
Andai kau tau. Aku bahkan membuat sebuah ruang bicara untuk diriku sendiri. Untuk mengungkapkan kata yang tak bisa kuungkapkan padamu. Aku sanggup. Sebenarnya, aku sanggup. Tapi keadaan membuat kata itu tak mungkin kuucapkan untukmu.
Kamu. Kau. Dirimu. Ah apalah itu.
Apapun aku menyebutnya, musim gugur. Musim gugur yang indah, ketika aku berjalan dan sebuah bunga mekar datang padaku. Musim gugur yang indah, yang membuat semua orang berharap akan kehangatan mentari setelahnya. Namun, hanya dingin dari salju yang hadir.
Apapun aku menyebutnya. Kau, kamu, dirimu adalah satu. Satu yang kutambahi kata hanya sebelumnya.
Tidak. Aku tidak meminta lebih. Karena aku juga satu. Aku hanya satu yang kau tambahi kata salah diantaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai bisa
PoetryKarena perasaan mudah untuk tertiup angin dan menghilang, biarkan aku menuliskan dan mengenangnya