Penyesalan selalu datang di akhir. Aku sekarang menyesal. Apakah ini akhir untuk kita? Kuharap begitu. Atau, kuharap juga tidak.
Kau tau? Hati itu mudah berubah dan lebih mudah dibanding air mendidih di dalam sebuah wadah.
Haha. Ini tidak lucu.
Mengapa semakin aku mencoba menghindari tatapan matamu semakin saja aku tersakiti. Bodoh. Mengapa harus aku yang tersakiti? Aku ini aneh.
Aku yakin sesuatu yang bernama kesempatan dan dia akan datang sekali. Tidak tidak. Dia mungkin akan terulang dalam waktu yang lama. Apakah kau yakin dengan waktu selama itu kau masih mengingat ini semua? Tidak.
Beberapa kali ingatanku berputar pada kata "selamanya" yang beberapa kali kau ucapkan padaku. Setitik keraguan yang semakin lama kian menyebar di dalam dadaku. Lihatlah kita yang sekarang, apa kau yakin kita bisa selamanya mempertahankan ini? Untuk sekarang saja, berapa kali kita sama-sama terluka?
Sore ini sudah berapa kali aku sangat puas karena terlihat sangat dingin di depanmu? Namun, berapa kali juga aku merasa bersalah melakukan seperti ini? Aku jahat. Ya aku tau.
Rutuki saja aku dengan kata jahat dan aneh. Atau mungkin dengan kata tidak konsisten. Aku memang begitu. Aku tidak akan mengelak.
Bahkan detik ini, aku merutuki tulisanku. Aku tak yakin seseorang yang membaca ini bisa mengerti apa yang aku ceritakan. Tanpa alur dan tanpa makna.
Dalam hatiku tiba-tiba saja berteriak; kau yakin tulisan ini tanpa makna?
Semua tentang dirimu tiba-tiba datang bersamaan dengan hujan yang sedikit demi sedikit membasahi bumi.
Terimakasih atas warna baru yang kau berikan di hidupku. Aku sampai detik ini belum tau warna apa yang kau beri untukku. Seperti warna-warna yang sebelumnya, aku tak akan tau warna apa itu hingga semuanya berakhir.
Dan
Aku berharap aku mengetahui warna yang kau berikan padaku setelah satu dari kita pergi dari dunia.
Kata "selamanya" bukan hanya bualan. Aku mengharapkannya
DisA
Malang, 2 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai bisa
PoesíaKarena perasaan mudah untuk tertiup angin dan menghilang, biarkan aku menuliskan dan mengenangnya