Meratapi nasib di bawah guyuran hujan, aku melakukannya lagi.
Entah apa yang terjadi, mentari muncul dan memberikan pelangi.
Jujur, aku membenci warna yang ada dalam hidupku. Aku hanya mencintai kelabu
Kau akan bertanya "mengapa?"
Karena, ketika aku mengetahui warna yang ada dalam hidupku, sebuah kisah telah berakhir.
Seperti kita.
Kita yang dulu saling mengisi malam. Kita yang dulu aku perjuangkan di setiap matahari terbit dan terbenam. Kita yang dulu saling menatap lekat mata kita.
Aku sudah menemukan warnanya. Bersama dengan mentari yang terbenam di senja hari, cerita ini telah usai. Kau tau warnanya? Oranye. Seperti langit senja yang membawa pergi indahnya sinar mentari, namun setia bersama langit dan hamparan air laut.
Dan ada sebuah cerita lagi.
Ketika kita diam tanpa aksara. Ketika kita diam tanpa tatapan mata. Ketika aku berusaha mencari jalan dari labirin kata "kita".
Aku sudah menemukan warnanya. Coklat. Sealami kuatnya kayu dari pepohonan yang perlahan menjadi rapuh dan patah. Dan perlahan juga menjadi kelam.
Sekarang sebuah cerita sedang berjalan lagi.
Di tengah sebuah kaca yang retak, ada tangan yang membantuku menghindar dari serpihannya.
Di tengah sebuah alunan perasaan yang sumbang, ada tangan yang membantuku mencari nada darinya.
Dan aku berharap, suatu hari aku menemukan warna dari cerita ini sekuning mentari yang ceria menemani dunia dengan setia.
Setelah itu, kita akan membuka cerita baru. Entah dengan siapa dan entah berakhir seperti apa.
Aku berterimakasih pada warna yang memberikanku lukisan kehidupan.
Terimakasih untukmu, yang melukis sebagian dari hidupku.
Malang, 11 Maret 2017
DisA
-Bersama kenangan dua sumpit, dua sendok, dua sedotan, dan makan siang yang indah-
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai bisa
PoetryKarena perasaan mudah untuk tertiup angin dan menghilang, biarkan aku menuliskan dan mengenangnya