Bab. I

6.3K 176 2
                                    

Hai readers, untuk cerita ini hanya akan menggunakan PoV dari Vania dan Author aja. Tentunya cerita ini akan di private di beberapa bab.

Oke, selamat membaca. Maaf typo bertebaran.



*********


Hai, perkenalkan nama aku Vania Abimaya Baskoro. Aku anak angkat om Dirga Baskoro. Semenjak kedua orangtuaku meninggal dunia dan istrinya om Dirga diusir dari rumahnya karena ketahuan selingkuh, om Dirga-lah yang merawatku. Meskipun om Dirga adalah saudara ayahku, tapi aku tetap memanggilnya Daddy.

Daddy sangat menyayangi aku seperti anak kandungnya sendiri. Semua permintaanku pasti diturutinya. Aku dibesarkan dengan harta yang melimpah, tidak pernah kekurangan apapun. Daddy memiliki usaha otomotif yang bekerjasama dengan perusahaan otomotif asal bunga sakura. Kekayaannya jangan ditanya. Di usiaku yang masih muda saja, Daddy sudah menyiapkan sebuah butik untuk aku kelola. Makanya Daddy memintaku untuk kuliah di salah satu jurusan di fakultas ekonomi. Alasannya biar ngak dikadalin anak buah sendiri.

Sebenarnya aku ingin kuliah di tempat lelaki yang aku cintai, tapi apalah dayaku, Daddy tidak mengizinkan. Ditambah lagi aku yang tidak pernah menyukai pelajaran biologi. Semuanya hafalan, bisa-bisa nanti rambut cantikku ini langsung rontok karena keseringan menghafal nama latin itu. Bahasa Inggris saja pas-pasan apalagi bahasa latin.

Ngomong-ngomong mengenai lelaki yang aku cintai, dia adalah Ramadhan Akbar. Panggilannya Rama. Orangnya jangan ditanya, udah pasti ganteng, kaya, baik hati dan cuek banget. Dia adalah lelaki pertama yang membuatku jatuh hati dan mungkin juga yang terakhir. Aku hanya ingin Rama yang menjadi suamiku kelak. Meskipun Rama sering menolak perasaan cintaku secara terang-terangan. Aku tetap tidak akan mundur.

Sudah tiga tahun aku mengejar cintanya, tapi ya begitulah selalu ditolak. Aku dan Rama itu berbeda dua tahun. Kami dulu satu sekolah saat SMA. Dia itu seniorku. Dulunya aku itu cupu atau nama lainnya nerd. Selalu di bully hanya Rama lah yang mau menolongku. Sejak saat itu aku bertekad akan berubah dan menjadi cantik.

Aku ingin Rama memandangku sebagai seorang perempuan yang menarik. Bukankah lelaki selalu tertarik dengan wanita cantik dan seksi. Tapi entah mengapa Rama masih tetap tidak melirikku. Padahal diluar sana banyak sekali lelaki yang ingin jadi pacarku.

Malam ini Rama akan mengikuti balapan liar lagi. Jiwa muda Rama sama seperti Daddy. Makanya Daddy membiarkan Rama mengikuti balapan itu. Daddy memang sering mencari para pembalap pemula di arena balapan liar, agar sedikit demi sedikit anak-anak muda itu tahu wadah yang cocok untuk menyalurkan bakat mereka. Ya, mengubah dengan cara perlahan. Jadilah Rama dan beberapa orang diutus untuk mengikuti balapan itu dan diwajibkan menang. Jika ada yang bisa mengalahkan mereka, otomatis akan direkrut oleh Daddy.

Malam ini aku memakai kaos tanpa lengan dan rok pendek. Tak lupa juga aku memakai jaket, karena udara malam yang menusuk tulang. Aku memacu mobilku ke jalan banteng yang memang sering dijadikan arena balapan liar.

Daddy bukanlah tipe ayah yang suka mengekang anaknya. Dia selalu memberikan aku kebebasan. Jadi keluar tengah malam seperti yang aku lakukan sekarang sudah menjadi hal yang lazim untuk Daddy. Tentunya setelah aku berhasil mendapatkan sabuk hitam di karate. Hahaha. Jika tidak maka Daddy tidak mungkin setenang itu melepasku.

Setelah sampai di arena balapan aku langsung mengedarkan pandanganku mencari sosok Rama. Ah, ternyata dia sedang mengobrol dengan Jonathan. Kalian pasti sudah kenal dengan Jo, dia itu sahabatnya Rama. Kemana-mana selalu berdua, seperti kembar identik, upin dan ipin. Samar-samar aku mendengar percakapan mereka.

"Sabtu ini. Gunung Singgalang."

"Oke."

Ternyata mereka ingin mendaki gunung. Aku langsung merangkul tangan Rama.

"Rama. Lo mau manjat gunung yah?" ucapku manja. "Aku ikut yah." lantas aku mengedip-ngedipkan mata, memohon agar diizinkan ikut.

Tapi seperti biasanya, Rama langsung melepaskan rangkulanku. "Ram..." ucapku tidak suka. Sampai kapan Rama akan selalu menolakku. Tidak tersentuhkah dia dengan perjuanganku selama ini.

"Vania. Lo itu kapan bisa move on dari gue?" tanyanya sarkatis.

"Selama lo belum punya istri. Gue akan selalu ngejar lo, Ram." jawabku tegas tanpa ragu sedikitpun.

"Jo, kunci motor." Jonathan melemparkan kunci motor dan Rama pergi meninggalkan balapan.

"Ram! Rama!" teriakku keras.

"Maafin gue Van, tapi lo harus move on dari gue" teriaknya.

Aku berteriak kesal. "Aarrgghh! Rama! gue itu cinta sama lo, kenapa lo ngak peka sih!"

Aku mendengar gelak tawa seseorang. Siapa lagi kalau bukan Jo. Aku mendelik kesal padanya. Siapa juga yang tidak kesal jika ditertawakan.

"Jo, bantuin gue dong jadian sama Rama." rengekku sambil menarik-narik bajunya. HAHAHA. Aku memang labil, sebentar kesal sebentar manja, jadi jangan heran.

Kalau tadi aku yang kesal, sekarang giliran Jo yang kesal. "Ogah gue bantuin lo, Van. Bener tuh kata Rama. Lo itu harusnya move on aja."

"Ngak bisa Jo."

"Ck. Ngak bisa atau ngak mau?"

"Dua-duanya Jo." Kekehku. Ya, selain karena ngak bisa move on, juga karena ngak ada lelaki yang seperti Rama. Dia itu calon menantu idaman semua mertua. Buktinya Daddy sayang banget sama Rama. Nah, kalau Rama ngak hobi nolak aku, udah pasti aku dan dia jadi kita. Habis itu kami nikah deh.

Jonathan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kegigihanku selama tiga tahun ini. "Terserah lo deh. Gue mau balik dulu." Kemudian dia udah menghilang dari padanganku. Sebel! Ngak Rama, ngak Jo sama aja. Suka kabur kalau aku deketin. Dasar kembar botak!

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang