Bab. 29

1.9K 111 6
                                    

Vania memrkirkan mobilnya di garasi lantas mengunci diri di dalam kamarnya. Vania membuka ponselnya. Tidak ada satupun pesan atau panggilan tak terjawab dari Jo.

Vania kembali menangis hingga dia kelelahan dan tertidur. Vania baru terbangun pukul dua siang, dia terburu-buru mengambil wudhu dan kemudian sholat. Selasai sholat dan mengadu kepada Allah SWT, Vania kembali memeriksa ponselnya.

'Nihil.'

'Kelihatannya lo bahagia banget gue batalin pernikahan ini!'

'Segitu ngak pentingnya gue!'

'Untuk apa lo lamar gue, kalau ternyata lo juga cinta sama itu cewek!'

'Dasar cowok! Dimana-mana sama aja!'

Vania melempar ponselnya di atas kasur. Dia kembali tidur. Tak dia pedulikan suara berisik di luar kamarnya.

Vania kembali terbangun setelah adzan ashar berkumandang. Dia lantas mandi dan sholat.

Vania kembali memeriksa ponselnya dan ternyata sudah mati.

'Yah, baterainya habis'

'Kenapa lo harus kecewa Van? Palingan dia udah lupa sama lo'

'Dasar cowok jahat!'

"Vania, buka pintunya. Kamu belum makan siang, nanti magh kamu kumat. Makan dulu nak. Ini Daddy sudah bawakan makanannya." Pak Dirga terus mengetuk pintu kamar Vania.

Vania ingin segera mengadu pada ayahnya tapi dia tak mau membuat ayahnya khawatir.

Ayahnya benar, seharusnya dia sudah makan siang tapi perutnya benar-benar tidak lapar.

"Daddy mau kemana?" Vania membuka pintu kamarnya dan terheran melihat penampilan rapi dari sang ayah.

"Mau ke pernikahan relasi bisnis, kamu temani ya. Tapi habiskan dulu makanannya." Pak Dirga tak tega melihat mata Vania yang bengkak karena terlalu banyak menangis.

"Acaranya jam berapa Dad?" Vania menerima nampan makanan yang diberikan Pak Dirga.

"Habis isya. Tapi nanti akan ada tukang rias yang mendadani Vania. Daddy yang pesankan supaya anak Daddy yang cantik ini semakin cantik."

Vania hanya mengangguk. Dia sedang patah hati dan tidak berniat peka dengan sekitar. Vania kembali menutup pintunya setelah ayahnya pergi.
Ditatapnya makan tadi. "Gue tetap harus makan!"

Vania di dandani setelah sholat maghrib. Sang perias memberikannya kebaya lengkap dengan aksesorisnya.

"Kenapa harus pakai melati Mbak?" tanyanya heran. "Kayak mau nikahan aja." Otaknya mulai berfungsi, merangkai setiap keanehan yang diabaikan olehnya.

Keramaian yang tiba-tiba di rumahnya, baju ayahnya yang sewarna dengan kebayanya yang berwarna biru dan bunga melati ini.

"Bukannya Mbak Vania memang akan menikah setelah isya ya?" tanya periasnya bingung. Dia memang diminta untuk merias pengantin.

Vania menatap sang perias tak percaya.

"Aku? Menikah? Dengan siapa?" tanyanya tak percaya.

Jo masuk ke dalam kamarnya bersama Pak Dirga. Pria itu menggunakan pakaian berwarna senada dengannya.

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang