Bab. 19

1.5K 91 1
                                    

Author PoV

"Ini pesanan kamu." Jo meletakan seporsi mie goreng seafood dan segelas cokelat panas.

Vania yang sedaritadi sibuk menghapus airmatanya yang terus mengalir, mendongakkan kepalanya. Di hadapannya Jo berdiri sambil tersenyum hangat. Lelaki itu masih menggunakan seragamnya.

"Aku sebenarnya ingin menghapus airmata kamu, Van. Tapi sayang, kita belum muhrim. Jadi kamu hapus sendiri dulu ya." Jo memberikannya sapu tangan berwarna hitam kepadanya.

Vania mengambil sapu tangan itu dan menghapus airmatanya cepat. "Dulu waktu aku nangis, kamu ngak ngelarang aku nyender di bahu kamu?!"

"Dulu sebenarnya mau aku tolak, tapi kamunya mengenaskan. Jadi aku biarkan." jawab Jo santai. Sifat menyebalkannya kembali muncul.

Vania melemparkan sapu tangan Jo ke tubuh lelaki itu. Dia kesal! Ingin sekali menyakar wajah menyebalkan di hadapannya itu.

"Ya! Dulu aku mengenaskan, sekarang pun masih mengenaskan!" teriaknya kesal. Lelaki ini tidak bisa sedikit saja bersimpati padanya.

"Menikah denganku maka akan aku buat kamu melupakan Rama." ucapnya datar. Seolah-olah pernikahan bukanlah hal yang serius.

"Apa kamu mencintaiku? Sehingga kamu sangat ingin aku menjadi istrimu?" Vania menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak." Jo menggeleng yakin.

"Lantas kenapa kamu mau menikah denganku?" Vania menyipitkan matanya, menatap Jo curiga.

"Menikah itu sunah Rasulullah."

"Tapi kenapa harus aku?" Vania masih tidak puas dengan jawaban Jo.

Jo mengaruk tengkuknya. Dia malu untuk mengatakan alasannya memilih Vania.

"Hanya ingin saja." jawab Jo berusaha terlihat cuek.

"Aku tidak mau menikah denganmu. Aku tidak mencintai kamu dan kamu juga tidak mencintaiku. Jadi untuk apa kita menikah." Vania melipat tangannya di dada, menyatakan ketidaksetujuannya.

"Begini saja, beri aku waktu sebulan untuk membuat kamu lebih mengenal diriku. Jika dalam sebulan kamu masih tidak tertarik dengan lamaranku, maka aku tidak akan memaksamu lagi. Bagaimana?" tawar Jo lagi.

"Ngak mau. Aku tidak berencana menikah dalam waktu dekat ini. Jika kamu sebegitu kebelet ingin menikah, cari saja perempuan lain."

"Oh bilang saja kamu takut jatuh cinta padaku, makanya menolak. Ck. Pengecut." Jo sengaja menyentil ego Vania, gadis itu tidak suka ada yang menantangnya.

"Baik! Sebulan, cuma sebulan waktumu, tidak ada penambahan waktu dan aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu." Vania mengacungkan telunjuknya ke muka Jo.

Jo mengangguk setuju. "Bersiaplah untuk menjadi istriku." ucapnya penuh keyakinan. "Sekarang makan makananmu dan jangan lupa sholat. Aku turun." Jo berlalu dari hadapan Vania.

Vania memukul jidat berulang kali. "Vania bodoh! Bodoh, bodoh, bodoh! Aaa... kenapa gue malah setuju. Nanti kalau gue jatuh cinta beneran, masa harus nikah muda sih. Daddy...! Vania ngak mau nikah muda..."

Kruyuk... perutnya tiba-tiba berbunyi. "Bodo ah! Sekarang makan dulu."

Iya, semudah itu Vania teralihkan dari masalahnya. Sogok saja dengan makanan maka yang lain hilang.

Vania memakan makanannya dengan lahap.

"Masih pinter aja si Jo masaknya. Wah bakalan kenyang cacing-cacing gue kalau nikah sama dia."

*****

Maaf yah sedikit, soalnya aku lagi kehilangan ide... bagi yang suka jangan lupa vote yah...

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang