Bab. 13

1.6K 104 2
                                    

Pagi-pagi sekali, Vania sudah sibuk mematut jilbabnya. Sejak selesai sholat subuh, Vania sudah mengganti beberapa kali model hijabnya, dari yang paling sederhana hingga paling rumit, tapi masih saja dia merasa belum sesuai.

Ini kali pertama dia berhijab, jadi dia tidak ingin terlihat jelek. Hijab yang dipakainya adalah hijab pemberian Jo. Tapi jangan berpikir bahwa Vania berhijab karena Jo.

Seminggu setelah Jo memberikan hijab kepadanya, Vania mengalami pelecehan. Saat itu, dia baru pulang dari memeriksa butiknya, memang sudah agak larut. Lingkungan sekitar sudah mulai sepi dan entah mengapa mobil kesayangannya tiba-tiba mati padahal dia baru mengisi BBM.

Vania sendiri meskipun memiliki ayah yang bergelut dibidang otomotif tapi dia nihil pengetahuan tentang mesin. Akhirnya setelah mencoba menghidupkan mobil beberapa kali, Vania memutuskan menghubungi Jo. Untunglah Jo bersedia menolongnya. Jo bahkan berpesan agar Vania tidak keluar dari mobilnya hingga Jo datang. Awalnya Vania menurut untuk tidak keluar tapi karena Jo yang begitu lama, Vania nekad memeriksa mobilnya seorang diri.

Vania membuka kap mobilnya yang ternyata mengeluarkan asap. Tanpa dia sadari dua orang preman datang menghampirinya. Seorang preman meraba pahanya dari belakang. Vania refleks menangkis tangan itu. Dia berteriak marah.

"Eh jangan lancang yah lo!"

Bukannya tersinggung, para preman itu malah tertawa. "Alah! Ngak usah sok suci deh lo! Paha lo kan emang buat dipamer, dipegang dikit aja marah." Dua orang preman itu memandang Vania dengan tatapan penuh nafsu.

Vania memasang kuda-kuda, siap menghadapi dua orang preman itu. Tapi Jo keburu datang bersama teman-temannya. Karena melihat itu dua orang preman tadi langsung kabur.

"Mbak, tidak apa-apakan?" tanya seorang teman Jo. Mereka datang berlima termasuk Jo.

"Iya, ngak apa-apa Mas. Terimakasih sudah datang."

Sedangkan Jo malah sibuk memeriksa mesin mobil Vania. Mukanya merah padam, menahan amarah. Jo mengambil tabung air dari dalam tas yang disandangnya, mengisi tangki air mobil Vania. Setelah beres dan mobil bisa dihidupkan, Jo menyuruh temannya untuk pulang.

"Masuk!" Jo membuang nafasnya kesal.

Vania menunduk dan segera masuk ke pintu penumpang. Dia tahu mengapa Jo marah padanya. Pakaian yang dipakainya memang pendek, meskipun tidak terlalu pendek tapi tetap memamerkan pahanya.

Jo duduk di bangku pengemudi dan meletakkan ranselnya di bangku penumpang bagian belakang kemudian memberikan jaketnya pada Vania. Entah ini jaket keberapa yang diberikannya pada Vania.

"Tutup itu paha. Ayam aja pamer pahanya setelah mati. Itupun bukan kemauannya sendiri. Masa kamu kalah sama ayam." ucap Jo kesal.

Dulu dia mungkin tidak akan menegur Vania. Tapi setelah melihat Vania diganggu preman, dia tidak akan lagi tinggal diam. Vania harus memperbaiki cara berpakaiannya.

Vania terkejut disamakan dengan ayam, unggas yang menjadi makanan kesukaannya. Mulutnya sampai menganga tak percaya.

"Kamu ngertikan maksud ayat itu? Itu kewajiban seorang wanita muslim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu ngertikan maksud ayat itu? Itu kewajiban seorang wanita muslim. Perintahnya datang dari Allah langsung, untuk menjaga kehormatan kalian para kaum wanita dari pandangan kaum pria. Bukan untuk mengekang kebebasan kalian."

Vania tidak menjawab, dia hanya bisa menunduk malu. Selama ini tidak ada yang berani menegurnya secara langsung seperti Jo.

Setelah beristigfar, Jo baru melajukan mobil. Sepanjang jalan Vania disibukkan dengan perintah menutup aurat itu. Sementara Jo berharap dengan adanya peristiwa itu, Vania bisa lebih menjaga dirinya dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang wanita muslim.

Setibanya di rumah Vania, Jo kembali berujar.

"Aku tidak bermaksud menggurui kamu, apalagi merendahkan harga dirimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak bermaksud menggurui kamu, apalagi merendahkan harga dirimu. Tapi ketahuilah, aku menginginkan kebaikan untuk dirimu. Bantu juga kaumku untuk tidak menambah dosanya dengan tidak menampakkan auratmu."

Rasanya Vania ingin menangis saking bersalahnya. Dia berjanji tidak akan membuka auratnya lagi.

Melihat Vania yang hanya diam, Jo memutuskan memanggil Mbak Ijah dan Mbak Een.

"Saya titip Vania yah, Mbak. Assalamualaikum." Jo mengambil ranselnya dan meninggalkan rumah Vania.

Setelah Jo pergi, Vania langsung menangis sekeras-kerasnya, hingga Mbak Ijah dan Mbak Een kebingungan menghentikan tangisnya yang seperti anak kecil itu.

Sejak saat itu, Vania mulai membeli beberapa hijab untuk digunakannya.

Setelah banyak model yang dicobanya akhirnya Vania memutuskan untuk menjulurkannya saja dan memberi bros. Sederhana. Itulah kata yang pantas disematkan kepada Vania.

"Bismillah..." Vania mengambil tasnya dan kunci mobil, dia siap berangkat ke kampus. Setelah berpamitan dengan ayahnya, Mbak Ijah dan Mbak Een, Vania melajukan mobilnya.

Mbak Ijah dan Mbak Een tersenyum senang. Putri kecil yang mereka rawat dulu telah berubah.

"Semoga Non Vania dan Mas Jo berjodoh yah, Jah." celetuk Mbak Een.

"Aamiin. Akupun juga berharap begitu. Non Vania banyak berubahnya. Aku suka lihat dia yang sekarang. Rajin sholat sama ngajinya. Ditambah lagi sudah berhijab."

Mbak Een mengangguk setuju. Pak Dirga pun juga ikut serta mengamini doa kedua asisten rumah tangganya itu.

******

Assalamualaikum... gimana? Readers doain mereka berjodoh juga ngak???

Hihihi kalau aku sih doain banget, biar Rama dan Pagi adem ayem yah...

Jangan lupa vote dan comment nya...

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang