Author PoV
Sepulangnya Jo, Vania menatap pembantunya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Mbak, aku memang tidak tahu caranya bersyukur." Airmatanya pun jatuh semakin deras. Mbak Ijah mendekap gadis itu dengan erat.
Selama ini Vania tidak pernah berpikir apa yang orang lain rasakan, hidupnya berkecukupan dan itu membuatnya lalai untuk mensyukuri nikmat Allah.
Benar yang dikatakan Jo, semua yang dimilikinya sekarang adalah hak Pagi. Dialah yang sepatutnya berada di panti asuhan. Dia yang terlalu serakah sehingga tak mau berbagi. Sudah sepantasnya dia mengembalikan semua yang dimilikinya sekarang.
"Sudah Non, jangan nangis terus." Mbak Ijah tak mau berkomentar apapun. Masalah ini bukan ranah urusannya kecuali jika Vania meminta pendapatnya.
Perlahan tangis Vania mulai mereda, dia tidak lagi terisak-isak.
"Ajari Vania bacaan sholat Mbak. Vania mau sholat." Vania menatap Mbak Ijah dengan mata sendu.
"Baik Non." Mbak Ijah tersenyum yakin, bahwa cepat atau lambat majikannya ini akan lebih taat terhadap perintah Allah.
**********
Hari terus berganti menjadi minggu. Gadis bernama Vania itu sudah bisa menjalankan shalat lima waktunya sendiri. Meskipun hafalan surat pendeknya masih sedikit tapi gadis itu terus berusaha menghafalnya.
Vania memang belum bisa membaca Al-Qur'an menggunakan tulisan arab, dia masih tahap belajar iqra' tapi dengan adanya tulisan latin, membuatnya termudahkan dalam menghafal bacaan sholat.
"Bagaimana penampilan Daddy?" tanya Pak Dirga dengan semangat yang lebih menggebu dari biasanya. Hari ini adalah hari pernikahan putra sahabatnya sekaligus kakaknya Rama, Rahmat. Di pernikahan itu Pak Dirga akan bertemu dengan anaknya, Pagi secara langsung untuk yang pertama kali.
"always handsome, Dad." Vania mengacungkan dua jempolnya. Pak Dirga memang tampan dengan setelan batik yang dipakainya.
Mereka berdua melajukan mobil ke arah pesantren, tempat diselenggarakan pernikahan dan walimah.
Dari kejauhan Pak Dirga mencari Rama. Semalam Pak Dirga sudah berpesan pada Rama untuk berada disekitar putrinya. Tujuannya agar Pak Dirga punya alasan untuk berkenalan dengan putrinya itu.
Vania yang melihat Rama, lebih dulu berlari ke tempat Rama dan teman-temannya. "Rama!" Teriak gadis itu memanggil Rama. Dia lantas memeluk lengan Rama.
"Van, lepas." Rama menarik tangannya.
Vania lupa, bahwa Rama bukan untuknya. Dia terlalu sering bertingkah manja pada Rama. Meskipun Rama tak pernah suka dengan sikapnya itu. Kini mau tidak mau, Vania harus merubah sikap dan perasaannya.
Pak Dirga yang melihat Vania bersama Rama, ikut menyusul putrinya itu.
"Boss." Rama menjambat tangan Pak Dirga.
"Vania sayang, kamu jangan gangguin calon kakak ipar kamu dong. Nanti kalau kakak kamu cemburu bagaimana?" Pak Dirga tahu, bahwa perkataannya itu akan menyakiti hati putri angkatnya itu. Tetapi dia pun harus tegas terhadap sikap Vania yang seperti itu.
Vania menatap Pagi dengan tatapan tak suka. Meskipun sulit dia mencoba untuk ikhlas.
Pak Dirga menatap dengan tatapan penuh rindu pada anak kandungnya, Pagi.
"Gadis-gadis cantik ini siapa Ram?" Pak Dirga tak membuang kesempatan untuk berkenalan langsung dengan anaknya.
"Oh maaf boss, kenalkan yang itu Mbak Nisa. Kakaknya Jonathan." Rama langsung mengenalkan kedua orang perempuan itu.
"Nisa, Pak." Mbak Nisa pun menjabat tangan Pak Dirga.
"Wah kamu beruntung Jo, punya kakak yang cantik." ucap Pak Dirga. Jo hanya tersenyum geli. Sedangkan Mbak Nisa tersipu malu.
"Nah, kalau itu Pagi. Teman satu kampus saya."
Pak Dirga menatap Pagi dalam dan lama. Beliau ingin sekali mengatakan bahwa dia adalah ayahnya. Ayah kandung Pagi. Tapi kalimat itu takkan bisa dia ucapkan saat ini juga.
"Boss." Rama memegang lengan Pak Dirga. Ah, Pak Dirga lupa bahwa terlalu lama menatap wajah anaknya.
"Ah ya maaf. Saya Dirga Baskoro, ayahnya Vania dan boss-nya Rama." Pak Dirga mengulurkan tangannya. Tapi Pagi menangkupkan kedua tangannya.
Pak Dirga tidak tersinggung, justru malah sangat bangga bahwa anaknya sangat menjaga dirinya sebagai seorang perempuan, sesuai syariat islam.
"Pagi, Pak." Pagi tersenyum pada Pak Dirga.
"Nama yang cantik, sama seperti orangnya." Pak Dirga sekuat tenaga menahan agar airmatanya tak jatuh.
"Dad." Vania yang melihat ayahnya seperti itu, mencoba menenangkan dengan mengelus lengan ayahnya. Vania juga sedih melihat rasa rindu seorang ayah terhadap anaknya yang begitu besar tapi tak dapat disampaikan.
"Oh ya kita belum berkenalankan. Aku Vania Baskoro, panggil saja Vania." ucap Vania mencoba mengubah situasi.
"Pagi." gadis itu menjabat tangan Vania.
"Dad, ayo kita makan." Vania mengamit lengan ayahnya. Dia tak bisa membiarkan ayahnya terus menahan semua rasa yang sedang berkecamuk di hati dan membuat Pagi semakin kebingungan dengan sikap ayahnya.
"Oh ayo sayang."
"Maaf kami mengganggu. Silahkan dilanjutkan obrolannya." Vania menarik ayahnya ke tempat makanan."
Diam-diam, Pak Dirga menghapus air mata yang mengalir keluar. Sebentar lagi, Pagi akan mengetahui siapa dia yang sebenarnya. Sabar, dia hanya perlu sabar.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEARCH (COMPLETE)
Romans*PENCARIAN "Aku mengejar dia tapi aku mendapatkan kamu. Aku kehilangan dia tapi aku menemukan kamu." ~Vania~ "Tuhan punya cara unik menyatukan sepasang manusia dalam takdir. Begitupun dengan kami." ~Jo~ Cerita ini akan menceritakan tentang penca...