Bab. 3

1.9K 98 1
                                    

Seperti yang dibilang Jo kemarin kalau hari ini Rama akan datang di wisuda gadis yang dicintainya. Meskipun patah hati, aku harus datang dan melihat sendiri siapa gadis itu. Aku berdiri tak jauh dari Rama. Dia sedang disibukkan dengan anak-anak kecil.

"Rama." panggilku. Hari ini aku memakai kebaya pendek dengan rok batik dan membawa setangkai bunga.

"Di ujung koridor itu Ren." kata Rama pada seorang anak lelaki. "Jo, tolong lo bawa adik-adik kesana. Gue mau ngomong bentar sama Vania."

Jonathan mengangguk. "Ayo, ikut Mas Jo." ucap Jo mengajak anak-anak itu.

"Lo kenapa ada disini?" tanyanya sedikit ketus.

"Gue udah tahu semuanya Ram. Lo suka cewek yang bernama Pagi kan?" Jangan heran, aku tau nama gadis itu dari Jo tadi pagi karena kalau aku tidak bertemu Rama, aku bisa mencarinya sendiri.

"Aku janji ini terakhir kalinya aku mengejar kamu. Aku, aku cuma ingin melihat gadis yang kamu sukai seperti apa." Aku menatapnya penuh harap. Ya benar, jika aku melihat bahwa gadis itu lebih pantas untuk Rama dibandingkan aku maka aku akan melepasnya.

"Oke. Setelah itu lo berhenti bersikap seperti ini." ucapnya tegas. Aku mengangguk.

Aku berjalan cepat menyusul Rama yang berjalan lebih dulu.
"Aauuww" teriakku. Aku terjatuh karena berjalan terlalu terburu-buru. Sungguh memalukan. Untung saja hak sepatuku tidak patah. Aku mencoba bangkit, tapi pergelangan kakiku terasa sakit, sepertinya keseleo.

"Lo kenapa Van?" tanyanya.

"Gak apa-apa, cuma keseleo." Aku meringis kesakitan. Rama lantas membantuku berdiri. "Gue kayaknya gak bisa jalan sendiri deh Ram. Boleh gak gue bertopang sama lo?" tanyaku harap-harap cemas. Sungguh ini beneran sakit.

Rama mengangguk. Bagaimana aku bisa move on dengan cepat, kalau dia sebaik ini.

"Thanks Ram." aku tersenyum dan mengamit lengannya.

Dari jauh aku bisa melihat gadis yang bernama Pagi itu. Dia bersama Mas Rahmat dan seorang ibu-ibu. Dia, gadis berhijab. Wajahnya cantik dan teduh. Pakaiannya tertutup dan sederhana tapi tampak menarik ditubuhnya. Dia juga gadis yang lemah lembut dan penyayang. Aku dapat lihat dari interaksinya dengan anak-anak kecil yang bersama Rama dan Jonathan tadi. Inikah sainganku. Aku jadi bingung cara mengalahkannya.

Entah bagaimana aku dapat melihat ada cinta segitiga diantara Rama, Mas Rahmat dan gadis itu. Jelas terlihat dari cara Rama bersikap. Ah, ternyata Rama juga merasakan apa yang aku rasakan. Sakitkan Ram. Aku memberinya ucapan selamat dan bunga yang sengaja aku beli tadi tanpa memperkenalkan siapa diriku. Biarlah gadis itu berasumsi sendiri. Setelahku, Rama yang memberi ucapan selamat.

"Selamat. Akhirnya lo wisuda juga" ucapnya datar.

"Terimakasih Ram." Gadis itu tersenyum tipis. Karena suasana yang mulai awkward aku mengajak mereka berfoto. Tak nyaman juga dengan sikap mereka berdua yang terlihat memiliki masalah pribadi. Aku ini orang yang sangat peka jika berhubungan dengan Rama.

"Ayo, kita berfoto!" ajakku. Rama yang memang membawa kamera, menjadi fotographer dadakan kami. Sebenarnya aku ingin bertanya, apa gadis itu memiliki banyak saudara atau mereka itu para tetangganya. Sedaritadi mereka sangat akrab dengan gadis itu.

Puas dengan berfoto, mereka semua hendak pulang. Total dengan mobil Mas Rahmat, ada tiga mobil yang membawa rombongan mereka.

"Lo bawa mobilkan?" tanya Rama sebelum masuk ke mobilnya.

"Iya." aku mengangguk.

"Kalau gitu gue duluan. Hati-hati di jalan." Kemudian Rama melajukan mobilnya. Mobil Jo dan Mas Rahmat sudah pergi lebih dulu.

Aku menatap mobil Rama hingga tak terlihat lagi. "Apa bisa aku menyerah dengan hatiku Ram? Sedangkan aku tak tahu cara membenci kamu."

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang