Bab. 27

1.7K 95 1
                                    

Sejak kemarin Vania belajar mencuci piring dan pakaian bersama Mbak Ijah dan Mbak Een. Walaupun tidak terbiasa tapi dia mampu menyelesaikannya.

Vania menghirup udara sebanyak-banyaknya, menghilangkan grogi karena harus 'bertarung' dengan ibunya Jo. Seperti janjinya kemarin, sehabis kuliah dia harus menemui calon mertuanya itu.

hari ini dia hanya punya satu mata kuliah yang harus dihadiri. Itupun dimulai pukul delapan. Alhasil pukul sebelas dia sudah berada di depan pesantren. Sebelumnya Vania sudah mengirimkan pesan pada ibunya Jo bahwa dia sudah sampai.

"Bismillah." Vania melajukan mobilnya hingga terparkir di tempat parkir pesantren ini.

Ibunya Jo ternyata sudah menunggunya.

"Assalamualaikum Bu." Vania mencium punggung tangan Ibu Jo.

"Waalaikumsalam. Kamu tidak ada kuliah lagi?"

"Tidak Bu. Hari ini hanya ada satu mata kuliah, jadi Vania bisa lebih awal menemui Ibu."

Ibu Jo mengangguk. "Ibu kira kamu bolos."

Vania cuma bisa meringis.

"Ya sudah, ayo ikut Ibu."

Vania berjalan di belakang, dia tak ingin duluan karena tak tahu jalan, juga tak ingin sejajar sebab khawatir dikira sok dekat.

Mereka masuk ke dalam gedung yang memiliki kolam mengalir.
"Ada ikannya." celetuk Vania. Dia baru pertama kali melihat ikan hidup dari dekat. Wajar saja, Vania tidak pernah ke pasar, kolam, akuarium atau tempat sejenis. Jikapun melihat ikan hidup, dia melihat dari televisi.

"Vania. Ayo, sini."

"iya Bu." sedikit berlari Vania akhirnya berdiri di samping Ibunya Jo. Di depannya terpampang berbagai bahan makanan yang belum diolah.

"Kamu disini, bukan Ibu jadikan pembantu. Ibu cuma mau mengajari Vania caranya memasak makanan. Jadi jangan salah paham dan mengadu yang tidak-tidak pada Jo."

Lagi-lagi Vania harus meringis. Sebegitu burukkah image-nya. Sehingga hanya ada pikiran negatif di kepala cantik calon mertuanya ini.

"Tidak akan Bu. Meskipun saya tidak memiliki ibu, tapi ayah saya tidak pernah mengajarkan saya untuk menjadi tukang adu domba orang lain, apalagi diantara ibu dan anak."

Ibunya Jo tersentak. Dia sama sekali tidak bermaksud berkata begitu, hanya saja dia berpikir anak manja seperti Vania pasti akan kesulitan mengikuti arahannya dan lantas mengadu seperti anak manja pada umumnya.

Beberapa orang yang berada lebih dulu di ruangan itu hanya diam sambil mengerjakan pekerjaan mereka. Semuanya perempuan, berdasarkan wajah Vania mengira usia mereka diatas 25 tahun. Ada yang memotong ikan, menggoreng kerupuk, mengaduk rendang dan mencuci sayur. Tidak ada yang terlihat tertarik dengan kehadirannya.

"Bagus kalau begitu. Sekarang coba kamu potong wortel ini tipis-tipis seperti batang korek api. Ibu mau keluar sebentar."

Vania hanya bisa mengangguk dan lantas memandang lesu pada sebaskom besar wortel. Entah berapa kilo wortel yang akan dia potong.

"Ini harus gue apain dulu?" Vania mengambil sebuah wortel yang tampak segar dan mencoba memotongnya.

"Ya ampun, wortel aja sekeras ini." Lagi, Vania mengeluh.

"Mbak, wortelnya jangan langsung dipotong. Digerus dulu kulitnya lalu dicuci, setelahnya baru dipotong. Potongannya juga tidak sebesar itu." Tegur seorang wanita yang tadi membersihkan sayur. Tampaknya dia sudah selesai dengan pekerjaannya.

"Oh maaf Mbak. Saya ngak pernah motong wortel sebelumnya."

"Ayo saya ajari, biasanya tugas memotong sayuran saya tapi ngak tahu kenapa hari ini Ibu Ratmi menyuruh saya jaga didepan. Ternyata ada Mbaknya." Wanita itu tersenyum ramah.

"Anu... Ibu Ratmi siapa ya?"

"Hahaha. Oalah Mbak, Ibu Ratmi itu yang tadi nyuruh Mbak motong wortel."

"Jadi nama ibunya Jo, Ratmi." gumamnya.

"Mbak kenal sama anaknya Bu Ratmi?" Wanita itu terkejut dan entah kenapa tampak sangat bahagia. "Oh ya saya Diah, mantan santri disini. Sekarang kerja disini, ngurusin asrama putri." lanjutnya.

"Saya Vania, masih mahasiswi, calon istrinya Jo." Entah mengapa Vania merasa perlu menegaskan posisinya kepada Diah. Dia tak suka melihat wanita itu tertarik dengan Jo, sangat tidak suka.

Oh lihatlah sekarang wajah Diah yang tiba-tiba memucat.

"Jadi saya disini karena disuruh belajar masak, supaya bisa masakin makanan kesukaan Jo." Vania semakin semangat memanas-manasi. Padahal dia sendiri tidak tahu makanan kesukaan pria itu. Ingatkan dia untuk bertanya pada Jo.

"hmm begitu..." sahut Diah lesu.

"Jadi sekarang saya harus gimana Mbak Diah, bisa tolong dicontohkan." Vania mengambil wortel baru untuk digerus kulitnya. Dia menunggu aba-aba dari Diah.

Diah mencontohkan hal-hal apa saja yang harus dilakukan, dia bahkan membantu Vania untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Vania jadi merasa bersalah karena sudah memanas-manasi Diah dengan mengaku sebagai calon istrinya Jo. Tapi, kenyataannya memang begitu kan?

Karena dikerjakan berdua, pekerjaan itu lebih cepat selesai dari yang seharusnya. Ibu Ratmi kembali setelah adzan zuhur berkumandang. Sedari tadi sudah beberapa pria mondar mandir mengambil masakan yang sudah matang. Wortel memang tidak dihidangkan untuk makan siang, karena itulah Vania yang mengerjakannya.

Semua orang berkumpul di mesjid yang ada di lingkungan pesantren ini, melakukan sholat dzuhur berjamaah termasuk Vania. Makan siang baru dimulai setelah selesai sholat. Santriwan dan santriwati makan di ruang makan terpisah.

Vania juga turut membantu menyiapkan makanan untuk para santriwati. Dia baru tahu kalau Ibu Ratmi, calon mertuanya itu kepala koki di pesantren ini. Pantas saja mertuanya tidak rela mendapatkan menantu yang tidak bisa memasak seperti dirinya.

Vania dan yang lainnya baru bisa makan setelah semua santriwati mendapatkan makan siangnya. Dia tidak lagi secanggung saat bertemu pertama kali, ada banyak cerita yang dia bagi dengan mereka yang bekerja di dapur tadi.

Ibu Ratmi pun tampak mendekatkan diri padanya. Vania tentu tidak menyiakan kesempatan itu.

Sebelum maghrib Vania sudah disuruh pulang oleh Ibu Ratmi. Tetapi, diwajibkan datang kembali besoknya, besoknya lagi hingga calon mertuanya itu yakin dengan kemampuan Vania mengurusi anaknya nanti.

Vania tentu tidak akan menyerah begitu saja, karena dia tidak akan berpura-pura lagi, tidak tertarik dengan Jo.

SEARCH (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang