Jaehyun mempercepat langkah kakinya ssesaat setelah turun dari mobilnya, diikuti dengan Chaeyeon yang berjalan di sampingnya. Dengan tergopoh-gopoh laki-laki itu berjalan menuju Emergency Room. Chaeyeon yang sedari tadi berusaha meredam kekhawatiran Jaehyun terus saja menggenggam jemari suaminya itu. Ya, tadi setelah mendapatkan telepon kalau ayahnya masuk Rumah Sakit, Jaehyun langsung pergi ke sana. Sarapan yang tadi mereka makan pun belum habis setengahnya, juga rencana liburan yang seketika harus dibatalkan. Hanya satu yang terpikirkan semoga ayahnya baik-baik saja.
Chaeyeon semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Jaehyun. Diperjalanan menuju Rumah Sakit Jaehyun bilang ayahnya tidak punya riwayat penyakit apapun selama ini, pria itu tampak selalu sehat. Dia juga tidak pernah mengeluhkan apapun pada Jaehyun atau ibunya. Ayahnya memang pekerja keras, nyatanya ia bisa membawa Shinhan sampai sebesar ini. Dan kejadian seperti ini memang tidak pernah sama sekali ada dibayangan Jaehyun.
Ekor matanya langsung mencari ibunya dan ayahnya saat pintu kaca Emergency Room terbuka. Tak berapa lama Jaehyun dan Chaeyeon bisa menemukan ibunya yang sedang duduk menangis di samping ayahnya yang terbaring lemah memakai masker oksigen di salah satu bed pasien. Jaehyun langsung memeluk ibunya. Ini terasa lebih berat dari yang ia bayangkan. Manusia tidak pernah tahu dia yang benar-benar sehat bisa saja terbaring sakit tanpa aba-aba.
Jaehyun merasa benar-benar ketakutan jika terjadi sesuatu pada ayahnya. Rasa khawatirnya tidak juga hilang sampai saat seorang dokter wanita menghampiri mereka dan menjelaskan keadaan ayahnya.
"Tuan Jung mengalami sinkop atau pingsan sebenarnya banyak faktor penyebab, tapi berdasarkan beberapa pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan, hasil ECG-nya menunjukkan kalau ada gangguan pada irama jantungnya atau Aritmia namanya," jelas dokter itu.
"Apa keadaannya buruk?" tanya ibu Jaehyun dengan suara bergetar.
"Kami belum bisa memastikan, karena memang Aritmia akan mengganggu kerja listrik jantung secara perlahan dan serangan terjadi tidak terduga. Jadi harus dirawat inap dan diobservasi hasil ECG dan Echocardiography-nya selama beberapa hari. Kami juga sudah memberikan obat anti aritmia dan anti hipertensi untuk saat ini."
Jaehyun semakin merasakan lemas pada kakinya. Bisa saja kemungkinan terburuk terjadi karena kata dokter serangannya tidak terduga yang berarti bisa menyebabkan kematian karena gangguan listrik jantung. Chaeyeon yang semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Jaehyun pun sama. Ini yang pernah ia rasakan beberapa tahun yang lalu saat ibunya didiagnosa Kanker Serviks stadium akhir dan sudah menyebar ke organ dalam lainnya. Semuanya seperti sebuah pukulan keras baginya.
Dokter yang merawat ayah Jaehyun pun meninggalkan mereka setelah menjelaskan semuanya pada Jaehyun dan keluarganya. Laki-laki itu tidak bisa lagi menahan sesak di dadanya, ia berjalan menjauh menuju lorong Emergency Room dan mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat vending machine. Sedangkan Chaeyeon sekarang ganti menenangkan ibu mertuanya yang tidak berhenti menitikkan air mata.
Beberapa saat Jaehyun menyendiri dan berusaha mengontrol dirinya sendiri, kemudian ada seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya erat. Jaehyun menoleh, mendapati senyuman Chaeyeon yang percaya atau tidak membuat hatinya jauh lebih menghangat. Chaeyeon lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Jaehyun.
"Aku tahu ini berat untuk kita semua," ujar Chaeyeon. "Karena hidup kita tidak melulu soal senang-senang. Tuhan kadang berusaha adil pada manusia."
"Its still hard for me," jawab Jaehyun.
"Jae, do you remember? I vowed to laugh with you in good times and struggle alongside you in bad times," Chaeyeon menatap mata Jaehyun. Manik mata yang biasanya terlihat kuat dan menghipnotisnya, kini ia melihat ada sesuatu yang menyakitkan di sana.
Jaehyun membalas tatapan mata Chaeyeon. Kemudian ia mendapatkan senyuman yang menenangkan dari wanita itu sekali lagi.
"It's my promise to you, Jae."
*
*
*
*
Jaehyun keluar dari ruang rapat dan berjalan bersama Yuju menuju elevator. Mulai seminggu yang lalu ia yang akan memegang kendali perusahaan menggantikan ayahnya untuk sementara. Jaehyun tahu tugas ini tidak mudah. Meskipun ia sudah bekerja dan menitih karir dari di Shinhan beberapa tahun rasanya sangat berat saat berada pada jabatan tertinggi. Ia harus benar-benar mendedikasikan dirinya untuk perusahaan, tidak ada lagi main-main. Karena jabatannya sekarang menaungi ratusan staff dan karyawan yang nasibnya ada di tangan Jaehyun.
Jaehyun membuka pintu ruangannya, ini ruangan lamanya karena ia tidak mau pindah ke ruangan ayahnya. Jaehyun sadar bahwa jabatannya sekarang hanya sementara waktu, meskipun pada suatu saat nantinya jabatan Direktur Utama akan ia pegang juga. Ia menjatuhkan punggungnya pada kursi kerjanya, rasanya semua masalah berkumpul jadi satu di kepalanya, beban di pundaknya juga semakin terasa berat.
Ia terlonjak saat mendengar ketukan pintu. Dan saat Yuju masuk entah kenapa Jaehyun merasa sedikit lega.
"Lagi-lagi kita dapat surat petisi dari beberapa pemegang saham yang tidak setuju atas kenaikan jabatanmu," Yuju meletakkan amplop coklat di atas meja Jaehyun.
"Apa memang seharusnya aku mundur saja ya?" tanyanya pada Yuju.
"Jae, are you crazy? Kamu anak kandung Pak Direktur, kamu yang berhak mendapatkan kuasa atas Shinhan dari ayahmu. Mereka dengan kurang ajarnya menolak dirimu untuk menggantikan posisi sementara sebagai Direktur. Jae, mereka berusaha mengkudeta dirimu! Kalau kamu tidak bisa bertahan maka Shinhan akan berakhir."
Yuju tahu Jaehyun berada di posisi yang sulit. Beberapa hari yang lalu saat Jaehyun memimpin rapat dewan direksi untuk pertama kalinya, para laki-laki tua itu setuju-setuju saja atas jabatan Jaehyun sebagai direktur sementara, bahkan mereka memberikan selamat. Dan sekarang mereka malah mengirimkan surat petisi agar Jaehyun meninggalkan jabatannya. Di dunia ini masih ada saja orang yang berusaha menusuk dari belakang. Sungguh mereka semua adalah orang-orang yang naif dan jahat menurut Yuju.
"Jangan pernah melepaskan jabatan ini, Jae. Kamu bisa melakukan semuanya, meskipun mereka bilang kamu tidak pantas," sekali lagi Yuju menegaskan. Dan kemudian gadis galak sekretarisnya itu keluar ruangannya.
Jaehyun memijat pelipisnya yang terasa seperti dihantam batu besar. Ia memikirkan apa yang Yuju katakan barusan. Ya, Shinhan sekarang ada di tangannya dan ia yang bertanggung jawab atas semua yang ada di Shinhan. Kalau ia berhasil ditendang dari jabatannya sekarang maka Shinhan akan berakhir dan jatuh ke tangan yang salah. Jaehyun tidak mau semua usaha keras ayahnya selama ini hancur begitu saja.
Kemudian Jaehyun melangkah keluar ruangannya, ia bilang pada Yuju kalau dia akan ke coffee shop di lantai dasar dan akan segera kembali. Ya, Jaehyun butuh semacam kafein untuk mendinginkan pikirannya.
"Sendirian?" ujar seseorang yang menghampirinya saat berada di kasir untuk memesan Americano.
"Jiho."
"Ya, ini aku, Jae. Kim Jiho. Kudengar para pria-pria tua itu berusaha menurunkanmu dari jabatan Direktur sekarang. Mereka itu tidak tahu diri," ujar Jiho lagi. Jaehyun hanya mendengarkan gadis di sebelahnya itu bicara sambil menunggu pesanannya jadi. "Jae, aku bisa membantumu melawan mereka kalau kamu mau."
*
*
*
*
Another clifthanger? hahaha
YOU ARE READING
Meant To Be
ФанфикNo matter how impossible, unattainable, or unimaginable something may seem, if it's mean to be, it will be. meant to be. destined to exist. fated to be something. © chielicious, 2016