Chaeyeon menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya, kemudian memijat keningnya. Dia harus menyelesaikan banyak pekerjaan akhir-akhir ini, juga harus membagi waktu untuk berbagai persiapan pernikahannya. Chaeyeon mengangkat tangannya memainkan jemarinya di atas, dan benda berkilau yang ada di sana menarik perhatiannya. Kemudian dia memperhatikan benda itu lekat-lekat. Cincin pertunangannya yang tidak pernah ia lepas meskipun Chaeyeon kadang masih merasa keberatan dengan rencana pernikahannya dengan Jaehyun.
Sekarang ia menyentuh benda itu, mengusap dan memutar-putar di jarinya. Benda berwarna emas dengan hiasan berlian di tengahnya yang bertahta di jari manis tangan kirinya itu sebentar lagi akan berpindah tempat ke tangan kanan, dan digantikan oleh cincin lain yang akan sama dengan milik Jaehyun. Entah apa yang Chaeyeon rasakan sekarang, dia malah semakin gusar, kata orang ini adalah sindrom pra-nikah. Dia hanya tidak menyangka apa yang sudah digariskan oleh Tuhan untuknya akan seperti ini.
Masa lalunya dengan Jaehyun cukup membuatnya bersedih dalam waktu yang lama. Saat itu ia pikir Jaehyun benar-benar tulus mencintainya. Jaehyun juga memperlakukannya dengan sangat baik, membuat Chaeyeon jatuh cinta pada laki-laki itu. Bahkan ia senang karena Jaehyun orang yang mendapatkan first kissnya. Semua yang indah dan manis di awal ternyata hanyalah sebuah rencana untuk sebuah taruhan bodoh diantara Jaehyun dan teman-temannya. Saat ia tahu dia benar-benar merasa dibodohi.
Dan mulai saat itu ia akan menghindar sejauh mungkin dengan apapun yang berhubungan dengan Jaehyun. Meskipun hatinya sakit, ternyata masih ada cinta yang besar untuk Jaehyun yang membuatnya semakin menderita sendirian menahan perasaan. Ia tidak pernah lagi mengijinkan Jaehyun masuk ke dalam hatinya meskipun laki-laki itu berusaha sekeras apapun.
Chaeyeon sudah banyak berpikir karena hari pernikahannya sudah semakin dekat. Tentang hubungan mereka di masa lalunya, gigihnya usaha Jaehyun untuk membuatnya kembali, hingga seperti apa masa depan mereka setelah menikah. Ia tahu ia egois dengan menyakiti dirinya sendiri dan membohongi perasaannya, tapi ia juga tidak tahu apakah Jaehyun sudah pantas untuk menerima kepercayaannya kembali atau belum. Semua terasa menyesakkan saat dipikirkan.
Saat ini ia ingin berdamai dengan masa lalunya, ia harus mengalahkan semua ego yang ternyata lebih besar dari apapun. Dan ketika Jaehyun bilang bahwa dia akan terus menunggunya hingga ia jatuh cinta lagi pada Jaehyun, laki-laki itu tidak tahu kalau sebenarnya ia akan selalu jatuh cinta pada Jaehyun dan perasaannya tidak pernah berubah sejak dulu. Hanya saja Chaeyeon sering mengingkari fakta yang satu itu.
Lamunannya dibuyarkan oleh suara pintu yang terbuka, yang membuat Chaeyeon reflek menegakkan badannya. Dan ia merasa dikerjai saat tahu siapa yang membuka pintu, sekarang orang itu masuk dengan senyuman menyebalkan di bibirnya. Kebiasaan Jaehyun sejak mereka officially engaged, laki-laki itu jadi sering mengunjunginya, entah itu saat jam makan siang sambil membawakan makanan, atau hanya untuk kabur dari schedule yang sudah dijadwalkan oleh Yuju. Dan kebiasaan buruk lainnya adalah Jaehyun tidak pernah mengetuk pintu saat hendak masuk ke dalam ruangannya.
Jaehyun langsung menghampiri Chaeyeon, memberinya sebuah pelukan dan kecupan singkat di dahi gadis itu. Kemudian dia berjalan ke arah sofa, dan membaringkan tubuhnya. Jaehyun bilang dia selesai meeting di luar kantor dengan Mark dan staffnya pagi tadi, dan daripada ia kembali ke kantornya lebih baik ia menghabiskan waktu di tempat Chaeyeon.
"Kita janjian ke rumah sakit pukul sepuluh kan?" tanyanya. "Masih ada setengah jam lagi, aku ingin tidur sebentar. Nanti bangunkan aku ya, sayang, kalau kamu sudah ingin berangkat."
Chaeyeon hanya menjawabnya dengan gumaman, lalu kembali fokus ke pekerjaannya untuk beberapa saat. Ia melirik jam tangan yang ia pakai, pukul sepuluh kurang sepuluh menit. Chaeyeon menghampiri Jaehyun, memperhatikan sebentar wajah tertidur calon suaminya. Ia baru sadar pagi ini Jaehyun mengenakan pakaian santai kemeja yang dilapisi dengan sweater berwarna abu-abu.
"Jae," Chaeyeon menepuk pelan pundak laki-laki itu. Jaehyun hanya menggumam pelan. "Bangun."
"Cium dulu."
Chaeyeon membelalakkan matanya. Bagaimana bisa Jaehyun meminta dia untuk menciumnya sedangkan Chaeyeon tidak pernah memulainya duluan. Dan terakhir kali Jaehyun hampir menciumnya saat berada di ruang baca rumahnya tapi digagalkan oleh mamanya beberapa waktu lalu.
"Aku tidak bisa bangun kalau kamu tidak menciumku."
Chaeyeon mendecak, "seriously, Jae, we are late. And you are not princess sleeping beauty."
"Of course, I'm not. I'm handsome not beauty, honey," Jaehyun selalu saja pandai berkilah. "Come on, you said, we are late, right?"
Damn, Jung Jaehyun! Chaeyeon sangat membencinya dan senyuman liciknya itu. Ini yang pertama dan terakhir kalinya ia yang bergerak duluan karena terlalu memalukan untuk Chaeyeon. Dengan cepat ia terpaksa bergerak mendekat dan mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi Jaehyun, sedangkan si pria tersenyum menang.
*
*
*
*
Mereka berdua berjalan di lorong dengan dinding putih sepanjang mata memandang. Setelah selesai mengisi form pendaftaran di administrasi, seorang perawat menunjukkan jalan pada mereka dimana ruangan pemeriksaan. Bukan untuk apa-apa sebenarnya, hanya general medical check-up dan konseling pra-nikah. Chaeyeon hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja, fisik maupun psikis mereka. Dia tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan, maka dari itu dia pergi konseling untuk melihat seberapa kesiapan mereka dan Jaehyun menyetujuinya.
Chaeyeon melihat form yang ia bawa, "harusnya aku mendaftarkanmu VCT juga."
"VCT apa?"
"Voluntary HIV Counseling and Test," jawab Chaeyeon.
Jaehyun langsung sewot dan cemberut, "ya ampun, sebegitu tidak percayanya kamu sama calon suamimu."
Chaeyeon terkikik, ya, dia hanya mengerjai Jaehyun sebenarnya. Tidak benar-benar serius dengan ucapannya. "Ya, mana aku tahu ternyata kamu suka one night stand saat aku di luar negeri."
"Seriously, Chae, aku memang brengsek dan punya banyak pacar dulu, tapi aku tidak berbuat sejauh itu. Aku masih bisa menahan nafsuku."
Dan tawa Chaeyeon meledak. Melihat Jaehyun yang berubah sebal, membuatnya tertawa lepas. Ia tidak tahu kalau laki-laki ini jadi menggemaskan saat marah. Chaeyeon jadi merasa agak bersalah. Kemudian dia mendorong punggung Jaehyun ke dalam ruangan pemeriksaanya. Mereka akan diperiksa di ruangan yang terpisah untuk medical check-up.
"I'm sorry. Aku hanya bercanda," ujar Chaeyeon sambil nyengir lebar. Dan Jaehyun sekarang sedang mengacak-acak kepala Chaeyeon untuk menyalurkan rasa sebalnya.
Lebih dari satu jam mereka berada di rumah sakit. Sudah tahu hasil pemeriksaan dan ngobrol banyak dengan dokter setidaknya membuat Chaeyeon lega. Jaehyun tiba-tiba saja menariknya mendekat hingga Chaeyeon jatuh pada rengkuhan badan Jaehyun yang lebih besar darinya saat sudah masuk ke mobil. Chaeyeon yang biasanya akan merasa risih dan meronta minta dilepaskan, kali ini ia diam saja menikmati suara detak jantung Jaehyun yang bisa ia dengar sekarang. Setelah itu tangan Jaehyun tidak mau melepaskan tangannya bahkan saat sedang menyetir.
"Sudah, kan? Tidak ada yang perlu dicemaskan lagi. Kamu punya aku yang siap memegang tanganmu, yang akan menangkapmu kalau kamu jatuh, yang siap meminjamkan pundak untuk menopang tanggung jawab, kita akan jalani semuanya bersama mulai dari sekarang sampai seterusnya."
*
*
*
*
Jangan ikutan baper ya gaes wkwkwk
😆😆😆😆😆😆
YOU ARE READING
Meant To Be
FanfictionNo matter how impossible, unattainable, or unimaginable something may seem, if it's mean to be, it will be. meant to be. destined to exist. fated to be something. © chielicious, 2016