TwentyThree: Like Usuall

7.5K 287 8
                                    

Setelah 1 minggu istirahat di rumah sakit, akhirnya Ify sudah diperbolehkan untuk pulang. Dan selama itu juga, Rio selalu mencari keberadaan Aren, namun entah dimana gadis itu bersembunyi. Keberadaan nya seperti ditelan bumi. Tak terjangkau. Bahkan Papanya langsung pulang ke Indonesia sehari setelah Ify dirawat di rumah sakit.

Om Arman pun terlihat begitu frustasi dengan perbuatan anak tunggalnya itu. Ia juga rela datang ke rumah sakit, dan meminta maaf langsung pada keluarga Rio. Terlebih pada Ify dan berjanji tidak akan membiarkan Aren mengganggu hidup mereka lagi.

********

Ify merebahkan tubuhnya di ranjang kamar. Ia benar-benar lelah fisik dan otak. Ify masih tak habis pikir dengan kelakuan Aren yang sungguh sangat berbahaya. Ify sampai heran, kenapa Om Arman yang sangat baik itu, punya anak sebejat Aren. Hmm Tuhan memang adil.

Tak lama setelah Ify berbaring, Rio masuk kedalam kamar. Ia susu disamping Ify, kemudian mengecup kening Ify dengan lembut.

"Sayang, ayo kita makan siang dulu. Tuh Mama lagi masak dibawah." Ucap Rio. Ify mengangguk kemudian berdiri. Setelah nya, mereka turun kebawa menuju ruang makan.

"Wahh makanan kesukaan Ify," sorak Ify semangat. Renatta terkekeh, ia memang sengaja memasak makanan kesukaan Ify dan Rio. Apalagi Ify baru keluar dari rumah sakit dan masih dalam masa pemulihan.

"Ayo Ma, kita makan." Ajak Ify. Renatta mengangguk dan duduk disamping Ify. Ify mengambil nasi untuk Rio terlebih dahulu, beserta lauk-pauknya, barulah ia mengambil untuk diri nya sendiri. Renatta tersenyum melihat ke harmonisan kedua anaknya.

"Enak nggak Fy?" Tanya Renatta. Ify mengangguk dengan mulut penuh makanan.

"Enak. Ify suka," ucapnya setelah berhasil menelan makanannya.

"Pelan-pelan makannya sayang," ucap Rio. Ify cengengesan gaje. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.

*********

Aren memandang pemandangan pantai dari jendela hotel. Sekarang, Aren sedang ada di Bali. Ia memilih Bali sebagai tempat persembunyian nya untuk sementara.

"Hmm sampe kapan yah gue bakalan sembunyi kayak gini?" Gumam Aren. Saat sedang asik menikmati pemandangan, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Aren segera beranjak dan membuka pintu tersebut.

"Sia--"

"Aren, pulang sekarang"

Belum sempat Aren menyelesaikan ucapannya, orang itu sudah lebih dulu memotong. Ia menunduk takut saat mendapati sang ayah berada dihadapan nya dan memandang Aren dengan tatapan tajam.

Arman segera menarik Aren keluar dari kamar. Kemudian menyuruh asistennya untuk membereskan pakaian Aren dengan cepat.

"Papa nggak habis pikir sama kamu Ren, Papa kira kamu udah berubah tapi ternyata? Sama saja! Pantas saja dari dulu Shilla tidak pernah suka berteman dengan kamu kalau ternyata kelakuan kamu begini."

"Cuma karena obsesi kamu pada pemuda itu, kamu jadi seperti ini. Kamu sudah sangat membahayakan nyawa orang lain. Untung saja mereka masih mau memaafkan kita. Kalau tidak? Mungkin sekarang Papa udah mendekam dipenjara." Ucap Arman. Aren terus menunduk takut, tak ingin melihat wajah sang Ayah.

"Papa ketemu sama mereka?" Tanya Aren takut-takut.

"Malam itu juga, Om Jams langsung telpon Papa dan kasih tau semuanya. Papa malu Ren, kenapa sih kamu harus ngelakuin itu? Bukan hanya satu kali kamu melakukan hal ini, dan berkali-kali kamu minta maaf kemudian berjanji untuk tidak akan lagi melakukannya. Tapi apa? Kamu cuma bisa ucap janji tanpa ditepati."

Crazy Love [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang