Jilid 11

659 14 0
                                    

Begitu melangkah masuk ia mendapat kenyataan, bahwa selama itu tidak terjadi perubahan dalam pertempuran itu. Whi Su Tiong masih tetap terempas-empis terdesak mepet pada dinding, hanya keadaannya sudah semakin payah. Bajunya sudah semakin compang-camping, sepatu kirinya sudah terlepas dan kuncirnya sudah tertabas, sehingga rambutnya berserakan di lantai.

In Kiat, Co Hun Ki dan Ciu Hun Jang, yang telah dapat meminjam senjata dari para pegawai rumah itu, berusaha sekuat-kuatnya untuk mendobrak rintangan si bocah yang kiri untuk menolong Whi Su Tiong, tetapi sampai sedemikian jauh mereka tetap tidak berhasil, bahkan lambat laun, karena desakan si bocah, mereka jadi terpisah semakin jauh dari Whi Su Tiong. Di fihak lain, Lauw Goan Ho sudah berulang-kali hendak mempergunakan kesempatan itu untuk merebut kotak besi itu. Tetapi si bocah yang kiri itu selalu dapat menghalang-halanginya mendekati Whi Su Tiong. Semakin keras ia menerjang, semakin keras pula ia terdampar kembali oleh ancaman senjata si anak, hampir-hampir ia sendiri kena dilukakan. Karena pengalaman ini, akhirnya ia terpaksa mengurungkan niatnya dan mundur, keluar dari kalangan pertempuran.

Melihat segala itu, Ie koankee jadi berpikir, "Ketika berangkat, majikan telah menyerahkan segala-gala kepadaku, jika sekarang tamu-tamu itu harus mengalami malu besar ini, muka majikan juga seakan-akan mendapat tamparan. Biarpun harus binasa, aku tak dapat mengantapkan orang she Whi itu dihina terus-menerus."

Setelah mengambil ketetapan ini, ia segera menuju ke kamarnya untuk mengambil goloknya "Ci Kim Pat Kwa To". Dengan membekal senjatanya ia kembali ke ruangan tamu dan segera berteriak, "Saudara-saudara kecil, jika kamu tidak mau berhenti dengan segera, janganlah mengatakan, bahwa kami, pihak Soat Hong San Chung, berlaku kurang sopan!"

Dua bocah kecil itu tidak menghiraukan seruannya, mereka meneruskan serangan-serangan mereka, tetapi si bocah yang kanan menjawab, "Majikan muda kami hanya menyuruh kami membawa surat, bukannya untuk berkelahi. Maka, asal dia mengganti mutiaraku, aku akan segera mengampuninya!" Sambil mengucapkan kata-kata ini ia melangkah maju dan segera berhasil melukakan pundak Whi Su Tiong sekali lagi.

Ie koankee sudah akan membuka suara lagi, ketika mendadak terdengar suara wanita yang merdu, sudah mendahuluinya. 'Ah, jangan berkelahi, jangan berkelahi. Aku paling tidak suka melihat orang mengangkat senjata dan menggerakkan kaki-tangan untuk saling menghantam."

Terpesona oleh nada suara yang empuk berirama itu, semua orang menengok ke belakang. Seorang gadis yang mengenakan baju kuning berdiri di ambang pintu. Putih bersih laksana salju yang baru turun warna kulitnya, matanya yang jernih menatap wajah semua hadirin di situ dan mulutnya senantiasa bersenyum menggiurkan.

Kecantikan gadis jelita ini bukannya terlalu luar biasa, tetapi murni dan bersinar suci, mempesona dan menarik, laksana batu permata yang tiada cacadnya.

Mereka yang berada dalam ruangan itu adalah orang-orang Kang Ouw yang sudah menjelayah ke mana-mana dan kenyang mengalami rupa-rupa kejadian. Tetapi berhadapan dengan gadis jelita itu, mereka merasa seakan-akan memasuki dunia lain. Tanpa kecuali, mereka jatuh di bawah pengaruh matanya yang suci dan agung itu dan merasa diri sendiri rendah serta kotor. Yang paling usil mulut pun tak berani berlaku kurang ajar terhadapnya.

Berbeda dengan yang lain-lain, dua anak itu tidak menghiraukan kedatangan si nona. Karena usia mereka yang masih terlalu muda, maka pikiran mereka pun masih sangat sederhana. Menggunakan kesempatan, ketika semua orang itu masih ternganga, dua bocah itu telah bergerak secepat kilat dan berturut-turut senjata-senjata orang-orang itu yang masih utuh sudah terbabat kutung semua.

"Sudahlah, sudahlah, saudara kecil, jangan membikin onar lagi. Lihat, bagaimana kau telah melukakan orang itu. Iiih, benar mengerikan," kata nona itu sambil bertindak maju untuk memisahkan.

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang