Jilid 49

455 13 0
                                    

"Ikut aku!" ia berkata dengan suara perlahan, tapi sangat menyeramkan. Sehabis berkata begitu, ia memutar badan dan berjalan pergi.

"Ayah!" berseru Yok Lan. "Dia adalah ...."

Biauw Jin Hong tak menyahut. Ia memang seorang yang tidak suka banyak bicara, terutama pada waktu ia sedang bergusar.

Sesaat itu, ia lihat Ouw Hui mengangsurkan tangan untuk menyekal puterinya.

"Binatang!" ia membentak sembari menyekal tangannya Ouw Hui.

"Lan ji," kata ia. "Kau tuggu di sini. Aku mau bicara sedikit dengan orang ini."

Sembari berkata begitu, ia menuding satu puncak gunung yang berada di sebelah kanan mereka. Puncak itu tidak setinggi Giok Pit Hong, akan tetapi kelihatannya banyak lebih berbahaya. Biauw Jin Hong lantas melepaskan cekalannya dan dengan menggunakan ilmu entengkan badan, berlari-lari ke puncak yang diunjuk olehnya.

"Lan," kata Ouw Hui. 'Aku harus menurut kemauan ayahmu dan pergi menemui ia. Kau tunggulah di sini sebentaran."

"Apakah kau suka meluluskan satu permintaanku?" tanya si nona.

"Jangan kata satu, biar seribu atau selaksa permintaan, aku pasti akan meluluskan," jawab si Rase Terbang.

Yok Lan menundukan kepalanya, sedang mukanya bersemu dudu. Selang beberapa saat, barulah ia berkata dengan suara sangat perlahan dan terputus putus, "Jika ayah ingin ... kau ... menikah dengan ... aku."

"Legakanlah hatimu," berkata Ouw Hui dengan suara tetap. "Peganglah bungkusan ini, peninggalan ibuku. Di kolong langit, tidak ada lain tanda mengikat pertunangan yang lebih berharga daripada bungkusan ini!"

Dengan kedua tangannya, Yok Lan menyambuti bungkusan tersebut, dan sebagai akibat dari hati yang sangat terharu, sekujur badannya nona Biauw jadi gemetaran. "Tentu saja aku percaya padamu," berbisik si nona. "Hanya aku kuatirkan adat ayah yang aneh. Jika ia gusar, jika ia maki atau gebuk kau, dengan memandang mukaku, aku minta kau suka mengalah"

Si Rase Terbang tertawa. "Baiklah," katanya. 'Aku berjanji akan turut segala pesananmu."

Ia mengawasi dan lihat jauh-jauh Biauw Jin Hong sedang mendaki puncak. Ouw Hui membungkuk dan mencium jidatnya si nona, akan kemudian berlalu untuk menyusul "Kim Bian Hud".

Ouw Hui menyusul dengan mengikuti tapak kakinya Biauw Jin Hong .Sesudah belok di beberapa tikungan jalanan gunung jadi semakin berbahaya, sehingga ia harus berlakuhati-hati supaya jangan terpleset dan jatuh kedalam jurang. Sesudah manjat lagi beberapa lama, selebar puncak tertutup es dan jalanan licin luar biasa. "Ah, dengan mengambil jalanan yang begini berbahaya, mungkin sekali Biauw Tayhi.ip ingin menjajal kepandaianku," kata ia dalam hatinya. Memikir begitu, lantas saja ia mengempis semangat dan menggunakan ilmu entengkan badan yang paling tinggi. Badannya lantas saja sepeiti melayang di atas es dan salju, jalanan semakin berbahaya, ia "terbang" semakin cepat.

Selang beberapa saat, ketika baru membiluk di satu tikungan, di dinding gunung, di atas satu batu besar yang menjulang ke atas, bagaikan satu pohon tua, berdiri seorang yang berbadan jangkung-kurus. Orang itu Biauw Jin Hong adanya.

"Bagus!" ia berkata dengan suara perlahan. "Naiklah, jika kau mempunyai nyali!"

Ouw Hui terkejut dan hentikan tindakannya. Biauw Jin Hong berdiri dengan membelakangi rembulan. Kedua matanya bersinar dan lapat-lapat dapat dilihat, bahwa mukanya menyeramkan sekali. Ouw Hui membuang napasnya yang agak sengal-sengal. Ia mengawasi "Kim Bian Hud" dengan rupa-rupa perasaan. Ia ingat, bahwa Biauw Jin Hong adalah musuh yang sudah membunuh ayahnya, akan tetapi ia juga adalah ayahnya Biauw Yok Lan. Selainnya begitu, dari Peng Ah Si ia mendapat tahu, bahwa "Kim Bian Hud" adalah seorang ksatria sejati, yang belum pernah berbuat apa-apa yang tercela terhadap mendiang ayah dan ibunya. Ia ingat, bahwa gelarannya Biauw Jin Hong adalah "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu", akan tetapi, hatinya sungkan menyerah kalah dan ingin sekali menjajal-jajal kepandaiannya "Kim Bian Hud" yang disohori tiada tandingannya di kolong langit. Di sebelahnya itu, ia ingat pula, bahwa keluarga Biauw dan keluarga Ouw adalah musuh turunan. Tapi kenapa, "Kim Bian Hud" sudah tidak menurunkan ilmu silatnya kepada puterinya yang sebiji mata? Apakah tujuannya benar-benar untuk menghabiskan permusuhan itu? Sesudah melihat ia dan Yok Lan tidur bersama di satu pembaringan, apakah "Kim Bian Hud" akan mau mengerti, jika diberi keterangan?

Demikianlah, macam-macam pikiran datang kepada Ouw Hui. Ia berdiri bengong dan untuk beberapa saat, tak mengeluarkan sepatah kata.

Di lain pihak, Biauw Jin Hong mengawasi Ouw Hui dengan perasaan heran. Ia lihat si pemuda dengan brewoknya yang seperti kawat, berdiri di situ dengan paras muka angker, seolah-olah Ouw It To hidup kembali. Hatinya bergoncang keras, akan tetapi, segera juga ia ingat, bahwa puteranya Ouw It To siang-siang sudah kena dicelakakan orang dan dilemparkan ke dalam sungai di Congciu. Maka itu, lantas saja ia menarik kesimpulan, bahwa pemuda itu hanya secara kebetulan mempunyai paras muka yang mirip dengan Ouw It To. Di lain saat, ia ingat perbuatannya si brewok terhadap puteri tunggalnya dan darahnya lantas saja bergolak-golak-Tiba-tiba ia angkat tangan kanannya dan menghantam dadanya Ouw Hui.

Melihat menyambarnya tinju yang hebat itu, Ouw Hui segera menyambut dengan tangannya. Begitu kedua tangan kebentrok, badannya Biauw Jin Hong dan Ouw Hui sama-sama bergetar dan masing-masing segera loncat mundur dengan perasaan kagum.

Semenjak bertempur melawan Ouw It To pada dua puluh tahun lebih yang lalu, belum pernah Biauw Jin Hong bertemu pula dengan lawan yang setanding. Sekarang, dari gebrakan pertama, ia mengetahui, bahwa si brewok adalah lawanan berat. Oleh karena begitu, hatinya jadi semakin mendongkol dan dengan beruntun lalu mengirim tiga pukulan berantai. Dengan gerakan indah, Ouw Hui kelit dua pukulan, akan tetapi, waktu ia kelit pukulan yang ketiga, tenaga dalam yang dikirim oleh "Kim Bian Hud" ada sedemikian hebat, sehingga, biarpun ia berhasil kelit pukulan tersebut, badannya jadi bergoyang-goyang, hampir-hampir ia nyungsap ke dalam jurang.

"Ah, kalau mengalah terus-terusan, bisa-bisa aku mampus konyol," kata Ouw Hui dalam hatinya dan lantas saja angkat kedua tangannya untuk menyambut pukulannya Biauw Jin Hong yang sudah menyambar pula.

Akan tetapi, walaupun sudah mengambil putusan untuk melayani orang tua itu, si Rase Terbang tidak mengeluarkan tenaga yang sepenuhnya. Dalam pertempuran antara jago dan jago masing-masing pihak tak boleh mengalah sedikitpun.

Sekali mengalah, ia bisa celaka. Begitulah, pada waktu dua pasang tangan kebentrok, Ouw Hui yang menggunakan setengah tenaga lantas saja rasakan dadanya sakit. Ia terkejut dan buru-buru mengempos untuk memperbaiki keadaannya.

Tapi tak dinyana, "Kim Bian Hud" sudah menurunkan tangan tanpa mengenal kasihan. Melihat lawannya berada di bawah angin, ia segera menyerang secara lebih hebat lagi. Jika pertempuian dilakukan di atas tanah yang rata, Ouw Hui dapat loncat keluar dari gelanggang dan memperbaiki pula kedudukannya. Akan tetapi, pertandingan itu justru dilangsungkan di atas batu yang sangat tebing, di mana tidak terdapat tempat untuk mengundurkan diri. Sambil kertek gigi, dengan terpaksa ia mengeluarkan "Cun Can Ciang Hoat" (Pukulan Ulat Sutera) untuk melindungi dirinya rapat rapat.

"Cun Can Ciang Hoat" adalah semacam ilmu silat yang hanya digunakan untuk melindungi diri dari serangannya musuh yang terlebih unggul. Dalam mempergunakan ilmu tersebut, kaki dan tangan tidak boleh memukul panjang, paling banyak boleh dikeluarkan setengah kaki jauhnya dari sang badan. Tapi pembelaan "Cun Can Ciang Hoat" rapat bukan main. Biar bagaimana tangguh adanya sang musuh,hampir tak dapat ia menembuskan pembelaan itu. Hanya ilmu itu mempunyai satu kelemahan, yaitu, tidak dapat digunakan untuk menyerang. Sesuai dengan namanya, "Cun Can Ciang Hoat" adalah bagaikan seekor ulat sutera yang membuat selubung benang sutera di sekitar badannya. Selubung itu tak dapat ditembuskan, akan tetapi juga tak bisa digunakan untuk balas menyerang musuh.

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang