Jilid 33

485 14 0
                                    

Sampai di situ ia berhenti menyanyi, tapi suara khim berkumandang terus. Ouw Hui tahu, bahwa yang dinyanyikan si nona adalah sajak "Sian Cay Heng," sebuah sajak yang melukiskan pembicaraan antara tuan rumah dan tamu dalam sebuah perjamuan di jaman dahulu. Semenjak ahala Han dan Gui, sajak itu sudah jarang dikenal orang. Sungguh tak dinyana, dalam usahanya untuk membalas sakit hati di kali ini, ia mendengar sajak yang tua itu. Empat kalimat yang di depan melukiskan ajakan tuan rumah supaya tamunya minum arak, sedang empat kalimat yang belakangan ialah pemberian selamat panjang umur dari pihak tamu. Tadi Ouw Hui mengulum yowan (pel) untuk memunahkan racun. Dalam nyanyian itu kebetulan terdapat kata-kata "cico" (rumput lengci yaitu rumput dewa) dan "yowan."

Sambil mengawasi sebatang pedang yang tergantung di dinding, Ouw Hui berkata, 'Ada arak, ada nyanyian. Ada khim tidak bisa tidak ada pedang." Seraya berkata begitu, ia mengambil senjata itu dan menghunusnya. Hawa dingin menyambar dari badan pedang yang berkilau-kilauan dan ia tahu, bahwa senjata itu senjata mustika.

Ia segera menuang secawan arak dan kemudian, dengan tangan kiri mencekel cawan dan tangan kanan memegang pedang, ia mulai menari-nari sambil menyanyikan lagu seperti berikut,

"Hanya sayang tangan bajuku pendek,

Lenganku terbuka dan kedinginan,

Kumalu tak punya sesuatu.

Untuk membalas Tio Soan"

Nyanyian itu berarti, bahwa si tamu merasa malu tidak bisa membalas budi tuan rumah, karena ia sangat miskin dan tak punya sesuatu yang berharga (tangan baju pendek dan lengan kedinginan berarti miskin).

Mendengar jawaban dari sajak "Sian Cay Heng" juga, Yok Lan jadi girang. "Dia ternyata 'Bun Bu Siang Coan' (mahir ilmu surat dan ilmu silat)," katanya di dalam hati. "Jika thia-thia tahu, bahwa Ouw pehpeh mempunyai putera yang begitu pintar dan gagah, ia tentu akan bersyukur." Karena hatinya senang, sambil bersenyum si nona lalu menyanyi pula,

"Rembulan menyelam,

Bintang Pak Tauw naik,

Sahabat di ambang pintu,

Lapar tidak keburu makan,"

Sajak itu berarti, bahwa karena kunjungan seorang sahabat, ia jadi begitu bergirang sehingga ia lupa makan, biarpun perutnya sangat lapar.

Sambil bersilat, Ouw Hui segera menyambungi,

"Kesenangan terlalu sedikit,

Kejengkelan terlampau banyak,

Bagaimana melupakan kedukaan?

Tabuh-tabuhan, arak dan nyanyian.

Pat Kong dari Hoaylam,

Luar biasa,

Mengendarai kereta enam naga,

Pesiar di angkasa."

Empat kalimat yang belakangan adalah untuk memberi selamat panjang umur kepada tuan rumah dan merupakan jawaban pada sajak tuan rumah yang lebih dahulu.

Sesudah menyanyi, sambil melontarkan pedang ke udara, Ouw Hui menceguk arak dan kemudian menangkap gagang pedang yang melayang turun. Tiba-tiba terdengar suara "cring!" dan si nona pun berhenti memetik khim. Mereka berdiri berhadapan dan saling memberi hormat.

Ouw Hui lalu memasukkan pedang ke dalam sarung dan menggantungnya kembali di dinding. "Karena tuan rumah belum pulang, biarlah besok kudatang lagi," katanya sambil menuju ke kamar samping di sebelah timur dengan tindakan lebar. Ia keluar lagi dengan menggendong Peng Ah Si dan sesudah membungkuk kepada Yok Lan, segera bertindak ke arah pintu. Si nona mengantarnya sampai di ambang pintu. Dengan sekali berkelebat, pemuda itu sudah mulai merosot turun dari tambang yang menggelantung.

Yok Lan berdiri terpaku dan bagaikan linglung, ia mengawasi gunung yang tertutup salju. "Siocia, apa yang dipikir olehmu?" tanya Khim Ji. "Masuklah. Di sini dingin sekali."

"Aku tak dingin," jawabnya. Ia pun tak tahu, apa yang dipikirnya Sesudah didesak dua kali lagi, barulah ia memutar badan dan kembali ke gedung dengan tindakan perlahan.

Di ruangan tengah sudah berkumpul banyak orang. (Orang-orang yang tadi bersembunyi).

Begitu Yok Lan masuk, mereka berbangkit dan berebut mengajukan pertanyaan.

"Apa dia sudah pergi ?"

"Apa yang dikatakan dia ?"

"Kapan dia kembali ?"

'Apa dia datang untuk membalas sakit hati!'"

"Siapa yang dicari dia?"

Di dalam hati, si nona memandang mereka sebagai manusia-manusia rendah yang bernyali tikus. Dalam menghadapi bahaya, mereka kabur dan meninggalkan seorang wanita untuk menghadapi musuh. Maka itu, ia menjawab dengan suara dingin. "Ia tidak mengatakan apa pun jua."

'Aku tak percaya," Po Si. "Kau telah menemani dia laa sekali. Biar bagaimana pun juga, mesti ada sesuatu yang dinyatakan olehnya."

Sambil menunjuk meja, Yuk Lan berkata, 'Apa yang ingin dikatakan olehnya sudah ditulis di atas meja itu."

Tulisan itu siang-siang sudah dilihat Po Si yang merasa tidak enak waktu membaca kalimat yang berbunyi, "Dalam pertemuan. tanya dahulu kawan atau lawan" Mendengar jawaban Yuk Lan ia tidak berani membuka mulut lagi.

Melihat paras muka orang-orang itu yang penuh rasa takut di dalam hati si nona lantas saja timbul ingatan untuk menggertak mereka. "Menurut katanya saudara Ouw itu, kedatangannya adalah untuk membalas sakit hati karena ayahnya telah dibunuh orang," katanya. "Hanya sayang, musuh telah menyembunyikan diri. Sekarang ia menjaga di kaki gunung untuk membinasakan musuh yang turun ke bawah — turun satu, bunuh satu, turun dua, bunuh sepasang."

Semua orang terkesiap. Mereka benar-benar tengah menghadapi kebinasaan. Di atas, tak ada makanan, di bawah, menunggu setan pembetot jiwa.

Dalam permusuhan antara keluarga Ouw, Biauw, Hoan dan Tian, masih ada beberapa hal yang belum terang bagi Biauw Yok Lan, yang ingin sekali mengorek rahasia dengan menggunakan kesempatan tersebut. Maka itu, ia berkata, "Ouw siheng mengatakan, bahwa semua orang yang berada di sini bermusuhan dengan dirinya. Tapi permusuhan itu berbeda-beda tingkatannya, ada berat, ada enteng. Pembalasan sakit hatinya pun berbeda-beda, berat terhadap yang berat dan enteng terhadap yang enteng. Supaya tidak mencelakai orang secara serampangan, ia minta aku menanya kalian, mengapa kalian berkumpul di tempat ini? Apakah kalian ingin mengeroyok dia?"

Kecuali Po Si, semua orang lantas saja membantah. Mereka menolak anggapan itu. Sedang nama "Soat San Hui Ho" baru pernah didengar mereka, sedang mereka pun tidak pernah bermusuhan dengan si Rase Terbang, perlu apa mereka mengeroyok pemuda itu?    

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang