Jilid 18

671 11 0
                                    

"Begitu melangkah masuk, loolap menjadi sangat terkejut. Di atas bale-bale, loolap melihat empat orang berbaring berjajar dengan badan penuh luka-luka berdarah. Di bawah penerangan sebatang lilin yang dibawakan salah seorang itu, loolap memeriksa mereka dengan terliti dan mendapat kenyataan, bahwa mereka semua telah terluka parah. Loolap menanyakan, mengapa bisa sampai kejadian begitu, tetapi yang membawa loolap ke situ membentak dengan bengisnya, supaya loolap segera mengobati mereka tanpa banyak rewel-rewel menanyakan urusan orang lain. Alangkah galaknya orang itu. Karena kuatir membangkitkan amarah mereka yang semua juga tampak bengis, loolap segera melakukan yang diminta atau, lebih benar, yang diperintahkannya. Baru loolap selesai membalut dan mengobati mereka, orang itu sudah membentak pula, mengatakan, bahwa di kamar sebelah masih ada lagi yang harus ditolong. Juga di kamar itu terdapat orang-orang yang terluka parah, salah-seorang di antara mereka bahkan seorang wanita. Agaknya mereka telah dilukakan dengan senjata tajam. Loolap bekerja sebaik-baiknya dan tak lama kemudian sudah berhasil menghentikan darah yang mengucur keluar dari luka-luka itu. Berkat obat untuk meringankan sakit, mereka sudah segera tidur nyenyak."

"Melihat hasil pekerjaanku, orang-orang itu rupa-rupanya menjadi gembira dan sikap mereka jadi berubah, mereka memperlakukanku dengan lemah-lembut. Selain itu mereka memerintah pelayan untuk menyediakan sebuah bale-bale darurat yang dibuat dengan daun pintu, agar dengan demikian loolap dapat berada di situ dan dapat pula diminta pertolonganku setiap waktu."

"Ketika ayam berkokok, mendadak kembali loolap dikejutkan dari tidur nyenyak. Kali ini terdengar derap kaki kuda yang ramai sekali, orang yang tadi menyambut loolap segera keluar menyambut pendatang-pendatang baru itu. Aku pura-pura tidur terus, tetapi sesaat kemudian terdengar mereka sudah bertindak masuk kembali. Aku mengintip dari belakang selimut. Agaknya, yang disambut itu adalah dua orang yang kini berjalan di depan. Dua orang itu tentu berkedudukan tinggi, karena para penyambut itu berlaku sangat hormat terhadap mereka. Hanya, anehnya, dari dua orang itu, seorang berdandan sebagai pengemis tetapi pandangan matanya sangat tajam, sedang kawannya adalah seorang yang berwajah sangat cakap dan usianya juga belum seberapa."

"Kedua orang itu lantas saja mendekati bale-bale untuk memeriksa penderita-penderita itu. Begitu melihat kedatangan mereka, semua penderita itu segera berbangkit dengan menahan sakit. Terang sekali bahwa mereka sangat menghormati dua orang itu. Kudengar mereka menyebutkan si pengemis dengan Hoan Pangcu dan si anak muda dengan Tian siangkong."

Po Si berhenti sebentar untuk menoleh kepada Tian Ceng Bun dan berkata, "Ketika itu, pertama kali aku bertemu dengan ayahmu, nona belum dilahirkan. Ayahmu berotak cerdas dan sikapnya tegas serta kecakapannya mengambil keputusan dengan cepat, benar-benar sangat mengagumkan dan sampai hari ini masih kukagumi."

Teringat ayahnya, Ceng Bun jadi sangat sedih. Sementara itu Po Si sudah melanjutkan lagi ceritanya.

"Dari antara orang-orang yang tidak terluka, seorang segera menerangkan kepada dua pendatang baru itu, bahwa seorang sahabat dari keluarga Thio telah mengikuti suami-isteri yang mereka inginkan, sedari masih berada di luar Dinding Besar dan mereka sudah berani memastikannya bahwa sebuah kotak besi — yang agaknya menjadi pusat perhatian — benar-benar berada pada suami-isteri tersebut."

Mendengar kata-kata "kotak besi" itu, para pendengarnya lantas saja mengerti, bahwa yang dimaksudkan, tentu bukan lain daripada kotak yang diperebutkan mereka juga.

"Aku melihat Hoan Pangcu menganggukkan kepalanya, orang yang memberikan keterangan itu lalu melanjutkan keterangannya. Ia mengatakan, bahwa ia dan rombongannya sudah menantikan suami-isteri itu di Tong Koan Tun dan di samping itu juga mengirim seorang untuk memberitahukan hal itu kepada mereka dan Biauw Tayhiap. Selanjutnya ia menceritakan, bagaimana orang yang diincar itu, sudah mencium bau lebih dahulu dan pada suatu saat, sudah menegur para penguntitnya. Ia menanyakan, untuk apa orang-orang itu terus-menerus menguntit ia dan isterinya dan apakah mereka itu orang-orang suruan Biauw Hoan Tian tiga keluarga Agaknya si orang she Thio telah menjawab membenarkan, karena orang yang diincar itu sudah segera berubah wajahnya, dan dengan sekali bertindak, sudah merampas golok si Thio toako itu. Kemudian ia mematahkan golok itu dan membuangnya sebagai sampah. Segala itu telah terjadi dalam berapa detik saja. Sebelum si Thio toako itu hilang kagetnya orang yang dikuntit itu sudah membentak, Aku tidak mau mencelakakan banyak jiwa manusia, maka enyahlah dari sini!' Melihat betapa lihaynya orang itu, kawan-kawan si Thio toako segera maju beramai-ramai sedang si orang she Thio sendiri lalu coba menendang perut isteri orang itu, yang sedang mengandung. Karena perbuatan si Thio yang sangat kelewatan, sang suami menjadi sangat gusar dan sambil mendamperat ia merebut sebilah golok pula dari tangan salah seorang penguntitnya. Dalam serintasan saja ia sudah melukakan tujuh orang. Jika tadinya ia mengatakan, bahwa ia tidak mau mencelakakan orang, pada saat itu ia berlaku sangat ganas, saking gemasnya."

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang