Jilid 19

615 13 0
                                    

"Di dalam hatiku, aku sudah mencaci diriku, yang tak mau siang-siang pergi. Saat itu aku sudah tak bisa menghindarinya lagi. Kakiku lemas, bagaikan terkena ilmu siluman. Sementara itu, si orang berwajah menyeramkan bertanya, 'Saudara, adakah seorang tabib di sini?' Jawab pengurus penginapan, 'Dialah tabib desa ini,' Tangannya menunjuk kepadaku."

"Dapatkah saudara-saudara mengerti, betapa gugup aku karenanya? Buru-buru aku menggoyangkan tanganku. 'Bukan, bukan,' sangkalku terputus-putus, dan tubuhku menggigil. Orang itu tertawa. 'Jangan takut, aku tak akan menelanmu,' katanya di antara tertawanya."

"Aku semakin ketakutan, dan coba menyangkal semakin keras, tetapi semua itu tidak menghasilkan apa-apa. 'Jika aku mau, mudah saja bagiku untuk menelan kau hidup-hidup" katanya dengan nada kurang senang."

"Tentu saja aku semakin ketakutan, tetapi ia hanya tertawa terbahak-bahak melihat sikapku. Tahulah aku, bahwa kata-katanya tadi hanya diucapkan untuk bergurau. Dengan gusar aku menggumam, 'Kurang-ajar, apakah kau mengira, bahwa aku dilahirkan untuk dijadikan bulan-bulan kelakarmu yang tidak menyenangkan?' Tetapi, tentu saja kujaga supaya ia tak mendengar kata-kataku itu."

"Orang itu kini berpaling kepada pengurus penginapan. Ia minta disediakan kamar kelas satu dan yang terbersih. Selain itu ia minta dicarikan dukun beranak, karena menurut katanya, isterinya akan melahirkan. Kemudian ia mengatakan kepadaku, supaya aku tetap di situ, karena mungkin sekali tenagaku akan dibutuhkan. Ia kuatir, jika isterinya telah terperanjat karena kejadian tadi, sehingga mungkin akan sukar melahirkan."

"Aku mendapat kesan, bahwa pengurus penginapan sebenarnya berkeberatan, jika isteri orang itu melahirkan di penginapannya, tetapi, agaknya sebagai juga aku, ia jeri melihat wajah orang itu yang demikian bengis. Ia tak menolak, tetapi ia lekas-lekas memberitahukan, bahwa dukun beranak di desa itu telah meninggal dunia berapa hari sebelumnya."

"Semakin menyeramkan wajah orang itu, demi mendengar keterangan si pengurus rumah penginapan. Ia mengeluarkan sepotong uang perak. Diletakkannya uang itu di atas meja dan ia menyuruh si pengurus penginapan mencarikannya dukun beranak di tempat lain, lebih cepat lebih baik."

"Aku membelalakan mataku, dan berpikir keheran-heranan, mengapa dalam sehari itu aku bisa berjumpa dengan demikian banyak orang-orang royal yang bagaikan menganggap uang tiada harganya. Melihat uangnya, dalam hatiku aku sudah mengambil ketetapan akan menyediakan tenagaku untuknya."

"Uangnya memang sangat membangkitkan selera. Juga pengurus serta para pelayan penginapan segera melakukan segala perintahnya dengan suka hati. Sebentar saja, kamar yang dipesannya sudah selesai disiapkan, dan laki-laki yang berwajah seperti setan jahat itu segera menurunkan isterinya dari kereta tersebut. Seluruh tubuh wanita itu terbungkus rapat-rapat dengan sehelai selimut kulit, tetapi wajahnya yang cantik tampak jelas, menyolok sekali di samping wajah suaminya yang sangat menyeramkan, ibarat Thio Hui beristerikan Tiauw Sian."

"Besar sekali keherananku. Dalam hatiku aku berkata, bahwa wanita itu tentu telah dipaksa kawin dengan laki-laki ini. Jika bukannya karena dipaksa, menurut anggapanku tak mungkin ia mau menikah dengan suami yang begitu buruk tampangnya. Aku membandingkannya dengan Tian siangkong, dan kesimpulanku adalah, bahwa wanita itu lebih sesuai menjadi isteri orang she Tian itu."

"Tiba-tiba terkilas dalam pikiranku, bahwa wanita itu tentu yang menjadi sebab permusuhan antara Tian siangkong dengan orang menakutkan ini. Mungkin sekali si pria buruk telah merebutnya dari tangan Tian siangkong, mungkin sekali wanita itu asalnya memang isteri Tian siangkong."

"Tengah hari lewat sedikit, kulit wanita itu berkeringat karena menahan sakit, dan mulutnya tiada hentinya merintih. Pelayan yang disuruh mencari dukun beranak belum juga kembali. Si setan jahat tampak semakin gelisah. Ia menjadi sibuk sendiri. Ia sudah hendak pergi mencari dukun sendiri, tetapi isterinya tak mau ditinggalkannya seorang diri."

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang