Jilid 32

470 10 0
                                    

Pemuda itu mendekati dan mendapat kenyataan, bahwa muka paman itu pucat bagaikan kertas. Rasa girangnya yang barusan lantas saja berubah menjadi rasa kuatir. "Sisiok, siapa yang melukai kau?" tanyanya.

"Kalau mau diceriterakan sangat panjang," sahutnya. "Kalau tidak ditolong Biauw Kouwnio, aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan kau."

Ternyata, pada waktu semua mang memburu keluar dari toathia (ruangan tengah) karena dalangnya merpati yang membawa benang, Biauw Yok Lan dan Khim Ji menggunakan kesempatan itu untuk membawa Peng Ah Si ke sebuah kamar kosong di samping gedung. Belakangan Po Si coba mencarinya untuk dibinasakan, tapi tidak bisa diketemukan.

Sebab tengah menghadapi bahaya, dia tidak keburu mencari terlebih teliti dan oleh karena begitu, jiwa Peng Ah Si ketolongan.

Mendengar keterangan sang paman, Ouw Hui manggut-manggutkan kepala dan lalu mengeluarkan sebutir yowan merah dari sakunya. Sambil memasukkan pel itu ke dalam mulut sang paman, ia berkata, "Sisiok, telanlah dahulu obat luka ini."

Sesudah Peng Ah Si menelannya, hatinya agak lega dan lalu kembali ke ruangan tengah Sambil menyoja dengan membungkuk, ia berkata, "Biauw Kouwnio, terima kasih atas pertolonganmu kepada Peng sisiok."

Nona Biauw buru-buru membalas hormat. "Peng siya adalah seorang mulia dan siauwmoay merasa sangat kagum," katanya. "Bantuan itu tak cukup berharga untuk dibicarakan."

Ouw Hui bersenyum dan menyapu seluruh ruangan dengan matanya yang tajam. Tiba-tiba ia lihat lian kayu yang huiul hurufnya ditulis oleh Biauw D|in Hong dan ia merasa heran karena lian itu bersandar di meja, sedang lian yang satunya lagi tergantung di tengah tembok (lian biasanya sepasang dan dinamakan "tui lian").

Ia bersenyum dan lalu membacanya dengan suara nyaring,

"Dalam bahaya besar hanya mengandalkan sebatang pedang, Ribuan emas datang hanya dengan sekali melemparkan dadu."

Ia menceguk teh dan berkata, "Huruf-huruf yang ditulis ayahmu sangat indah dan angker. Walaupun bukan seorang pintar, aku ingin menyambut dengan sepatah dua patah. Kuharap kau jangan mentertawai aku."

Nona Biauw mengangguk seraya menyahut, "Bagus! Aku merasa beruntung bisa menerima pelajaran dari siangkong." Di dalam hati ia merasa girang, sebab biarpun kelihatannya kasar, Ouw Hui ternyata dapat mengeluarkan kata-kata seorang terpelajar.

Sambil tertawa Ouw Hui menepuk tembok dan sebatang paku yang menancap di dinding lantas saja menonjol keluar! Ia lalu menjepitnya dengan jempol dan jari tengah dan dengan menggunakan sedikit tenaga, paku itu sudah tercabut.

Ie koankee mempunyai pengalaman luas dalam dunia Kang Ouw, tapi belum pernah ia mendengar ceritera tentang kekuatan jari tangan yang begitu hebat. Dengan menggunakan paku itu, Ouw Hui lalu menulis huruf-huruf di atas sebuah meja persegi dan setiap coretan masuk di papan kira-kira setengah cun dalamnya. Meja itu terbuat daripada kayu merah yang sangat keras dan bahwa Ouw Hui dapat berbuat begitu, dengan sesungguhnya merupakan kejadian luar biasa dalam Rimba Persilatan.

Kalau Ie koankee, sebagai seorang ahli silat, terpesona oleh tenaga jari tangan pemuda itu, Yok Lan mengagumi huruf-huruf yang ditulisnya, yang berbunyi seperti berikut,

"Sedari lahir tulangnya bukan tulang sembarang orang, Belum berkumis sudah menjadi seorang taytianghu, *)

Dalam menghadapi bahaya hanya mengandalkan sebatang pedang,

Ribuan emas datang hanya dengan sekali melempar dadu.

Janganlah nyanyikan lagu kedukaan,

Si Rase Terbang dari Pegunungan Salju - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang