01. Korban Peperangan

10.3K 125 2
                                    

Pohon-pohon yang kering kerontang dengan tanah yang tandus, di mana tidak terlihat kehidupan pada alam di sekitar perkampungan Lung-cie yang terpisah empatratus lie dari kota Siang-yang, di mana angin tidak berhembus, beku dan seperti mati. Dan juga terik kemarau itu menambah keresahan untuk setiap makhluk yang berada di sekitar daerah tersebut, merupakan suasana yang tidak menarik sekali.

Daerah tersebut merupakan daerah yang pernah dilanda oleh suatu peperangan yang panjang dan ganas sekali sehingga perkampungan Lung-cie merupakan daerah yang termasuk daerah bekas korban peperangan, termasuk penduduknya yang banyak mengalami kerusakan harta benda maupun jiwa dan raga. Banyak yang berjatuhan sebagai korban peperangan, membuang jiwa terbinasa oleh peperangan antara dua, Mongolia yang menyerbu untuk merebut Siang-yang dan kekuatan tentara Song yang bertahan di Siang-yang.

Kerusakan hebat yang dialami oleh penduduk perkampungan Lung-cie justru rumah mereka umumnya menjadi hancur porak poranda rata dengan bumi, malah yang lebih menderita lagi adalah kaum wanita penduduk perkampungan tersebut. Setiap wanita yang memiliki paras cukup cantik telah menjadi korban keganasan dari para tentara Mongolia yang menculik dan memperkosa mereka sehingga tercerai berai dari suami isteri dan keluarga maupun anak-anak mereka.

Itulah peristiwa yang menyedihkan sekali, korban dari peperangan merupakan sesuatu yang mengerikan dan dikutuk, walaupun dengannya peperangan pasti akan membawa korban untuk penduduk di tempat terjadinya peperangan tersebut. Segala keganasan dan kebiadaban terjadi dalam pergolakan setiap peperangan di mana saja.

Lebih celaka lagi setelah Siang-yang terjatuh di tangan Kublai Khan, dan Kaisar Mongolia tersebut berkuasa di daratan Tiong-goan, dengan kerajaannya yang bernama Boan-ciu tersebut, musim kemarau melanda daratan Tiong-goan.

Kemiskinan akibat peperangan yang telah mencekam dan menyiksa penduduk di sekitar daerah ini, justru hebat akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Dan rupanya penduduk di daerah tersebut belum juga habis menderita di mana mereka beruntun harus mengalami penderitaan yang tidak berkesudahan.

Sebelum pecahnya peperangan antara pasukan tentara Mongolia dengan pasukan tentara kerajaan Song di Siang-yang, jumlah penduduk di perkampungan Lung-cie tersebut kurang lebih seribu keluarga. Tetapi setelah usainya peperangan, dan diterjang musim kemarau yang berkepanjangan, maka jumlah penduduk perkampungan Lung-cie tidak lebih dari seratus keluarga.

Perkampungan yang dulunya indah dan ramai kini menjadi perkampungan yang mati, tiada terlihat kegiatan pada penduduk perkampungan Lung-cie tersebut. Wajah-wajah yang suram, tiada kegiatan apapun pada penduduk perkampungan tersebut, dan juga keresahan di samping kelesuan, telah meliputi seluruh penduduk kampung Lung-cie tersebut.

Mereka merupakan sisa-sisa dari manusia-manusia yang menjadi korban peperangan, dan yang masih tabah untuk melanjutkan hidup mereka di daerah tersebut. Namun justru keadaan alam yang beku dan mati, dengan tanah yang kering tandus dan juga kemiskinan yang mereka hadapi, mereka tidak ada bergairah untuk bekerja.

Jika sebelumnya di perkampungan tersebut cukup banyak bangunan gedung yang bertingkat tiga dan megah, sekarang semua itu telah menjadi reruntuhan yang memuakkan, disamping itu juga gubuk-gubuk reyot yang memenuhi perkampungan tersebut, telah banyak yang rusak di sana sininya, dengan atapnya yang terbuat dari daun-daunan dan bilik yang terbuat sederhana dari kayu-kayu pohon. Segala apa yang terlihat pada saat itu di perkampungan Lung-cie memang menyedihkan. Terlebih lagi jika melihat keadaan penduduknya, yang umumnya memiliki tubuh yang kurus kerempeng dan tidak terdapat semangat hidup, lesu dan tidak jauh beda dengan sekeliling mereka.

Kesulitan dalam penghidupan yang diderita oleh penduduk Lung-cie memang kian hari kian berat juga, di mana mereka mengalami derita yang tidak berkeputusan. Banyak yang bersyukur jika dalam seharinya mereka bisa makan tiga kali, mengisi perut yang lapar, karena sebagian besar dari mereka justru terdapat yang hanya makan pagi tetapi tidak untuk sore, makan sore tidak mengisi perut di pagi hari.

Beruang SaljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang