Kenan dan Inara sudah berada di mobil yang mereka tumpangi sekarang. Mereka menyusuri jalan raya entah mau kemana, Kenan sendiri pun tak tahu. Sebenarnya ia seperti ini agar bisa jalan bersama Inara. Ia merasa tak cukup walaupun sudah seringkali bertemu di sekolah. Menurutnya rasa pertemuan itu berbeda. Kalau di sekolah jika mereka bersama pasti ada temannya yang lain atau mendiskusikan bagaimana cara mengungkap siapa pembunuh Lena. Kalau begini kan hanya ada mereka berdua dan tak ada yang menjadi pengganggu, makanya Kenan suka.
"Mau jalan kemana nih?" tanya Inara. Sedari menjemput Inara dirumahnya, mereka berdua tak ada berbicara di dalam mobil dan ini baru Inara membuka mulut.
"Gue juga ngga tau hehe." Sahut Kenan cengengesan. "Keliling-keliling aja deh, mau kan?"
Inara pun mengangguk saja. Setelah itu kembali terjadi keheningan. Di dalam benak masing-masing masih kaku untuk terlalu banyak berbicara.
"Tumbenan banget pake mobil?" tanya Inara begitu menyadari kalau Kenan biasanya memakai motor tetapi kali ini cowok itu mengendarai mobil.
"Sengaja. Kan ngga baik bawa cewek malem-malem pake motor, apalagi ceweknya itu elo." Jawab Kenan dengan padangannya masih fokus pada jalan raya. Tanpa sepengetahuan Kenan, pipi Inara bersemu merah. Ia sedikit tersanjung dengan kata-kata Kenan barusan.
"Kita ke MCd aja yuk, cape juga keliling mulu." Ajak Kenan, kemudian membelokkan stirnya ke jalan yang menuju tempat itu.
Setibanya disana, mereka berdua menuruni mobil kemudian masuk ke dalam yang dijadikan tempat makan sekaligus tempat nongkrong itu. Saat mereka sudah duduk di tempatnya, seorang pelayan menghampiri untuk menulis apa yang akan mereka pesan.
Sesudahnya pelayan itu pergi dan akan kembali lagi nanti saat pesanan mereka sudah siap. Kenan dan Inara duduk berseberangan, tempat duduk mereka berada di dekat jendela. Jadi bisa dengan leluasa mereka melihat jalan raya yang dilalui banyak manusia dengan kendaraannya.
Inara yang asik melihat ke jalan raya tidak menyadari bahwa Kenan memperhatikan dirinya. Dan ketika Inara memalingkan wajahnya, matanya bertubrukan dengan bola mata Kenan yang selalu membuatnya terikat jika bertatapan dengan Kenan, begitu juga sebaliknya.
"Ini mbak mas pesanannya," ucap si pelayan dengan membawa apa yang dipesan oleh Kenan dan Inara.
Seketika itu juga kesadaran mereka langsung kembali. Perasaan menjadi kikuk dan malu kalau-kalau si pelayan menyadari mereka tadi saling bertatapan.
"Oh iya mas makasih," balas Kenan. Tak lama pelayan itu pun pergi meninggalkan meja mereka.
Mereka saling sibuk memakan makanan mereka masing-masing. Jujur, bukan ini yang Kenan inginkan. Ia mengajak Inara jalan malam ini bukan untuk merasakan keheningan, tapi untuk merasakan kebersamaan dan mengobrol banyak bersama cewek itu.
Tapi Kenan juga tak tahu mau mulai bicara darimana, jadi ia diam menikmati sampai makanannya habis begitu juga dengan cewek dihadapannya ini.
Beberapa menit kemudian Kenan dan Inara pun telah selesai makan. Memang hanya sebentar karena apa yang mereka pesan bukanlah makanan berat seperti nasi melainkan hanya berupa cemilan. Seharusnya mereka itu harus diselingi dengan obrolan, ya tapi bagaimana kalau dua-duanya sama-sama kaku untuk memulai bicara. Lucu sekali, makan cemilan tak ada di selingi dengan berbicara atau mungkin dengan candaan.
Inara pun bingung harus berkata apa. Sebenarnya sedari tadi ia menunggu cowok ini memulai pembicaraan tapi tak jua mengeluarkan suara. Tadi ketika di mobil dirinya sudah memulai pembicaraan walaupun hanya sekedar bertanya, tetapi kali ini pun ia berharap Kenan yang memulai pembicaraan. Masa harus cewek melulu yang mulai? Harga diri guys.
"Na." Seru Kenan membuat Inara mendongak menatapnya. Dalam hati Inara mengucap syukur karena akhirnya Kenan memulai.
Inara bergumam sebagai tanda tanya atas seruan Kenan padanya. Dan Kenan kembali merutuki dirinya sendiri mengapa bisa lupa apa yang hendak dikatakannya tadi. Ia bingung topik apa yang pas untuk di bahas dengan Inara sekarang ini. Mau membahas masalah Lena? Tapi hari ini Kenan ingin bebas ngobrol dengan Inara tanpa membahas masalah yang sedang mereka tuntaskan. Kenan ingin berbicara seputar pribadi. Ah, tapi susah sekali ia membuka mulutnya.
"Kenapa Nan?" tanya Inara karena cowok itu tak kunjung melanjutkan perkataannya.
"Gue bingung mau ngomong apa," jawabnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Inara pun terkekeh, lucu sekali tingkah cowok dihadapannya ini.
Ah elah kenapa malah itu yang gue bilang, ck.
Kenan berucap dalam hati. Ia benar benar tak tahu harus bicara apa.
"Santai aja kali Nan. Ngomong aja kalo lo mau, curhat mungkin?" ucapnya sembari terkekeh.
"Gue suka nama depan lo." Ucap Kenan tiba-tiba.
"Apa?" sahut Inara meminta Kenan mengulang kalimatnya barusan.
Kenan menggigit bibir bawahnya sebentar membuat Inara sedikit menghela napas. Kenan sangatlah tampan jika seperti tadi menurutnya, ia juga sering membaca di novel, jika cowok sedang menggigit bibir bawahnya tingkat keseksiannya bertambah. Inara jadi ingat hal itu. Oh Tuhan.
"Gue suka nama depan lo, Varisha." Ulang Kenan tetapi ditambahnya dengan embel-embel Varisha, yaitu nama awal dari Inara.
Inara tersenyum simpul, "Oh itu nama gabungan dari nyokap bokap gue."
"Masa iya? Kok sama kayak gue," ujar Kenan.
"Nama lo singkatan nama bonyok juga?" tanya Inara.
Kenan mengangguk, " Iya, tapi gue nama belakang. Naladhiva, kalau Nala itu nama bokap, dan Dhiva nama nyokap."
"Kok bisa sama gitu ya?" ucap Inara tak menyangka kalau lagi-lagi ia memiliki kemiripan dengan Kenan.
"Jodoh kali ya," ceplos Kenan. Itu kalimat yang tak terkontrol keluar dari mulutnya, tapi ia juga tak menyesali sudah mengatakan itu. Kalau memang jodoh alhamdulillah sekali bagi seorang Kenan Naladhiva.
Tunggu part selanjutnya yaaa
salam,
Wulan Purnamasari
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO PAIR 1
TerrorInara dan Kenan memiliki kelebihan yang tak biasa. Dapat melihat sesuatu yang gaib adalah hal yang berbeda bagi kebanyakan orang. Inara sempat dijauhi oleh teman sekolahnya karena hal itu. Namun di SMA ini, ia tak lagi dijauhi. Ia akhirnya mendapatk...