"Main ke rumah gue yuk," ajak Ferro ketika mereka sampai di parkiran sekolah. Parkiran kini telah sepi, bel pulang memang sudah berbunyi sejak tadi, tetapi keempat anak lelaki itu mampir ke kantin terlebih dahulu.
"Gue lagi males keluyuran." Ucap Titan langsung menaiki motornya dan memasang helm.
"Gue mau jalan bareng Gehna," sahut Rey lalu naik ke jok belakang motor Titan. Mereka memang berangkat sekolah berdua, karena rumah mereka yang bertetangga. Selain itu, alasan Rey yang menebeng dengan Titan adalah mengurangi polusi udara. Padahal dibalik itu masih ada alasan terselubung, yaitu ia jadi tidak membayar ongkos pulang pergi.
"Gaya lo, baru juga pdkt belom jadian." Ujar Kenan.
"Ngga papa, yang penting sombong." Rey membalas perkataan Kenan dengan memeletkan lidahnya, membuat Kenan mendengus.
"Yaudah, gue duluan ya bro." Ucap Titan kemudian menarik gas motornya agar melaju meninggalkan sekolah.
Kini sisa Ferro dan Kenan disana. Baru saja Kenan akan melangkah menuju gerbang, suara Ferro menginterupsi membuatnya berhenti dan menoleh ke lelaki itu.
"Lo bisa kan ke rumah gue?" tanya Ferro.
"Emm bisa," jawab Kenan.
"Yaudah ayo, lo ikut gue aja sekalian." Kemudian Kenan berjalan mendekat ke Ferro. Mereka pun meninggalkan sekolah dengan motor yang dikendarai oleh Ferro.
Jarak rumah Ferro tidak begitu jauh dari sekolah. Mereka kini melewati gang-gang kecil untuk sampai dirumah, karena Kenan yang tak memakai helm. Takut jika dijalan raya nanti akan ada razia dan terkena tilang, mereka pun belum menginjak usia 17 tahun.
Setelah melewati jalan gang yang sempit, akhirnya mereka sampai juga di rumah Ferro. Kenan melihat dari luar, rumah ini terlihat sangat sepi. Ia berpikir mungkin orang tua Ferro sedang bekerja.
"Yok masuk," ajak Ferro setelah ia selesai memakirkan motornya di garasi.
Ferro mengeluarkan kunci dari sakunya, lalu dibukanya pintu dengan kunci itu. Begitu pintu terbuka, suasana di dalamnya begitu berbeda dengan di rumah Kenan. Kalau desain tentu saja berbeda, tetapi hawa yang Kenan rasakan ketika masuk ke dalam rumah itu seperti ada yang berbeda.
Suasana senyap seperti tanpa kehangatan mulai dirasakan Kenan setiap pijakannya di lantai rumah itu.
"Bonyok lo mana?" tanya Kenan begitu mereka melangkah menaiki tangga menuju kamar Ferro yang terletak di atas.
Ferro terdiam sejenak dengan pertanyaan itu. Ia jadi teringat kembali dengan kedua orang tua nya.
"Mereka kerja. Jarang dirumah." Jawabnya dengan nada datar. Ia sangat malas jika harus membahas tentang orang tuanya. Tapi tak mungkin juga ia tak menjawab pertanyaan Kenan. Mau tak mau ia tetap menjawa pertanyaan dari temannya itu.
Ferro membuka pintu kamarnya setelah mereka sampai di depan pintu. Begitu Kenan masuk ia kembali merasakan kehampaan di ruangan ini. Kamar Ferro begitu terlihat kosong, hanya ada lemari, kasur, dan meja belajar.
"Kamar lo gelap banget sih Ro, ganti warna cat yang lebih terang kek." Kenan mengedarkan pandangannya ke ruangan bernuansa gelap itu.
Ferro hanya tersenyum miris. Ia rasa percuma jika kamarnya diubah menjadi seterang apapun, karena itu tak bisa membuat dirinya merasa lebih baik. Semua itu menggambarkan dirinya.
"Kalau gelap, nyalain aja lampunya. Gue mandi bentar," ujarnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang tersedia di kamar itu.
"Ngga ada seni nya nih anak, dikamar cuma ini doang isinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO PAIR 1
HorreurInara dan Kenan memiliki kelebihan yang tak biasa. Dapat melihat sesuatu yang gaib adalah hal yang berbeda bagi kebanyakan orang. Inara sempat dijauhi oleh teman sekolahnya karena hal itu. Namun di SMA ini, ia tak lagi dijauhi. Ia akhirnya mendapatk...