Kenan mendengarkan Lena dengan seksama. Sekarang mereka sedang duduk di tepi panggung gedung teater itu.
"Malam itu sehabis latihan teater semua temen gue pulang dan gue disini sendiri beresin peralatan yang dipake buat tampil teater besoknya. Sebenarnya sih bisa besok pagi diberesin, tapi entah kenapa gue mau aja beresin semuanya biar besok itu kita tinggal menikmati acara sambil nunggu puncak acaranya, dimana anak teater tampil membawakan sebuah tema yang diangkat pada acara itu." Lena berucap panjang. Ia berdiam sejenak, menarik napasnya dalam.
"Pas semuanya udah selesai, dan itu selesai tepat jam 11 dan gue memutuskan buat pulang. Gue harus banyak istirahat buat tampil supaya hasilnya maksimal. Dan saat gue mau ngelangkah keluar gedung, tiba-tiba aja mulut gue dibekap, mata gue juga ditutup pake kain jadi gue ngga bisa liat apa-apa. Terus gue di iket dikursi itu," ujarnya sembari menunjuk kursi yang berada disudut ruangan dekat panggung tersebut.
Melihat arah tunjuknya, Kenan menjadi teringat bahwa ia sempat duduk di kursi itu dan merasakan hal aneh. Dan ia juga melihat ada sobekan di alas kursi itu, seperti sobekan karena pisau.
"Gue tahu lo pasti mikir tentang sobekan di alas kursi itu kan?" tanya Lena. Kenan mengangguk polos membuatnya tersenyum kecil.
"Itu emang udah sobek, jangan berpikiran lain." Ucapnya sambil terkekeh pelan.
"Gue kira... Lanjut deh," ucap Kenan kemudian menatap Lena meminta gadis itu untuk melanjutkann ceritanya.
"Gue ngga tau orang jahat mana yang sampe nyandra gue. Dan yang bikin gue kagetnya lagi, pas orang itu ngomong gue kenal banget suaranya. Dan itu suara Yugo." Ucapnya tersenyum miris.
Kenan mengerutkan keningnya seraya berkata sambil menatap Lena, "Yugo? Mantan lo kan, anaknya pak Wira?"
Lena mengangguk, "lo tahu? Pak Wira juga yang bimbing semua anak teater."
"Iya gue tahu. Lo bisa kenal Yugo gimana?" tanya Kenan.
"Ya karena teater ini," jawab Lena.
"Dia anggota ekskul teater juga?" tanya Kenan, ia sungguh penasaran akan semuanya. Selama Lena tak terlihat keberatan berarti gadis itu tidak terganggu aka setiap pertanyaannya.
Lena menggeleng, "bukan. Dia anggota futsal. Gue kenal dia karena pak Wira kan yang bimbing kita semua dan waktu itu Yugo sempet datang sama pak Wira pas kita lagi baru-baru aja jadi anggota teater."
"Terus kita kenalan dan akhirnya makin deket dan jadian. Sampe seminggu sebelum acara teater, gue mutusin dia karena dia itu suka clubbing ternyata. Gue juga tahu dari temen gue dan ngeliat foto-foto yang di unggah. Emang bukan dia yang unggah foto itu ke medsos, tapi teman clubnya. Pas gue bilang putus, dia nolak bahkan maksa gue supaya tetep pacaran sama dia. Tapi gue udah terlanjur kecewa, dan keputusan gue udah bulat mutusin dia."
"Dan yang lebih parahnya lagi, dia maksa cium gue. Sebagai cewek gue merasa terhina dan dilecehkan. Gue ngancam dia bakal laporin dia ke Pak Wira dan kepala sekolah, dan untungnya dia berhenti ngga jadi melakukan hal tak senonoh itu sama gue."
"Terus?" ujar Kenan.
Air mata Inara, oh lebih tepatnya Lena, keluar begitu saja yang sedari tadi menggenang dimatanya. Ia tak tahan menahannya untuk tidak keluar. Melihat Lena menangis dengan refleks Kenan menjulurkan tangannya mengusap bahu Lena yang sebenarnya adalah raganya Inara.
"Gue kangen mama papa dan Levin." Ucapnya parau sembari menyeka air matanya.
"Len gue masih penasaran apa yang Yugo lakuin sama lo malam itu?" tanya Kenan akhirnya.
Lena menghela napasnya, mencoba menenangkan dirinya lagi sebelum kembali bercerita atas apa yang terjadi malam itu.
"Saat gue udah terikat di kursi, penutup mata gue dibukanya. Disitu gue nangis dan minta tolong sama dia buat lepasin gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO PAIR 1
HorrorInara dan Kenan memiliki kelebihan yang tak biasa. Dapat melihat sesuatu yang gaib adalah hal yang berbeda bagi kebanyakan orang. Inara sempat dijauhi oleh teman sekolahnya karena hal itu. Namun di SMA ini, ia tak lagi dijauhi. Ia akhirnya mendapatk...