•IP 7 - Mengantar Pulang

30.6K 1.7K 23
                                    

Terik matahari di siang ini sungguh menyengat. Sangking menyengatnya sampai membuat kerongkongan kering. Tanpa melakukan aktivitas pun semua orang dapat berkeringat. Seperti Inara saat ini, ia menunggu jemputannya yang sedari tadi tidak muncul.

Di bawah naungan gapura yang bertuliskan nama sekolahnya, di situlah ia duduk. Duduk dengan kursi yang dipinjamkan satpam tadi olehnya. Sebetulnya di dekat situ ada tempat menunggu jemputan untuk para siswa. Tapi Inara sangat malas berjalan yang hanya memerlukan beberapa langkah untuk sampai, karena panas yang menyengat.

Sekolah sudah sepi, hanya meninggalkan beberapa siswa yang sengaja pulang lambat, dan itupun tak Inara kenal sama sekali. Sebelumnya Inara menunggu bersama Asya, tapi karena jemputan gadis itu terlebih dahulu datang, jadi tinggal ia sendiri.

Inara menggoyangkan kaki nya dan terus melirik jam yang melingkar di pergelangannya. Raut wajah Inara yang tadinya biasa-biasa saja, kini berubah ekspresi menjadi kesal, sedih, kusam, semuanya campur aduk.

Ayahnya yang tadi pagi berjanji akan menjemputnya di sekolah tidak datang juga. Ingin rasanya ia menelpon, tapi bagaimana ponselnya saja ketinggalan di rumah. Ingin meminjam ponsel pak satpam, Inara tidak enak. Jadilah ia menunggu sampai detik ini.

"Neng belum dijemput juga?" tanya pak satpam. Inara menggeleng lesu. Sungguh tenggorokannya perlu asupan air saat ini. Ia jadi susah membuka mulut karna kering melanda di dalamnya.

"Biar bapak antar, yuk neng. Kasian neng udah lama nunggu." Inara menggeleng kuat. Ia tak mau merepotkan pak satpam. Pasti pria itu juga banyak kesibukan untuk memeriksa sekolah ini setelah para siswa sudah tidak ada.

"Gausah pak, saya disini aja. Bapak punya minum?" tanya Inara dengan suara serak. Pak satpam pun mengangguk dan segera masuk ke dalam pos nya untuk mengambilkan Inara minum.

Selang beberapa menit, pak satpam kembali dengan menyodorkan sebotol air mineral masih bersegel kepada Inara.

"Makasih pak,"

"Sama-sama. Bapak ke dalam dulu ya neng, mau ngecek."

Setelah pak satpam itu berlalu, Inara segera membuka tutup botol itu. Ia sudah tak tahan lagi, kalau seperti ini ia bisa pingsan karena dehidrasi. Mana sekolah nya jauh dari pemukiman warga, siapa yang akan menolongnya di saat sepi begini. Setan? Sungguh pikiran konyol.

Inara menutup kembali botol itu setelah meminumnya sampai sisa setengah. Kerongkongannya kini sudah lebih baik. Untung saja pak satpam baik, kalau tidak mungkin Inara sudah terkapar disitu karena kehausan.

"Aduh Ayah mana sih? Pasti lupa jemput nih." Ujarnya seolah ada lawan bicara.

Inara berdiri dari duduknya, dan mulai mondar-mandir. Berharap dengan itu Ayahnya akan segera datang.

Ada suara mesin motor yang berderu terdengar mendekat ke arah sekolah. Inara berharap sekali bahwa itu jemputannya. Tapi saat tiba, ternyata bukan ayahnya, melainkan seorang siswa yang berpakaian sama dengannya juga. Entah kenapa siang bolong ini siswa itu kembali ke sekolah.

"Loh Inara belum pulang?" tanya seorang siswa itu menyetopkan motornya di dekat Inara.

Inara sedikit tersentak mengetahui kalau itu Kenan. Inara menggeleng tanpa ekspresi. Ia terlalu lelah menunggu, sampai satu jam dan belum ada juga tanda-tanda akan ada yang menjemputnya.

"Yaudah, biar gue anter. Dimana rumah lo?" tanya Kenan membuat Inara membelalakan sedikit matanya. Terkejut dengan ajakan Kenan yang tiba-tiba.

"Ayo naik, daripada lo sendirian disini terus diculik gimana?" lanjut Kenan saat melihat gadis di depannya ini hanya berdiam diri.

Tanpa mengatakan apa-apa, Inara langsung naik ke jok belakang motor Kenan dengan duduk menyamping. Itu bisa diartikan kalau Inara menyetujui. Bibir Kenan sedikit terangkat membentuk lengkungan.

"Nih pake, ntar kita kena tilang." Ujar Kenan seraya menyerahkan helm cadangan ke Inara yang duduk dibelakangnya. Tanpa ba-bi-bu Inara langsung menerima helm itu dan memakainya.

Kemudian mereka meninggalkan sekolah yang sudah sepi itu. Sebenarnya tadi Kenan mengantar Ferro pulang karena mobil lelaki itu masih dibengkel. Ia balik lagi ke sekolah karena kotak bekal yang sengaja mamanya berikan tadi pagi itu tertinggal di laci meja kelas.

Dan soal helm yang dipakai Inara sekarang adalah helm yang memang selalu Kenan bawa kemana-mana takut ada keperluan mendadak. Seperti sekarang ini, sungguh tak disangka ia akan mengantarkan Inara pulang dan kini helm itu sudah terpasang di kepala Inara. Itulah fungsinya membawa helm cadangan.

Sepanjang jalan Kenan tak bisa melepaskan senyum dari bibirnya. Ia merasakan hal beda tiap kali berada dekat dengan Inara. Mungkin kah Inara merasakan juga?

000

Kini Inara sedang berada di toko buku bersama Kenan. Tadi saat dijalan Inara meminta kepada Kenan untuk singgah sebentar di toko buku. Inara kira Kenan akan menolaknya, tapi ternyata cowok itu menganggukan kepalanya dan berhentilah mereka di toko buku ini sekarang.

Inara melangkah masuk ke dalam toko buku. Langsung melangkahkan kaki nya menuju tempat yang ada barang yang ia inginkan. Begitu pun Kenan, ia juga ikut masuk untuk sekedar melihat-lihat isi toko buku itu. Sembari menunggu Inara, lelaki itu kini juga sedang membaca sekilas buku-buku yang ada di dekatnya.

Inara kini sedang memilih memilah novel yang akan dia beli. Tak lupa membaca sinopsis yang berada di belakang buku tersebut. Karena dari situ Inara akan merasa tertarik dengan ceritanya jika ia suka penggalan cerita dari novel-novel tersebut.

Dari tempatnya berdiri, Kenan memperhatikan Inara yang sedang sibuk memilih-milih buku-buku yang ada dihadapannya. Satu yang Kenan tau sekarang, gadis itu suka membaca novel.

Terlihat ekspresi Inara yang kadang berubah karena membaca sinopsis novel yang sesekali ia kembalikan pada tempatnya jika ia kurang tertarik, membuat Kenan tersenyum. Gadis itu sungguhlah manis ditatap dari jauh, apalagi dari dekat.

Setelah merasa cukup dengan apa yang dipilihnya, Inara pun berjalan menuju kasir untuk membayarnya. Melihat Inara yang berjalan mendekat ke arah kasir, Kenan pun berjalan keluar toko tersebut dan menunggu Inara di motornya.

Beberapa menit kemudian, Inara keluar dari toko dengan menenteng plastik yang berisikan novel yang tadi ia beli. Mendekat ke arah Kenan yang kini duduk di motornya sambil melihat orang lalu-lalang.

"Maaf ya lama," ungkap Inara. Ia merasa bersalah membuat Kenan menunggu lama karena dirinya yang kalau sudah memilih novel susah dikontrol.

Kenan menoleh dan mendapati Inara yang berdiri menatapnya dengan wajah yang merasa bersalah. Kenan tesenyum, ia malah merasa senang bisa menatap gadis bahkan bersama gadis itu lama-lama. Seharian pun Kenan betah, jika harus berjalan dengan Inara. Wajah gadis itu tidak membosankan untuk ditatap dan ingin menatapnya lagi dan lagi.

"Nggak papa. Sama kamu mah betah biar seharian." Ungkapnya.

Merah di pipi Inara tidak dapat di tahan lagi. Mendengar ungkapan Kenan dengan kata "kamu" membuatnya sedikit terangkat ke udara. Kenan pun sadar dengan apa yang dikatakannya barusan. Ia menyebutkan satu kata yang membuat gadis itu malu. Kenan hanya terkekeh kecil, ia pun tak tahu jika reaksi Inara akan seperti itu.

"Yuk," ucap Kenan memecah keheningan yang terjadi beberapa detik lalu. Dengan cepat Inara kembali memasang helmnya. Ada rasa malu pada diri Inara, melihat Kenan pasti lelaki itu tahu pipinya memerah.

Kemudian motor Kenan pun melaju bersama dirinya dan Inara meninggalkan toko buku. Di perjalanan menuju rumah, Inara tak henti-hentinya merasakan dadanya yang bergemuruh. Detak jantungnya begitu terasa, hingga membuatnya mengira mungkin Kenan dapat mendengarnya. Inara merasakan juga hal itu.

Thank you buat kalian yang setia membaca indigo pair

Aku banyak banyak terima kasih. Tetep tunggu kelanjutannya ya

Semoga part ini tidak mengecewakan

Nyepam nih updatenya wqwq

Salam,

Wulan Purnamasari

INDIGO PAIR 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang