•IP 21 - Mengintrogasi

16.3K 894 0
                                    

Sesuatu yang sudah mereka rencana kan kemarin akan mereka kerjakan hari ini. Mereka berharap ini dapat membantu mereka untuk menemukan kebenaran.

Istirahat pertama biasanya Inara ke kantin bersama Asya, begitupula dengan Kenan dan yang lainnya. Tetapi untuk hari ini tidak begitu, Inara dan Kenan sudah bersiap untuk menemui pak Wira di ruangannya.

Sesampainya di kantor guru, Inara mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan untuk melihat ada pak Wira atau tidak. Ia menyembulkan kepalanya lewat pintu saja, tetapi ia sama sekali tidak menemukan pak Wira di sekumpulan guru-guru yang ada di ruangan itu.

"Nan, pak Wira ngga ada di ruang guru." Ucapnya pada Kenan.

"Kenapa berdiri di depan pintu?" tanya seorang guru yang ingin masuk ke dalam kantor.

Inara dan Kenan tersenyum sopan melihat seorang guru perempuan dihadapannya itu. "Mau ketemu sama pak Wira bu, tapi bapaknya ngga ada di dalam. Bapaknya dimana ya bu?" tanya Inara.

"Oh biasanya pak Wira ada di ruangannya. Ruang wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Ruangannya ada di bagian sana." Jawab bu Erlina, yang Kenan ketahu saat melihat bagname nya adalah Erlinawati.

"Oh makasih ya bu, kita permisi." Ucap Inara kemudian mengangguk sopan. Setelah bue Erlina berlalu masuk ke dalam kantor, Inara dan Kenan langsung berjalan ke arah yang ditunjuk olehnya tadi.

Hanya berjarak beberapa meter dari pintu ruang guru, mereka berdua telah sampai di depan pintu yang diatasnya bertuliskan "Ruang Kepala Sekolah". Pintu itu terbuka, dan di dalamnya terlihat lagi beberapa pintu yang memisahkan ruangan antara Kepala sekolah dan para wakilnya.

Ruang Waka Ur.Kurikulum.

Mata Kenan dengan jeli melihat papan yang tertempel di salah satu pintu di ruangan itu. Tanpa ragu ia melangkahkan kakinya, dan mengetuk pintu tersebut.

"Assalamualaikum," salamnya sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari dalam, bahkan pintunya pun tidak dibuka menandakan kalau di dalam sepertinya tidak ada orang.

"Assalamualaikum," ucapnya lagi dan hasilnya tetap sama.

"Pak Wira ngga ada juga di ruangannya?" tanya Inara. Kenan hanya mengangguk.

Tak lama setelah itu, seorang pria menginterupsi sehingga mereka menoleh ke sumber suara.

"Ada perlu apa di depan pintu ruangan saya?" tanya orang itu. Yang pasti itu adalah Pak Wira.

Kenan kembali merasakan hawa tak enak di dekat guru seni itu. "Perlu sama bapak sebentar, boleh kan pak?" tanya Inara.

"Silakan masuk," ucapnya mempersilakan.

Kenan dan Inara pun berjalan membututi pak Wira yang masuk ke ruangannya, setelah itu Inara kembali menutup pintunya karena ruangan ini memakai pendingin ruangan.

"Duduk." Ujar Pak Wira pada keduanya setelah ia sudah duduk dikursinya.

Inara malah menjadi takut sekarang. Ia tak tahu harus bicara dan menanyakannya mulai darimana.

"Ada perlu apa kalian mau bicara sama saya? Ada masalah sama kinerja kurikulum?" tanya Pak Wira menatap keduanya. Sedangkan Inara hanya menunduk, tak berani menatap pria dihadapannya ini.

Belum ada juga jawaban yang terlontar dari mulut keduanya, mereka sama-sama diam. Membuat pak Wira menatap bingung. Akhirnya Inara menyenggol kaki Kenan dengan kakinya supaya lelaki itu cepat bicara. Karena yang kemarin mengajak untuk bertemu pak Wira adalah dia.

"Jadi gini pak, saya mohon maaf kalau saya lancang. Saya hanya ingin menanyakan kejadian yang setahun lalu terjadi di gedung teater, apa bapak tahu?" tanya Kenan akhirnya.

Sepersekon kemudian Pak Wira langsung menegang di tempat duduknya. Ia tak mengira kedua anak di depannya ini akan menanyakan hal yang terjadi setahun lalu. Dan baru kali ini ada yang menanyakan hal ini padanya, guru yang lain sekalipun kepala sekolah tak pernah bertanya soal ini padanya. Tapi kenapa dua anak ini bertanya?

"Pak? Bapak tahu semuanya kan?" tanya Kenan lagi.

"Saya ngga tahu, dan bukan urusan kalian." Jawab pak Wira tak suka.

"Tapi kan bapak kepala koordinator ekskul teater pasti bapak ta—"

"Keluar dari ruangan saya," perintahnya enggan menatap Kenan dan Inara.

"Tapi pak—"

"Saya bilang keluar, sebelum saya laporkan ke kepala sekolah kalau kalian mengganggu pekerjaan saya saja." Ucapnya dengan sedikit penekanan.

Tanpa bicara apapun lagi Kenan dan Inara langsung berpamit dan keluar dari ruangannya. Setelah kedua anak murid itu keluar, pak Wira menghela napas gusar dan mengusap wajahnya.

"Kenapa bisa mereka tiba-tiba menanyakan hal ini. Sepertinya mereka itu kelas 10, baru lihat sekarang. Tapi kenapa bisa mereka bertanya seperti ini kepada saya? Saya harus berhati-hati."

000

"Gimana udah introgasi pak Wira?" tanya Asya.

Saat ini Asya dan Inara berada di kantin, karena jam istirahat kedua. Inara meminum jus jeruknya, kemudian menggeleng sebagai tanda jawaban terhadap pertanyaan Asya barusan.

"Loh bukannya tadi udah ketemu pak Wira?" tanya gadis itu lagi.

"Emang udah ketemu, tapi dia ngga mau jawab pas Kenan nanya soal kejadian setahun lalu di gedung teater." Jawab Inara. Ia sendiri masih heran mengapa pak Wira tak mau menjawab, dan tak diragukan pak Wira pasti tahu kejadian ini, tidak mungkin tidak tahu.

"Kenapa begitu?" Inara mengendikkan bahunya. Asya terus saja bertanya membuatnya malas menjawab. Ia hanya mengaduk jus jeruknya dengan sedotan.

"Gue jadi yakin pak Wira yang ada di balik kejadian itu," ujar Asya membuat Inara mendongak menatapnya.

"Jangan suudzon, kalau kenyataannya itu ngga bener, dosa." Ucap Inara kemudian menatap jusnya yang tinggal setengah itu.

"Bukannya gitu Na. Tapi kalau dia emang ngga terlibat pasti dia bakal ngasih tau kalian berdua, ngga mungkin dia bakal nutup-nutupin kayak gitu."

"Gue ngga mau berpikiran negatif sebelum gue tahu kebenarannya."

Enjoyyyy please

Jangan lupa vote dan komentar

INDIGO PAIR 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang