Kenan sedang berada di rumah Ferro saat ini untuk menginap, juga bersama Rey dan Titan. Mereka sengaja menginap disini, karena besok adalah hari minggu. Pertama Kenan yang mengajak untuk menginap di rumahnya, tapi Ferro dengan cepat menawarkan diri untuk menginap di rumahnya saja. Dan hasil keputusan pun mereka semua menginap di rumah Ferro.
"Kamar lo sudah di dekor Ro? Jadi lebih berwarna gitu," ujar Kenan ketika ia melihat perubahan di kamar Ferro.
Memang kamar lelaki itu telah berubah. Tak lagi hanya terisi dengan barang yang terakhir kali ia lihat saat ke sini. Kamar Ferro sudah lebih banyak isinya, kalau kemarin tak ada tv dikamarnya, kini sudah ada. Dilengkapi dengan perlengkapan bermain ps juga. Dan warna dinding yang kemarin berwarna gelap, kini telah berubah menjadi putih gading.
Kenan melihat sepertinya lelaki itu sudah lebih baik. Sudah mulai mengubah hidupnya untuk lebih berwarna.
Rey dan Titan sedang asik bermain ps 4 milik Ferro. Sedangkan dua manusia lagi, sedang tiduran di ranjang.
"Ini berkat sepupu lo," balas Ferro dengan senyum melengkung di bibirnya. Ia membayangkan gadis yang sudah merebut hatinya dengan begitu cepat.
Kenan menoleh ke arah Ferro, mendapati lelaki itu sedang menatap langit-langit kamar dengan senyum di wajahnya. Melihat itu ada perasaan senang di hati Kenan melihat sahabatnya itu tersenyum. Tapi kalau ia pikir lagi dengan jawaban Ferro tadi, semua ini karena Asya, memang gadis itu telah melakukan apa sehingga Ferro merasa bahagia seperti ini.
"Emang yang dekor ini Asya ya? Lo udah pernah ngajak dia kesini?" tanya Kenan beruntun.
"Yang dekor ini bukan dia lah, terkadang lo terlalu bego untuk memahami maksud gue Nan." Jawabnya masih dengan senyum yang tercetak jelas dibibirnya.
"Karena dia, gue jadi ngerasa di dunia ini gue ngga sendiri." Lanjutnya.
Kenan masih tidak mengerti, tapi ia enggan untuk bertanya lagi. Ia bersyukur kalau Asya bisa membuat Ferro merasa berarti dalam hidupnya sendiri.
"Gue ke dapur dulu deh mau ambil minum." Ucap Kenan seraya bangun dari ranjang.
"Ambilin kita juga ya Nan," sahut Titan yang masih asik menatap layar tv yang menampilkan permainan sepak bola dengan Rey.
"Nggak mau," balas Kenan sembari berjalan keluar kamar.
"Dasar pelit." Gerutu Titan.
Ferro hanya terkekeh mendengarnya. Kemudian ia juga bangun dari ranjang dan menuju balkon yang tehubung dengan kamarnya. Hanya dipisahkan oleh pintu kaca yang bergeser.
Ia menggeser pintu kaca yang membatasi kamarnya dengan balkon. Ferro duduk di kursi yang memang sengaja ditaruh disana untuknya yang sewaktu-waktu ingin bersantai. Di keluarkannya sebungkus rokok dari kantung celananya, kemudian dibukanya bungkus rokok yang sudah tak bersegel itu. Lalu diamblinya sebatang rokok dan membakar ujungnya, dan setelah itu ia menyesap puntung rokok sehingga mengeluarkan asap dari mulutnya.
Lelaki remaja itu memandang langit malam yang berhiaskan bintang. Begitu indah, tapi tidak seindah jalan hidupnya. Senyum pun terukir di bibirnya ketika mengingat masa kecilnya yang masih bisa merasakan hangatnya kasih sayang orang tua. Sejenak ia pergi ke masa lampau dengan pikirannya, dan seketika pula ia kembali ke dunia sekarang menyadari khayalannya itu tinggal kenangan.
Sungguh menyakitkan bagi Ferro melihat kedua orang tuanya tidak harmonis semenjak waktu itu. Ia memang tahu keluarga papanya itu dari kelas menengah, tidak seperti mamanya yang memang keturunan kelas atas. Dan yang tak Ferro sangka mamanya mengungkit masalah keluarga papanya yang tidak ada apa-apanya dibandingkan keluarga mama. Waktu itu papa dan mamanya memang sedang bertengkar karena masalah sepele, ia juga tak tahu pasti masalah yang membuat orangtuanya cekcok. Dan saat terjadi perdebatan dengan mulus perkataan menyinggung meluncur dari mulut sang mama. Dan setelah itu, permasalahan menjadi besar seperti sekarang.
Ferro tak mendapat kasih sayang lagi, bahkan dipedulikan saja tidak. Kadang ia merenung, memikirkan tidakkah mama dan papanya memikirkan dirinya saat-saat seperti ini? Ia masih cukup muda untuk mengerti. Ia juga masih terlalu muda untuk hidup sendiri. Ferro selalu berpikir kalau orang tuanya itu hanya memenangkan ego sendiri-sendiri tanpa memikirkan perasaannya.
"Oh disini toh ternyata," ucap Kenan yang tiba-tiba muncul. Menyadarkan Ferro yang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Kemudian cowok itu ikut duduk di kursi yang berada di samping Ferro. "Kayak bau-bau asap gitu ya," ujar Kenan lagi. Ia mengendus area sekitarnya untuk mencari sumber asap. Kemudian tatapannya beralih ke Ferro yang seolah tak peduli dengan kedatangannya. Arah pandang Kenan pun menurun ke arah jemari Ferro, sepertinya asap itu berasal dari cowok itu.
Dengan jelas sekali Kenan melihat sebatang rokok yang berasap terselip di jari telunjuk dan jari tengah Ferro. Kenan menghela napasnya, selama beberapa bulan bersahabatan dengan Ferro membuatnya sudah hapal sekali kelakuan orang di dekatnya ini. Jika Ferro sudah begini pasti ia sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya pusing. Bukan pusing, tetapi sesuatu yang membuatnya begitu sakit menerima kenyataan hidup.
Tapi sungguh, apa yang dilakukan Ferro tidaklah baik bagi dirinya sendiri. Kenan tahu apa yang dihadapi laki-laki ini tidaklah mudah, tapi harus kah melampiaskannya seperti ini? Masih banyak dan berjuta-juta hal baik untuk melampiaskan beban dalam hidup. Mengapa harus melakukan hal yang merugikan kalau hal baik masih bisa kita lakukan?
"Sayangi hidup Ro." Ucap Kenan. Ferro yang mendengar ucapan itu langsung menoleh ke sumber suara, menatap Kenan yang juga sedang menatap langit.
"Rokok nggak baik buat kesehatan," lanjutnya. Ferro mendesah, lagi-lagi mendapat ceramah dari Kenan. Lelaki itu selalu saja menyempatkan dirinya untuk menceramahi Ferro.
"Ceramah mulu lo." Cecarnya, kemudian menyesap kembali rokoknya yang sudah tersisa setengah karena terbakar bara api.
"Gue cuma ngasih tau yang baik sama lo. Kata pak Yusuf, sesama muslim kita wajib mengingatkan siapa saja saudara kita yang berbuat tidak baik yang dapat merugikan dirinya bahkan orang lain. Kita harus saling mengingatkan untuk jalan yang baik." Titah Kenan. Ferro yang mendengarnya hanya memasang wajah datar, kalau sudah Kenan bicara seperti ini, ia tak mampu berkata-kata lagi.
Pak Yusuf adalah guru agama yang mengajar seluruh kelas 10. Dan juga termasuk guru favorit Kenan, karena orangtua itu biar umurnya sudah hampir setengah abad masih tetap gaul. Enak di ajak sharing seputar pergaulan remaja sekarang, dan dalam menanggapi sesuatu tidak terlalu tegang tapi tetap serius. Kenan suka guru yang seperti itu, fisiknya terlihat tua tapi pikirannya masih anak muda.
"Iya-iya pak Yusuf kw 2." Balas Kenan dengan malas.
"Kalau Asya tahu lo suka begini pasti dia ngga mau deket-deket sama lo lagi," ucap Kenan santai membuat Ferro merespon tidak santai.
"Ya lo jangan buka kartu. Jahat lo!" ucap Ferro kesal. Kalau sampai Asya tak ingin dekat dengannya lagi, entah jadi apa perasaannya. Mungkin semakin hancur, atau mungkin hancur tak tersisa berterbangan seperti abu yang ditiup angin. Ia sekarang sungguh bahagia bisa kenal gadis seperti Asya, ia juga sudah jatuh hati pada gadis itu.
"Itu semua tergantung sama diri lo. Kalau lo nya terus-terusan begini ya tanggung aja resiko kalo Asya sempet tahu."
Ferro mendesah pelan, membuang puntung rokoknya sembarangan. Ia tak peduli jika rumahnya akan kebakaran, toh tak ada juga yang peduli.
"Tidak semua orang merubah sikapnya ke arah yang lebih baik. Terkadang dengan sesuatu yang dianggap orang buruk dapat menutupi kesakitan yang dirasakannya." Ferro berucap sambil menatap Kenan di sampingnya.
Kenan menatap balik sahabatnya itu, "Dan lo harusnya bisa berubah ke arah yang lebih baik, bukannya ngerugiin diri sendiri."
"Lo nggak tahu dan nggak ngerti rasanya jadi gue," ucap Ferro dengan nada sarkas membuat Kenan menyadari kalau yang ia katakan tadi memang diluar batas. Tapi ia merasa tak ada yang salah dengan perkataannya barusan, ia hanya mengingatkan Ferro untuk merubah sikapnya ke yang lebih baik. Tak seharusnya juga ia merusak masa depannya dengan mengonsumsi yang seharusnya tidak pernah ia konsumsi. Tetapi sepertinya Ferro tersinggung dengan apa yang dikatakan Kenan sehingga membuat cowok itu berubah nada menjadi sarkas.
Tanpa bicara apapun lagi, Ferro masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Kenan yang masih termenung di balkon.
Jangan lupa vote dan komentarnya ya
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO PAIR 1
HororInara dan Kenan memiliki kelebihan yang tak biasa. Dapat melihat sesuatu yang gaib adalah hal yang berbeda bagi kebanyakan orang. Inara sempat dijauhi oleh teman sekolahnya karena hal itu. Namun di SMA ini, ia tak lagi dijauhi. Ia akhirnya mendapatk...