-----------------------------------------------------
Maxel's POV
"Boleh. Saya juga sepertinya pernah bertemu dengan anda sebelumnya." Jawab Elda dengan nada datar.
Tuh, kan! Bener apa kataku. Wajah dia itu familiar banget dulu. Iya dulu. Karena kata hatiku bilang kalau aku pernah bertemu dia tapi dulu.
"Kita makai bahasa santai aja ya." Tawarku.
"Terserah." Jawabnya.
"Gue nanya, apa bener lo Grielda temennya Lili itu. Dan nama lo Elda?" Tanya gue penasaran.
"Oh, gue inget. Lo Fabina yang berani-beraninya nyuri ciuman pertama gue dan gigit bibir gue di bandara sampai berdarah?!" Tuduhnya.
Belum sempat aku menjawab.
'Plakk!' dia menampar pipiku.
"Kenapa?" Tanyaku dengan sebelah alis terangkat.
"Sorry. Itu janji gue saat lo gigit bibir gue sampai berdarah. Dan janji gue pada diri gue sendiri lunas." Jawabnya.
"Its okay! Lo gak salah. Yang salah gue. Maafin gue kalo udah nyuri ciuman pertama lo dan gigit bibir lo sampai berdarah. Dan asal lo tau itu juga ciuman pertama gue."
"Dan sayangnya gue gak percaya." Jawabnya datar.
"Oh, Elda, ayolah. Maafin gue. Gini deh, kasih tau ke gue bagaimana caranya agar lo bisa maafin gue." Pintaku.
"Udah gue maafin. Tenang aja. Btw, ini interview nya cuman temu kangen doang?" Tanyanya dengan nada sedikit hangat.
"Oh iya hahaha. Udah gak usah interview. Gue percaya lo. Lili banyak cerita tentang lo. Mulai sekarang, lo jadi kepala bagian desain interior sementara disini, sebelum lo gue pindahin ke Indonesia. Dan gue kasih waktu untuk lo ngerayain wisuda bareng temen-temen lo nanti kalau sudah waktunya." Jelasku.
"Tunggu! Jadi lo yang selama ini nge-line gue? Nama lo siapa sih?" Tanyanya.
"Oh hampir lupa. Iya gue yang nge-line lo yang ketemu di omegle. Nama gue Fabina Maxel Gunawan. Nice to meet you. Selamat bekerja." Jawabku.
"Ternyata aslinya lebih ngeselin di banding di LINE." Gumamnya pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
"Apa?" Tanyaku menggodanya.
"Em, lo ganteng! Eh--" ucapnya spontan dan langsung menutup bibirnya dengan kedua tangannya.
"Oh, jadi lo udah mulai berani menggoda gue?" Ucapku sambil berjalan mendekatinya.
Dia yang duduk hanya bisa memundurkan kepalanya doang tanpa ada gerakan dari tubuhnya. Ini kesempatan bagus. Lagian aku juga sudah rindu dengan bibir candunya. Apakahasih seenak dulu? Ah, kita coba saja.
"Bu..Bukan.. M-mak..maks-ud gue--" sambil dia berucap, semakin pula aku memajukan kepalaku dengan tanganku yang bertumpu pada pegangan kursi yang di dudukinya. Kulihat dia memejamkan matanya. Aku hanya terkekeh. Lucu juga wanita dingin ini.
"Kenapa merem? Ngarep di cium?" Wajahku berhenti tepat beberapa sentimeter di depan wajahnya.
"Eh?" Ucapnya sambil mengerjap-erjapkan matanya.
Aku hanya mengangkat sebelah alisku.
"Engg- enggak kok! Tadi merem gara-gara kelilipan deb--" ucapnya terpotong.
CUP!
Akhirnya aku berhasil mengecup bibirnya sekilas. Ku tarik kembali bibirku. Kutunggu reaksinya. Ternyata masih memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coldest Romance [COMPLETED]
Romance[PROSES REVISI - PART LENGKAP] Hanya berawal dari tatap yang mampu menghipnotis keduanya untuk tetap saling mengunci dan tak akan pernah melepaskan. "Walapun aku dingin, tetapi aku memiliki nafsu untuk terus memakanmu hingga habis." - Fabina Maxel G...