-------------------------------------------------------Maxel's POV
Ini gak bisa di biarin. Aku harus tanggung jawab dengan apa yang telah aku perbuat. Tapi sungguh aku tidak menikmati nya. Kalaupun malam itu Kayt tidak mengajakku ke club. Mungkin ini tidak akan pernah terjadi.
Ku langkahkan kakiku keluar dari ruangan Tedy. Dengan langkah gusar, aku menuju ke ruangan Elda. Belum sempat aku mengetuk pintu, terdengar suara tangisan dari dalam ruangan Elda. Ntah kenapa hatiku sakit sekali mendengar tangisannya.
Ku beranikan diri untuk membuka pintu ruangannya. Baru sampai menggenggam gagang pintu ruangannya, ponselku berbunyi. Ku urungkan niatku. Aku lebih memilih untuk mengangkat telfonnya. Karena dari papa.
"Halo, pa?" Sapaku sambil melangkah menuju ke ruanganku.
"Halo, Max. Bagaimana kerajaanmu?" Tanya papa.
"Baik, pa. Kenapa?" Tanyaku dengan nada lesu.
"Kok lemes? Kamu sakit?" Tanya papa.
"Enggak kok. Cuman ada sedikit masalah aja."
"Cerita ke papa."
Aku menghembuskan nafas lembut. Berpikir apakah aku harus bercerita apa tidak. Kulihat jadwalku kosong hari ini. Dan pekerjaan tinggal sedikit lagi selesai. Apa salahnya cerita sebentar dengan papa.
"Maxel tidak sengaja menghamili gadis, pa." Ucapku dengan pelan.
"Apa?! Siapa dia, Max? Bagaimana bisa?" Ucap papa dengan sedikit meninggikan nadanya.
"Gadis Indonesia yang kuliah di Jepang dan kerja di tempat Maxel. Kepala desain interior. Namanya Elda. Sebelumnya Maxel udah pernah ketemu sewaktu di Indonesia. Dan Maxel juga pernah menciumnya. Maxel tidak tau pasti dia hamil atau tidak. Saat itu Maxel sedang dalam keadaan mabuk. Waktu pulang kerja, Maxel ketemu sama Kayt. Dia ngajak Maxel keluar. Gak taunya dia ngajak Maxel di club. Dan ntah kenapa Maxel minum banyak sekali. Hingga waktu di rumah Maxel salah masuk apartemen, malah ketemu Elda. Dan Maxel tidak ingat apa-apa lagi. Maxel kaget waktu paginya, Maxel menemukan pakaian dalam wanita. Dan kata Tedy itu milik Elda. Maxel bingung apa yang harus Maxel lakukan, pa. Intinya Maxel ingin tanggung jawab. Pada saat Maxel ingin minta maaf, Maxel dengar tangisan Elda di dalam ruangannya. Dan mendengar tangisan Elda, membuat hati Maxel sakit, pa. Apa yang harus Maxel lakukan?" Ceritaku pada papa.
"Papa gak mau tau, kamu harus tanggung jawab. Itu salah kamu. Papa gak mau punya anak pengecut. Inget itu. Jadilah kebanggaan papa dan mama. Jangan kecewain kami." Ucap papa dan langsung mematikan sambungannya.
Aku memberanikan diri untuk pergi ke ruangan Elda. Aku harus benar-benar minta maaf sebelum semua terlambat. Tedy yang sedari tadi di depan pintu langsung menghampiriku saat aku membuka pintu.
"Bos, gue mau lo tanggung jawab. Kasian dia. Dan semangat! Gue yakin lo bukan seorang pengecut dan gue yakin pula lo bisa." Ucap Tedy sedikit menenangkan ku.
"Gue juga lagi berusaha. Doain gue. Segala kemungkinan terburuk akan gue hadepin dan gue minta tolong sama lo, backpack up in gue kalo sampe sesuatu yang buruk menimpa." Ucapku pada Tedy. Dia hanya mengangguk.
Ku langkahkan kaki ku ke ruangan Elda. Suara tangis sudah tidak terdengar lagi. Mungkin dia lelah dan sudah mulai tenang. Ku buka pintu ruangan Elda dan aku terkejut. Elda tergeletak lemah di lantai.
Ku hampiri Elda dan menepuk pelan pipinya. Namun tidak ada respon darinya. Aku semakin panik, bagaimana jika dia bunuh diri. Ah, tidak mungkin! Pikiran macam apa yang ada di otakku.
"El.. Elda.. bangun El.." ucapku sambil menepuk pipinya pelan.
Ku periksa seluruh tubuhnya masih utuh. Oh, mungkin dia pingsan. Ku angkat tubuhnya ala bridal style untuk ku bawa ke apartemenku. Aku memerintahkan Tedy untuk memanggil dokter ke apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coldest Romance [COMPLETED]
Romance[PROSES REVISI - PART LENGKAP] Hanya berawal dari tatap yang mampu menghipnotis keduanya untuk tetap saling mengunci dan tak akan pernah melepaskan. "Walapun aku dingin, tetapi aku memiliki nafsu untuk terus memakanmu hingga habis." - Fabina Maxel G...