Epilog

13.7K 288 3
                                    


------------------------------------------------------

Author's POV

"Bun, Billy pulang." Ucap Billy saat memasuki rumah.

Billy adalah anak Elda dan Maxel. Kini usia Billy sudah menginjak 17 tahun. Sifatnya sangat dingin.

Benar-benar menurun dari sifat Maxel dan Elda. Sampai terkadang banyak gadis yang menelfon nomor kediaman Maxel hanya untuk menanyakan kenapa Billy tidak membalas pesan? Kenapa Billy hanya membaca pesan? Dan lain-lain.

Selain dingin, Billy adalah seorang playboy. Ntah sifat siapa yang di turunkan. Padahal Maxel dan Elda adalah cinta pertama masing-masing.

"Makan, dulu." Jawab Elda.

"Iya, nanti." Jawab Billy dan langsung masuk ke kamarnya.

Tak lama setelah itu, Maxel pulang.

"Bun, ayah pulang." Ucap Maxel begitu memasuki rumah.

Elda langsung menghampiri Maxel dan menyambar tas kerja Maxel. Sedangkan Maxel mencium kening Elda. Itu sudah menjadi kebiasaan keduanya selama 17 tahun pernikahan mereka.

"Billy mana, Bun?" Tanya Maxel.

"Di kamarnya. Kayaknya galau. Di tanya jawabnya singkat terus." Jawab Elda dan langsung menuju kamar untuk menaruh tas kerja Maxel. Sedangkan Maxel langsung menuju ke kamar Billy.

Maxel langsung masuk ke kamar Billy tanpa mengetuk. Terlihat Billy, anaknya sedang berbaring di atas kasur dalam diam. Maxel langsung menghampiri Billy.

"Jagoan ayah kenapa?" Tanya Maxel.

"Nggak papa." Jawab Billy datar.

"Galau ya?" Goda Maxel.

"Enggak." Jawab Billy masih dengan nada datar.

"Enggak salah." Goda Maxel lagi.

"Apa sih, yah?" Ucap Billy sambil bangkit.

"Nggak papa. Ayah cuman mau ngajak Billy ngejalanin suatu rencana. Penting ini." Ucap Maxel yang tiba-tiba serius.

"Apa, yah?" Tanya Billy.

"Sini telinga kamu." Maxel pun membisikkan rencananya. Dan Billy mendengarnya dengan seksama.

"Boleh." Ucap Billy tampak menyetujuinya.

"Tos dulu dong." Ucap Maxel.

"Yosh!"

***

Elda's POV

Pada kemana ini kok sepi banget. Padahal aku sudah bilang kalo libur di rumah aja. Ini malah main. Di tinggal belanja bentar juga.

Ya ampun ini apa lagi dapur berantakan banget. Mereka habis ngapain sih.

"Ayah!!! Billy!!! Kalian dimana? Ini kenapa rumah kotor banget!!!" Teriakku.

Namun tidak ada jawaban. Ku langkahkan kakiku ke kamarku ternyata kosong. Ke kamar Billy kosong, ke seluruh ruangan di rumah ini kosong semua. Mobil ada di rumah. Terus kemana perginya mereka?

Jam udah nunjukin pukul 9 malam, tapi mereka belum pulang juga. Di telfon nomor pada gak aktif. Ini kemana sih. Sungguh, kalau mereka pulang nanti aku akan mengambek selama seminggu.

Jam menunjukkan pukul 10 malam. Terdengar suara kendaraan berhenti di depan rumah. Tak lama Billy masuk tanpa suara.

"Darimana saja kamu?" Tanya ku dengan nada tinggi.

Billy hanya menengokku sekilas dan langsung berjalan menuju ke kamarnya tanpa mempedulikan pertanyaanku.

"Billy! Kamu dengar bunda tidak?" Ucapku yang lagi-lagi di hiraukan nya.

"Billy, bunda ini ibu kandung kamu. Kalau di tanya itu di jawab. Bukan diem aja." Ucapku terlewat emosi.

"Bun, berisik. Tadi katanya liburan gak boleh keluar. Tapi bunda sendiri keluar. Sekarang yang salah siapa?" Ucap Billy dengan nada dingin.

"Billy! Beraninya kamu ngomong kayak gitu sama bunda, nak." Ucapku dengan suara bergetar. Tak terasa air mataku sudah lolos dari pelupuk mataku.

Brakk!

Billy menutup pintu kamar dengan kasar. Apa yang terjadi dengan Billy? Segitu bersalahnya kah aku padanya? Ayah cepetan pulang.

Semakin aku menunggu Maxel pulang, semakin besar pula rasa kantukku. Tapi semakin kutahan rasa kantuk ini. Hingga akhirnya aku terlelap.

***

Billy's POV

Bunda, maafin Billy. Ini masuk dalam bagian rencana. Ah, bunda kenapa jamnya masih lama. Aku bener-bener merasa bersalah sama bunda.

Saat sedang bingung, ponselku bergetar tanda ada panggilan masuk. Kulihat ternyata ayah yang menelfonku.

"Hallo, yah?" Sapaku.

"Pastikan bunda sudah tidur. Tapi jangan sampai bunda bangun. Lima belas menit lagi ayah nyampek." Ucap ayah di seberang sana.

"Bentar. Jangan di tutup telfonnya. Billy gak punya pulsa." Ucapku dengan jujur.

"Iya buruan."

Aku langsung turun untuk melihat keadaan bunda. Ternyata bunda tertidur di sofa. Kasian sekali bunda. Maafin Billy ya, Bun.

"Yah, bunda udah tidur. Di sofa. Kalo pulang pelan-pelan. Atau gak telfon Billy lagi." Ucapku memperingatkan ayah.

"Ayah sudah di depan." Ucap ayah.

"Katanya tadi lima belas menit. Dasar cowok, suka nya PHP." Ucapku dengan nada sok kesel.

"Uang jajan di potong seminggu." Kemudian sambungan terputus.

Ah, dasar ayah. Ngancem ya uang jajan. Bodo amat, yang terpenting sekarang aku nyamperin ayah di depan dulu.

Saat aku membuka pintu, terlihat ayah sudah membawa kue tart brownis kesukaan bunda. Sungguh, cinta ayah ke bunda tidak bisa di ragukan lagi.

"Ayo, kita gak punya waktu." Ucap ayah.

"Ya, ayo, semua sudah siap di ruang tamu termasuk bunda." Ucapku.

Aku dan ayah menghampiri bunda. Ayah memberi aba-aba untuk membangunkan bunda dengan cara mencium pipi bunda. Ayah sebelah kanan, aku sebelah kiri.

"Satu... Dua... Tiga..."

CUP!

"Eeeghhh--" respon bunda. Karena tidurnya terganggu.

Tak lama kemudian bunda membuka matanya dengan sempurna.

00.00 WIB

"Happy Birthday BUNDA!!" Ucapku dan Aya secara bersamaan.

"Ayah, Billy. Sungguh ya! Kalian bikin bunda kesel." Ucap bunda sambil menangis terharu.

"Maafin Billy, Bun. Ini semua rencana ayah." Ucapku dengan jujur.

"Oh, ayah. Yaudah. Malem ini ayah gak dapat jatah." Ucap bunda telak.

"Bun, kok gitu? Dapet dong, kan kasian junior nya udah kaku." Rengek ayah yang bikin aku tertawa lepas.

"Hahahaha. Adegan dewasa. Billy gak ikut-ikut ya, yah." Ucapku dan langsung berlari menuju kamarku.

***

Alhamdulillah THE COLDEST ROMANCE TAMAT.

Nantikan cerita aku selanjutnya💞💞

Keep vote and comment ❤

The Coldest Romance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang