25

7.3K 249 2
                                    


-------------------------------------------------------

Author's POV

Plak!! Plak!!

Hiley menampar pipi kanan kiri Maxel dengan penuh amarah. Sekarang Maxel, Hiley, Rio, dan Tedy berada di ruang tamu. Sedangkan para wanita di dalam kamar semua. Karena ini adalah urusan pria.

"Apa-apaan kamu! Kamu gila Maxel?! Apa yang kamu lakukan? Atas dasar apa kamu menikahi wanita ular itu? Kamu ingat! Biarkan jelek gini, papa ini tetap papa kamu!" Ucap Hiley dengan penuh amarah.

"Tenang, pa, tenang." Ucap Rio, kakak Maxel sambil mengelus punggung Hiley.

"Atas dasar apa pula anda menampar dan melarang saya menikah dengan wanita yang saya cintai? Bahkan saya tidak mengenal kalian semua sama sekali. Kalian hanya orang asing yang mengaku sebagai keluarga saya." Ucap Maxel dengan tenang.

"Sudah berapa kali papa bilang?! Kamu memang anak papa! Kamu amnesia akibat kecelakaan beruntun di Cambridge. Terserah kamu percaya atau tidak. Kita bisa cek DNA!" Ucap Hiley sudah sedikit lebih tenang.

"Seharusnya lo sadar dari awal, Max! Kalo Kayt hanya memperalat lo! Kalau amnesia lo itu sembuh, gue yakin seribu persen bakalan jijik!" Ucap Tedy yang sedari tadi tidak tahan dengan ucapan Maxel.

"Apa yang anda katakan? Saya tidak amnesia. Saya baik-baik saja. Saya tidak pernah kecelakaan. Jadi hentikan omong kosong kalian. Calon istri saya sudah menunggu, saya permisi." Ucap Maxel sambil melangkah pergi dari ruangan itu.

Semua orang yang berada di ruangan itu menghela nafas dengan berat. Melihat tingkah Maxel yang sedang amnesia ini harus ekstra sabar untuk menghadapinya.

Sementara itu, Maxel mengendarai mobilnya gila-gilaan. Sebenarnya ia tidak ingin menemui Kayt. Entah kenapa, Maxel ingin memikirkan perkataan pria tua itu. Kenapa seakan akan, dirinya adalah anak kandung pria tua itu.

Mobil Maxel berhenti di jembatan yang ada di pinggiran kota. Ia keluar dari mobil dan bersandar pada pagar jembatan. Menikmati pemandangan kota Jakarta di malam hari, sedikit membuat pikiran Maxel tenang.

Perlahan Maxel memikirkan apa yang telah menimpanya bulan-bulan ini. Kenapa seakan masalah datang secara bertubi-tubi. Tetapi ia tidak tau inti dari masalah ini.

'Amnesia? Apakah benar aku amnesia. Kalaupun iya, aku tidak bisa memaksakan ingatanku untuk mengingat semua. Tapi jika tidak, kenapa semua orang terlihat asing bagiku dan mereka selalu mengatakan amnesia jika aku menuruti apa kata hatiku.' batin Maxel.

'Tuhan, tolong kembalikan ingatanku ini seperti semula. Jika aku tidak bisa sendiri, tolong kirimkan seseorang yang bisa menjadi tongkat agar aku bisa berdiri tegak saat menghadapi kenyataan nanti.' doa Maxel dalam hati.

'Aku hanya berharap, Kayt. Karena hanya dia yang aku kenal disini.' ucap Maxel seraya bangkit.

***

Keesokan paginya, Elda menatap dirinya yang kini terlihat kurus dan pucat. Tadi pagi ia memuntahkan semua isi perutnya. Perutnya seakan-akan menolak apa saja yang masuk kedalamnya.

"Elda, sarapan dulu sayang." Ajak Nana.

"Aku minum susu aja, kak. Lagi gak laper." Jawab Elda sambil berjalan ke meja makan.

"Kamu sakit? Kok pucet? Gak usah masuk kerja aja, ya?" Ucap Nana.

"Gak bisa, kak. Elda harus kerja. Hari ini ada proyek baru. Jadi Elda harus presentasi." Jawab Elda setelah meminum susu.

"Oh, ya sudah kalau begitu. Tapi nanti kalau gak kuat, ijin pulang ya. Terus telfon kakak, nanti kakak jemput." Ucap Nana dengan khawatir.

"Elda gapapa, kak. Tenang aja." Jawab Elda.

The Coldest Romance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang