Pergi - 04

3.7K 165 1
                                    

          Di balik kesempurnaan seseorang pasti ada yang namanya kekurangan bukan? Elora yang di cap sebagai perempuan sempurna nyatanya tidak begitu. Contohnya seperti ini.

          Elora tidak pernah selupa begini. Lupa adalah hal yang wajar bagi setiap manusia. Tapi bagi Elora itu berbeda. Ia akui, ia sering merasa lupa seperti makan misalnya atau tidak menyisir rambut.

          Tapi kali ini karena lupa, semua rahasianya hampir terbongkar. Dan Elora juga lupa kenyataan bahwa keadaan keluarganya tidak baik - baik saja.

 .        Setiap kali, ia ingin mengadu pada Tuhan tentang rasa sakit hatinya. Tapi ia punya alasan untuk tidak melakukannya. Ia selalu menutupi rasa sakit itu sendiri walaupun ia tahu luka itu tidak akan pernah sembuh.

          Raut wajahnya yang selalu baik - baik saja membuat orang - orang berpikir bagaimana hidupnya yang sempurna. Mungkin ia bisa mendapat ajang awards dengan kategori aktris terbaik tahun ini.

          "Alden..." Tanpa sadar Elora berucap. Alden yang sedang menulis langsung mendongak menatap Elora heran. Tidak biasanya sikap Elora yang lebih kalem dari biasanya.

            " Apa?"

          "Ng- gak sih cuman.." Elora berkata kikuk. Bingung pada dirinya sendiri.

          Alden menghembuskan nafasnya, tahu bahwa Elora sedang tidak baik baik saja. Menutup bukunya lalu menarik tangan Elora keluar rumah.

         Tangan Elora yang tiba - tiba ditarik, mau tak mau ia mengikutinya.

          Elora berusaha mensejajarkan langkahnya agar tidak terjatuh sambil menggerutu.

          " Kita mau kemana?"

          "Udah lo ikut aja."

          Selama hampir 15 menit mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di sebuah kedai coffe. Alis Elora terangkat.

          " Ngapain kita kesini?" Tanya Elora. Bukannya menjawab, Alden malah langsung menarik Elora masuk ke dalam.

          "Lo tunggu disini, gue pesen dulu." Ujar Alden.

          Tak lama kemudian Alden datang dengan 2 cangkir kopi yang sudah ia yakini jika itu kopi hitam.

          "Ini buat lo." Ujar Alden sambil mendorong secangkir kopi hitam itu kehadapannya.

          " Gimana lo tahu kalau gue suka kopi hitam?"

          Alden menggaruk tengkuknya tidak gatal. "Ya gue cuma tebak dan ternyata bener ." Kata Alden kikuk. Elora hanya manggut - manggut mengerti.

          " Kenapa lo ngajak gue kesini?" Tanya Elora lalu menyesap kopi hitamnya. Mungkin orang - orang akan berpendapat aneh tentangnya bahwa perempuan kok suka kopi hitam?

          Walaupun Elora tahu, kopi itu tidak bagus untuk kesehatan, tapi Elora tetap suka dengan rasanya yang pahit.

          Sejak kecil, jika hari libur. Ibunya pasti akan membuat secangkir kopi untuknya. Lalu mereka berdua akan duduk berhadapan lalu bercakap - cakap tentang apapun hingga lupa waktu.

          Ah, Elora rindu dengan itu semua.

          "Elora?" Panggil Alden membuat Elora tersadar dari lamunannya.

          " Ya?"

          "Lo denger gak tadi gue ngomong apa?"

          Elora menggeleng. Memang karena ia tidak mendengar ucapan Alden, sibuk dengan pikirannya.

          Alden menghela nafas. " Jadi gini, kalau gue lagi banyak pikiran. Gue suka dateng kesini sambil minum kopi, terus mandangin jalanan kota Jakarta yang super duper macet."

          Elora hanya diam mendengarkan. Memang benar, dari atas sini ia bisa melihat jalanan kota Jakarta yang macet seperti biasanya. Sambil menikmati kopi hitam mungkin rasanya enak juga. Apalagi cuaca hujan seperti ini.

          "Makasih ya Al." Kata Elora sambil tersenyum tulus. Kali ini benar - benar tulus. Alden sempat terdiam lalu balas tersenyum. Tidak menyangka dengan reaksi Elora.

          " btw, kok nama kita hampir sama. Lo El gue Al."

          Kali ini Elora tertawa karena laki - laki didepannya.

         Alden.

🍂🍂🍂

          Ruangan yang tadinya gelap berubah terang saat Elora menyalakan saklar lampu. Keadaan rumahnya kali ini sama seperti biasanya, selalu berantakan.

          Elora menghembuskan nafas lelah. Selalu seperti ini.

          "Bun." Panggil Elora ketika masuk kedalam kamar bundanya. Matanya membelalak kaget saat melihat ibunya tergeletak pingsan.

          " Bunda! Bi bi Inah." Panggil Elora panik. Ia terus mengguncang- guncangkan badan bundanya.

          Tak lama kemudian, bi Inah datang dengan tergopoh - gopoh. "Iya non?"

          "Bi tolong panggil pak Maman bi cepet kita bawa bunda ke rumah sakit!"

          Bi Inah mengangguk patuh " Maaf non dari tadi saya di dapur."

          Elora mengangguk mengerti. Bi Inah pun pergi memanggil pak Maman supir keluarga mereka.

          Wajah Elora sudah memerah, menahan tangisan. Lagi - lagi kejadian seperti ini terulang untuk sekian kalinya.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang