Pergi - 16

2.8K 129 2
                                    

         
        "Lo sama Elora ngapain ketemu?" tanya Mia saat sudah berada di kamar Alden. Laki-laki itu duduk di depan komputer lalu menyalakannya.

          "Ya ngobrol-ngobrol aja, kita berdua kan emang teman," jawab Alden santai tanpa tahu ucapannya itu menyinggung Mia.

          Wajah Mia memerah. Bibirnya bergemeletuk menahan emosi. "Apa harus ketemu berdua?"

          Alden berbalik menatap Mia dengan dahi berkerut. "Lo kenapa sih? Kayak nggak suka gitu?"

          "Karena lo itu milik gue!" Hardik Mia marah. Alden mengerjapkan mata terkejut. Ia tidak pernah melihat Mia marah karena Mia adalah seorang penyabar dan juga lemah lembut.

          "Sorry? Setelah lo pergi tanpa kabar, lo masih mengklaim gue itu milik lo?"

           "Gue kan udah bilang kalau-"

            "Lo sebenarnya kenapa? Gue sama Elora itu cuman sebatas guru privat dan murid! Lo cemburu?" Alden bangkit b dan erdiri dan menghampiri Mia yang tampak gugup.

          "Gu-gue-"

          "Lo egois Mia, lo sendiri yang ngejauhin gue, dan sekarang lo datang dan nggak mau gue pergi. Mau lo itu apa?"

            "Karena gue cinta sama lo!"

             "Bullshit, gue udah muak dengan omong kosong lo. Sekarang lo pergi dari kamar gue dan jangan pernah datang lagi ke rumah ini!" bentak Alden marah. Lalu perasaan bersalah datang saat melihat mata Mia berkaca-kaca. Gadis itu langsung menyambar tasnya dan pergi keluar sambil menghentak-hentakkan kakinya.

          Alden marah dengan Mia. Perkataannya itu seolah menuduhnya berselingkuh. Padahal siapa yang salah? Perempuan itu sendiri yang meninggalkannya.

🍂🍂🍂

Besok paginya, Elora terbangun dari tidurnya ketika matahari mulai menampakkan diri. Elora mengerjapkan matanya, lalu melirik sekitar. Ia baru ingat bahwa tadi malam ia tidur di luar. Dan ketika melihat ke dalam rumah pak Wawan, kosong. Tidak ada siapa-siapa.

          Dahinya mengernyit, lalu bangkit dari tidurnya.

          "Eh, neng Elora udah bangun? Mau ibu buatin susu?" Suara istri pak Wawan mengintrupsinya dari belakang.

          Seketika ia langsung menoleh. "Eh bu, Elora kira pada kemana." Elora langsung menghampiri Bu Asih, istri pak Wawan di dapur.

          Bu Asih tersenyum kecil. "Kalau jam segini memang pada pergi. Bapak pergi kerja, dan anak-anak lagi pergi nimba di sumur."

         Elora tertegun, lalu melirik ke arah jam dinding. Ini masih pukul 6 pagi. Jika dirumah, ia pasti masih tidur dibalik selimut.

          "Elora boleh bantu?" tawarnya ketika melihat bu Asih memotong kangkung.

          "Gak usah, neng Elora mau apa? Nanti ibu buatkan," tolak bu Asih halus. Wajahnya hangat dan lembut. Tiba-tiba saja Elora jadi ingat akan bundanya.

          "Elora gak mau apa-apa, cuman ingin lihat ibu masak. Boleh 'kan?"

           Bu Asih mengangguk. Dengan telaten ia memberitahu apa saja bahan-bahan membuat kangkung. Mulai dari bawang, garam dan cara memasaknya.

           Bagi Elora, bu Asih merupakan sosok seorang ibu yang begitu menginspirasi. Pasti pak Wawan sangat beruntung memiliki istri seperti Bu Asih ini. Dan dengan bu Asih, Elora bisa kembali merasakan kehadiran bundanya disini. Entah apa yang dilakukan Fiel dan bundanya sekarang, yang pasti ia rindu.

Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang