Pergi - 12

2.8K 126 0
                                    

           "Kenapa lo gak sekolah?" Adalah perkataan pertama Bella yang diucapkan ketika di telepon. Nada bicaranya terdengar khawatir. Mungkin karena Elora tidak masuk sekolah selama 2 hari tanpa keterangan, ditambah dengan ponselnya yang tidak aktif.

          Entahlah, terlalu banyak yang dipikirkan Elora sehingga melupakan hal - hal kecil itu.

          "Tadi bangun kesiangan." Jawab Elora sambil mengaduk-aduk makanannya.

          "Terus kemarin?" Bella masih bertanya. Membuat Elora memutar bola matanya.

          "Kemarin gue pergi." Jawab Elora pendek. Sambil menunggu Bella yang menjawab, ia menyuapkan satu sendok ke mulutnya. Perutnya terasa lapar karena kemarin malam ia tidak makan.

          "Pergi kemana? Kok gak ngajak-ngajak sih!" Di ujung telepon sana, Bella mencak-mencak.

           Elora mendengus. "Ada urusan."

          "Urusan apa?" Bella masih bertanya dengan nada biasanya. Menyebalkan.

          "Kok lo kepo?"

          "Ih lo tau gak, di sekolah gue bete banget. Selama gak ada lo, si Edo jailin gue melulu."

          "Ya bagus dong. Itung-itung pedekate." Elora menjawab santai. Di dalam hati ia terkekeh kecil.

           "Pedekate apa sih! Yang ada gue pengen cakar muka sok kecakapan dia! Bikin gue muak!"

          "Hati-hati kemakan omongan sendiri. Ntar lo sendiri yang kecantol sama dia." Elora tertawa pelan. Tangannya mengambil segelas air putih dimeja.

          "Amit-amit jabang bayi. Mana mungkin gue suka sama dia!"

          "Yeuu yang bilang suka juga siapa?"

          "Au ah gelap. Ternyata lo juga rese!"

           Tutt... tut.. tut..

          Bella memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Dalam hati Elora bergumam, "dia ngambek."

          Mencoba acuh, Elora bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur untuk menyimpan bekas makannya di rak cucian.

          Suara deringan ponsel terdengar kembali. Awalnya Elora kira itu telepon dari Bella lagi. Tapi ternyata salah. Itu dari Alden.

          Dahinya berkerut. Darimana, Alden tahu nomornya? Perasaannya ia tidak pernah memberi nomor telepon miliknya kepada laki-laki itu.

          Melupakan hal itu, tangannya mengusap layar ponselnya lalu ditempelkan ke telinga.

          "Halo?"

          "Halo? Ini Elora kan?"

           "Iya ini gue. Ada apa?"

           "Kenapa hari ini lo gak masuk?"

           Mendengar pertanyaan yang sama lagi, membuat Elora mendengus pelan.

           "Kesiangan bangun."

           "Ya ampun, Elora. Karena bangun kesiangan, lo gak masuk? Amazing."

           Elora memutar bola mata. "Lo terlalu berlebihan. Jadi, ngapain lo nelepon gue?"

          "Tadi gue ketemuan sama Mia."

          Mendengar nama Mia disebut, Elora menelan ludahnya.

           "Terus?"

           "Gak asik, kalau gue ceritain di telepon. Mending kita ketemuan aja. Nanti gue jemput."

           Setelah mengatakan itu, Alden memutuskan sambungan teleponnya, tanpa mendengar sepatah kata dari mulut Elora.

          Elora terhenyak.  Ponselnya masih setia menempel di telinganya. Mendengar nada bicara Alden di telepon, sepertinya laki-laki itu terdengar sangat bahagia. Dan itu cukup membuat hati Elora teriris.

🍂🍂🍂

          "Elora, Are you okay?" Alden bertanya setelah keheningan menyelimuti mereka. Tatapannya masih fokus pada jalanan di depan. Sekali-kali menengok ke arah Elora.

          "I'm fine. Lo gak perlu khawatir," jawab Elora masih dengan pandangan lurus ke depan, tanpa mau menengok ke arah Alden.

          Alden menghela nafasnya pelan. Keduanya diam. Hingga mobil Alden berhenti di depan kedai coffe yang waktu itu mereka kunjungi.

          Mereka berdua masuk kedalam. Dan mencari tempat yang cocok untuk mengobrol. Setelah dapat, Alden pamit ingin memesan kopi.

          "Jadi, lo mau cerita apa ke gue?" Elora membuka percakapan setelah Alden kembali dengan pesanan mereka.

          Alden menyeruput kopinya, lalu berkata sambil tersenyum lebar, "Gue baikan sama Mia."

          "Terus?"

          "Yaaa, lo pasti tau kan kalo Mia itu mantan gue. Setelah putus, kita lost contact. Dan beberapa hari lalu, dia kirim email."

          "Terus?"

          "Tadi siang, kita ketemuan. Mia minta maaf sama gue. Dan gue maafin dia walau masih ada rasa kecewa, sedikit. Dan setelah lama kita jauh, sekarang, gue dan Mia berteman seperti dulu lagi."

          "Terus?"

         Alden mendengus, "lo ngomong gitu lagi gue cubit!"

          Elora terkekeh. Lalu mengangkat tangan membentuk dua jari. "Sori deh. Lagian lo sih, cerita potong-potong. Sekalian aja biar cepet."

          "Ya gue ambil nafas dulu lah. Ntar mulut gue berbusa lagi," ucap Alden.

          Elora terkekeh pelan. Sedetik kemudian, raut wajahnya berubah serius. "Kenapa lo ceritain ini semua ke gue, ngomong-ngomong."

          "Yaa karena lo itu kan sahabat gue. Iya sahabat gue." Alden berkata kikuk. Tangannya menggaruk tengkuknya tidak gatal.

          Sahabat ya.

          "Iya deh. Tapi lo segini senengnya waktu baikan sama Mia. Gimana kalau balikan coba?"

          Setelah Elora mengucapkan itu, keadaan mendadak hening.

          Dalam hati Elora merutuki dirinya karena telah salah bicara.

         

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

         

Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang