"Lo mau, Den?" Tawar Elora menyerahkan selapis roti tawar dengan selai strawberry di atasnya. Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Elora langsung di ajak oleh Alden untuk ke kantin bersama. Dengan syarat, Elora harus memakan makanan yang Alden bawa dari rumahnya --yang disiapkan oleh Mamanya.
Alden menggeleng, "nggak usah, Ra. Itu kan buat lo."
"Kalau lo mau juga nggak apa apa kok." Elora mendekatkan roti yang sudah dipotong itu ke mulut Alden, sehingga membuat laki-laki itu mau tidak mau membuka mulutnya. Elora tersenyum puas. Akhirnya laki-laki itu mau membuka mulutnya setelah ia membujuk beberapa kali.
Mereka berdua lanjut ke dalam obrolan lain. Di samping seseorang yang menatap mereka dengan pandangan tidak suka. Menahan rasa kesalnya yang semakin memuncak ketika kedua sejoli itu tertawa bahagia.
Alden itu milik gue. Dan selamanya tetap milik gue. Desis Mia pelan.
🍂🍂🍂
"Papa udah pulang?" Gadis itu menyambut sang Papa yang baru turun dari mobil dengan riang. Tangannya dengan sigap mengambil alih tas kerja yang di pegang Papa kemudian mencium tangannya.
Wajah Papanya terlihat lelah. Tapi garis-garis wajahnya masih terlihat kokoh dan tegas. Badannya tegap, padahal sudah mau memasuki usia kepala lima. Dan gadis itu sangat menyayangi Papanya.
"Papa capek hari ini. Kamu makan malam sendiri tidak apa-apa kan?"
Senyum gadis itu memudar. Perasaan kecewa kembali menggerogoti hatinya. Namun kembali menampilkan senyum paksaannya seperti biasa.
"Yah, padahal Mia udah masakin Papa sayur kacang. Tapi nggak apa-apa, nanti Mia anterin makanannya ke kamar ya, Pa?"
Papanya mengangguk. Kemudian melengos pergi tanpa menatap Mia lagi. Masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.
Inilah Mia asli. Yang sering mencari perhatian orang-orang dengan semata-mata melampiaskan rasa kecewanya karena tidak mendapatkan perhatian Papanya. Berusaha terlihat tegar agar orang-orang tidak mengetahui semuanya.
Yang orang-orang tahu, keluarganya begitu harmonis. Namun pada kenyataannya, Papanya masih terbelenggu pada masa lalu. Selalu menatap kedua anaknya yang lain dengan pandangan kosong. Terkadang berbisik lirih memanggil nama mantan istrinya setiap malam.
Mia melihat semuanya. Mia tahu semuanya. Jadi itulah kenapa rasa benci itu tumbuh. Setiap melihat Papanya selalu menatap foto Elora dan Fiel, Mia merasa terasingkan. Seharusnya mereka tidak perlu ada. Seharusnya Papa menyayanginya juga.
Namun, rasa kecewa yang selalu ia dapat. Nada cuek Papanya yang selalu ia dengar. Tidak ada sentuhan lembut lagi di kepalanya setiap ia mau pergi tidur. Semuanya telah berubah.
Entah apalagi yang sedang direncanakan dengan semesta kepada para makhluknya.
🍂🍂🍂
Bundanya sudah kembali pulang. Bundanya sudah sembuh. Dan itu adalah hal yang paling Elora bahagiakan. Begitu kakinya menginjakkan di halaman depan, dan melihat mobil Fiel terparkir di garasi, Elora langsung berlari ke dalam rumah dan memeluk Bundanya erat.
"Bunda, kok nggak bilang mau pulang?" tanya Elora. Bundanya tersenyum, senyum yang paling Elora rindukan. "Sengaja, biar suprise."
"Elora seneng banget Bunda udah bisa pulang." Elora kembali memeluk Bundanya. Melampiaskan seluruh perasaan rindunya. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca.
"Bunda juga senang, bisa sama-sama lagi sama anak Bunda." sang Bunda langsung menarik Fiel --yang sedari tadi berdiri memperhatikan mereka --kedalam pelukan.
Setelah sekian lama keheningan dan kesepian yang selalu menemani, kini Elora kembali menemukan titik cahayanya. Dengan Bundanya, Elora pasti akan semakin gigih untuk menghadapi masalahnya. Karena kini, orang yang peduli padanya bertambah satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi
Teen FictionC O M P L E T E Elora pintar menyimpan rahasia dan kesedihannya. Dan Alden pintar menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Keduanya bertemu. Saling memporak-porandakan hati. Ketika satu persatu rahasia Elora terkuak. Rasa yang tak diinginkan itu...