Pergi - 11

2.9K 133 0
                                    

          Malam sudah larut saat Elora kembali ke kamarnya setelah lama mengobrol dengan Fiel. Walaupun tahu, bahwa ia tidak mungkin tidur lagi mengingat sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 4 subuh.

          Selama 2 jam ia mengobrol dengan Fiel. Mencerna baik - baik perkataannya dan disimpannya dalam otak. Tapi ini tidak semudah itu. Setelah dicerna, pasti harus dimengerti. Dan kali ini Elora belum mengerti.

          Tentang Mia yang.. Ah! Elora juga sulit mengekspresikannya bagaimana. Semuanya terlalu sulit untuk dipercaya. Tapi ia tidak bisa mengelak dari rasa sesaknya yang menggeluti dadanya.

          Pada kenyataannya, darah yang mengalir dalam tubuh mereka sama. Dengan kata lain, Mia adalah saudara tirinya.

         Memikirkan semua itu membuat kepala Elora pening. Lama kelamaan pinggangnya terasa amat sakit. Membuat ia meringis pelan.

          Dengan susah payah, tangannya menjangkau obat yang berada di atas nakas. Lalu ditelan obat itu dengan sekali teguk.

          Elora menghembuskan nafasnya beberapa kali. Lalu jatuh terlelap.
         
         

🍂🍂🍂

          Matahari sudah berada diatas kepala saat Elora bangun dari tidurnya. Badannya terasa amat sakit. Dengan susah payah, Elora turun dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.

          Tapi sebelum itu, Elora masih sempat melirik jam yang ada di dinding. Matanya sukses melotot saat jarum jam menunjukkan sudah pukul 10 pagi.

          "GUE KESIANGANN!" Elora berteriak kaget. Handuknya jatuh ke lantai. Lalu menggelengkan kepalanya, pasrah.

           "Bi Inah!" Panggil Elora. Beberapa detik kemudian, bi Inah datang dengan tergopoh-gopoh​.

           "Iya non? Ada apa?"

          "Kenapa gak bangunin Lora sih! Aku jadi kesiangan!" Elora menggeram kesal. Tangannya melempar handuk ke segala arah. Karena percuma saja ia berangkat sekolah jika saat sampai disana, bel pulang berbunyi.

           "Maaf non. Tadi saya udah bangunin non Lora. Tapi non Lora malah tidur." Kata bi Inah sambil menundukkan kepalanya.

          Dahi Elora berkerut. Kenapa ia tidak merasakan ada yang membangunkannya?


          Masih dengan muka kesal. Elora berkata. "Ya udah, bi Inah buatin aku sarapan."

          Bi Inah mengangguk, lalu pergi keluar kamar.

🍂🍂🍂

           Sepulang sekolah hari ini, Alden langsung melajukan motornya menuju cafe yang dipinta Mia. Sesuai dengan perjanjian kemarin. Mereka berdua memutuskan untuk bertemu. Hanya berdua.

          Sampai disana, Alden mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang melambaikan tangannya ke arahnya.

          "Alden!" Gadis itu berseru sambil tersenyum lebar. Alden balas tersenyum.

          "Hai."

          "Biar lebih enak, lo mau mesen apa?" Mia memberikan buku menu padanya.

           "Gue pesen jus jeruk aja deh". Ujar Alden sambil nyengir. Bukan apa - apa. Masalahnya hanya minuman itu yang harganya sama dengan sisa uang sakunya kali ini.

          Mia mengangguk lalu memanggil seorang waiters . Setelah mengucapkan pesanannya, Mia menatap Alden lekat. Ada binar kerinduan dimatanya. Dan Alden bisa merasakan itu.

          "Gimana kabar lo?" Alden bertanya setelah mereka berdua saling tatap.

          Muka Mia memerah lalu memalingkan wajahnya. "Baik. Lo sendiri gimana?"

          "Seperti yang lo liat."

          Hening sejenak.

           "Den." Mia berucap pelan. Tangannya meremas roknya pelan. Gugup.

          "Ya?"

          "Gue ngajak lo kesini, mau minta maaf."

          Alden mematung di tempatnya. Bibirnya terkatup rapat-rapat. "Bukan salah lo, kok"

          Kok.

          Ha! Rasanya, Alden ingin berteriak sepuasnya. Mengatakan pada perempuan di depannya bahwa dia terlalu egois.

          Alden juga manusia yang memiliki perasaan. Dengan seenaknya, Mia memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang kuat. Alden tahu soal peneroran yang terjadi pada Mia. Tapi yang Alden ingin, Mia coba untuk bersabar dan percaya. Bahwa semuanya akan baik - baik saja.

          "Bukan gitu ta-"

          "Cukup Mia. Gue gak mau bahas tentang masa lalu. Yang udah terjadi, biarlah. Toh gue hidup bukan untuk masa lalu tapi untuk masa depan".

          Mendengar itu, hati Mia merasa lega. Setidaknya ia sudah berusaha untuk minta maaf.

           "Makasih ya, den. Lo emang mantan ter-the Best  gue."

          Alden memutar bola mata. "Iyalah mantan ter- the best. Orang mantan lo cuman gue".

          Mia terkekeh. "Itu lo tau."

          "Alden gitu loh. Selalu tau."

          "Iyain biar cepet."

          Moment ini moment yang paling tidak pernah Alden lupakan. Ia sudah bisa menerima Mia kembali. Tapi ada satu hal yang mengganjal hati Alden sedari tadi.

          Bagaimana keadaan Elora sekarang?

          Bagaimana keadaan Elora sekarang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang