Pergi - 10

3K 136 0
                                    

         Alden melempar tasnya ke sembarang arah lalu melempar tubuhnya ke atas kasur. Kepalanya benar - benar penat setelah mengerjakan soal - soal fisika yang diberikan Mr. Andri tadi.

          Ia membalikan tubuhnya menghadap samping -tepatnya ke arah jendela. Diluar sana ,langit sudah mulai berwarna jingga. Dan sebentar lagi malam akan tiba. 

          Waktu berjalan begitu cepat. Padahal ia baru merasa kemarin memakai seragam putih biru. Dan sekarang ia sudah memakai seragam putih abu - abu.

          Kemarin ia masih bersama Mia dan sekarang...

          Ah! Kenapa jadi mengingat perempuan itu?

          Alden mengacak rambutnya frustasi lalu bangun dari tidurnya. Badannya terasa lengket sekali jadi ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

          Beberapa menit kemudian, Alden keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar. Rambutnya basah karena keramas dan juga wangi.

          Ia duduk di hadapan laptopnya, lalu berniat mengirim email pada Elora. Tapi sepertinya Alden harus mengurungkan niatnya saat melihat email dari Mia masuk beberapa menit lalu.

From : Lumia Lestari
To: Aldenio Varo
Subject : ....

   Alden. Bisa kita ketemu?

          Hanya Singkat. Tapi begitu membuat jantung Alden berdetak lebih kencang dari biasanya.

🍂🍂🍂

           "Maafkan papah nak, maaf."

          "Papamu itu seorang lelaki brengsek! Mama membencinya!"

          "Maafkan papah nak, maaf."

          "Papamu itu seorang lelaki brengsek! Mama membencinya!"

          Elora terbangun dari mimpi buruknya. Dadanya naik turun. Keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya.

          Mimpi itu lagi. Mimpi yang sangat ia benci.

          Perkataan - perkataan Mama dan Papanya terus berputar dalam memorinya. Secara berulang - ulang. Membuatnya terjerat dan akhirnya terjebak dalam lingkaran ketakutan.

          Semuanya terasa nyata. Seolah ia sedang menyaksikannya sendiri. Begitu menyesakkan.

          Elora tidak pernah bermimpi buruk. Sekalipun itu mimpi buruk, itu hanya tentang - tentang mistis. Karena Elora memang takut dengan hal seperti itu.

          Tapi kali ini berbeda. Lebih menakutkan dan juga menyakitkan.

          Elora menghela nafasnya beberapa kali, lalu memutuskan keluar kamar, ingin mengambil minum untuk menenangkan pikirannya.

          Keadaan rumahnya begitu gelap, karena memang setiap malam ia selalu mematikan semua lampu di rumahnya. Hitung - hitung untuk menghemat listrik.

          Sampai di dapur, Elora menyalakan lampu sebagai penerangan saat ia menuangkan minum agar tidak tumpah.

          Tapi sebuah suara pintu terbuka membuat perhatiannya teralih. Ia melirik jam di dinding sebentar. Sudah pukul 02.00 dini hari. Dan siapa yang datang kerumahnya malam - malam begini.

          Apakah itu maling? Elora membatin. Dahinya mengernyit keras. Lalu mengambil sapu di sudut ruangan -bersiap - siap jika kemungkinan - kemungkinan buruk terjadi.
          Dengan langkah pelan, Elora berjalan menuju ruang tamu. Ia sengaja tidak menyalakan lampu agar si pencuri tidak merasa curiga.

          Ceklek.

          Lampu di ruang tamu sempurna  menyala saat Elora menyalakannya. Memperlihatkan sebuah subjek yang membuat mata Elora sedikit melebar.

          "Kak Fiel?"

🍂🍂🍂

         
         
          Mata Elora memicing menatap gerak - gerik kakaknya yang terlihat aneh. Sejak tadi, mereka berdua sama - sama diam. Tidak membuka mulut sedikit pun. Entah karena canggung atau memang tidak mau bicara.

          Di hadapannya, Fiel terus bergerak gelisah. Menatap ponselnya lamat - lamat. Seperti menunggu seseorang untuk menelfonnya.

          "Lo kenapa sih kak?" Elora bertanya sambil menaikkan alisnya. Mereka berdua memang sudah lama tidak bercengkrama sejak kedua orang tua mereka memutuskan untuk bercerai.

          Fiel lebih memilih ikut dengan papanya dan Elora sendiri dengan mamanya.

          Cukup mengherankan juga Fiel datang kerumahnya malam - malam begini. Sepertinya dia mempunyai masalah dan datang kesini untuk menenangkan pikirannya sekaligus curhat dengan Elora.

          Sejak dulu, Elora selalu menjadi tempat curhat Fiel jika perempuan itu dalam masalah. Umur mereka yang terpaut dekat, membuat mereka bisa saling mengerti satu sama lain.

          Hingga jarak memisahkan mereka.

          "Gak apa - apa" Jawab Fiel sekenanya. Tangannya masih menggenggam erat ponselnya. Membuat mata Elora semakin menyipit curiga.

          "Lo gak pandai bohong Fiela Anastasya." Elora menghela nafasnya. Lalu bangkit berjalan menuju dapur.

          Beberapa menit kemudian, Elora kembali menuju ruang tamu dengan 2 cangkir cokelat panas kesukaan Fiel di kedua tangannya.

          "Lo bisa cerita ke gue." Ucap Elora.

          Hening sejenak. Fiel diam dengan mulut yang terkatup rapat - rapat. Mencari kata - kata yang pas agar bisa menceritakan semuanya pada adiknya itu.

          "Ini.....ini tentang Mia."   

"   

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang